JAKARTA, bisniswisata.co.id: Setelah tiga tahun merugi, PT Hotel Indonesia Natour (Persero) sepanjang tahun 2017 berhasil mencetak laba sebesar Rp9 juta. Memang laba yang dihasilkan sangat sangat kecil, namun Hotel plat merah ini mampu keluar dari daftar BUMN yang merugi mengingat pada 2015 kerugian mencapai Rp140 miliar.
“Hasil 2017 sudah positif lagi, meskipun cuma Rp9 juta. Tapi, yang jelas kita bukan termasuk BUMN yang merugi,” ungkap Direktur Utama Hotel Indonesia Natour (HIN) Iswandi Said dalam keterangan tertulis yang diterima Bisniswisata.co.id, Jumat (02/03/3028).
Ia memaparkan saat dirinya bergabung pada 2015, HIN membukukan kerugian sebesar Rp140 miliar, kemudian pada 2016 kerugian bisa diturunkan menjadi Rp89 miliar. Pada 2017, HIN melakukan banyak pembenahan baik renovasi kamar maupun peningkatan pelayanan hingga akhirnya bisa menutup semua kerugian.
Menurut Iswandi, laba perseroan sebenarnya bisa lebih besar lagi jika tidak terjadi bencana erupsi Gunung Agung di Bali yang membuat seluruh sektor pariwisata lumpuh dari November sampai Desember 2017. Apalagi, HIN memiliki tujuh hotel di Bali sehingga dampak bencana tersebut terhadap tingkat hunian amat signifikan.
“Erupsi datang November, antusiasme kamar sampai 5.000 kamar hotel hilang sampai Desember. Tapi sekarang sudah mulai membaik karena justru Januari biasanya `low season`, orang-orang yang kemarin tertahan mulai berdatangan,” kata dia.
Ia menambahkan tingkat hunian hotel secara konsolidasi pada 2017 bisa mencapai 75 persen, meningkat dari 2017 yang sebesar 69 persen dan 62 persen pada 2017. “Insya Allah bisa tercapai karena Grand Inna yang di Bali itu okupansinya bisa 80 sampai 90 persen,” kata Iswandi.
Dilanjutkan tingkat isian kamar atau occupancy room rate tahun 2017 mencapai sebesar 67,1% meningkat dari 60,2% pada tahun 2016. “Sejalan dengan berbagai pengembangan yang dilaksanakan, pada tahun 2018 HIN menargetkan tingkat isian kamar akan mencapai sebesar 72,8%,” ungkap dia
Selain itu, inventory (jumlah) kamar juga meningkat dari 842.166 pada tahun 2016, menjadi 851.638 di tahun 2017. Peningkatan sekitar 1,12% tersebut dicapai sejalan dengan pelaksanaan renovasi kamar serta bergabungnya Hotel Grand Inna Daira Palembang pada Kuartal IV tahun 2017. “HIN menargetkan untuk menambah jumlah kamar menjadi 853.370 di tahun 2018,” ujar Iswandi.
Secara umum, ia mengatakan jumlah tamu meningkat dari 356.218 pada 2016 menjadi 486.274 tahun 2018, atau meningkat sekitar 36,5%, di mana 71% di antaranya didominasi oleh wisatawan Nusantara. Wisman juga mengalami peningkatan sebesar 132% dibanding tahun 2016, dengan tamu terbanyak dari China, Australia dan Eropa.
Harga rata-rata kamar (average room rate/ARR) meningkat sebesar 8,4% dari Rp 650 ribu menjadi Rp 713 ribu. Kenaikan teraebut di atas tingkat inflasi tahunan Indonesia.
Pada 2017, pendapatan usaha HIN mengalami peningkatan cukup signifikan, dari Rp 539 miliar tahun 2016, menjadi Rp 637 miliar pada 2017. Tiga penyumbang pendapatan terbesar berasal dari “Online Travel Agent” (OTA) dan Domestic Travel Agent dan Government.
“Ini merupakan perbaikan signifikan, mengingat pada tahun sebelumnya, HIN rugi. Tahun 2017 ini kami mudah-mudahan sudah bisa mencatatkan break event point. Namun angkanya masih diaudit jadi belum bisa disebutkan sampai sekarang,” sambungnya. (redaksibisniswisata@gmail.com)