Semarak Jenang Solo Sajikan 17 Macam Jenang Khas

SOLO, bisniswisata.co.id: Kuliner Jenang bagi masyarakat Jawa, khususnya Solo Jawa Tengah sudah mengakar sejak zaman Hindu. Tradisi jenang juga ada saat era Walisongo bahkan sampai masa kini masih tetap lestari. Jenang selalu hadir sebagai simbol ungkapan rasa syukur kepadaNya. Dalam semua ritual selamatan masyarakat Jawa, jenang tak pernah dibaikan.

Jenang yang terbuat dari tepung beras atau tepung ketan dimasak dengan santan dan ditambahkan gula merah atau gula putih kemudian diaduk dalam panci besar hingga benar-benar matang dan kenyal. Makanan khas itu menjadi simbol doa, harapan, persatuan dan semangat masyarakat Jawa.

“Secara sosiologis jenis kuliner ini, lahir dari kreativitas masyarakat. Jenang, bebas dari atribut status sosial dan etnis alias bersifat demokratis, egaliter, spiritual dan relegius,” papar Pelindung Yayasan Jenang Indonesia, Slamet Raharjo seperti dilansir Antara, Ahad (17/02/2019).

Makanan itu hadir dalam banyak acara, misalnya selamatan untuk ibu hamil akan dilengkapi jenang procotan. Begitu pula ketika memberi nama kepada bayi setelah lahir maka dibuat jenang sepasaran. Selamatan setelah hajat pernikahan dengan harapan agar pengantin dan seluruh panitia selalu sehat, mendapat berkah dan kekuatan, akan dilengkapi jenang sungsum.

Kini bertepatan hari ulang tahun Kota Solo ke-274 tahun, dimeriahkan event kuliner, budaya dan wisata bertajuk Semarak Jenang Solo 2019 dengan menyajikan 17 macam jenang di Plasa Taman Sriwedari Solo.

Sebanyak 17 macam jenang dibagikan kepada masyarakat Solo, termasuk wisatawan yang datang. Diantaranya jenang abang putih, jenang sungsum, jenang sepasaran, jenang katul, jenang nganggrang, jenang sengkala, jenang lahan, jenang grendul, jenang majemukan, jenang salaka, jenang lemu, jenang kolok, jenang procot, jenang timbul, jenang pati, jenang taming, dan jenang warni sekawan.

“Festival jenang ini, bukan sekedar melestarikan jenang dan mengembangkan kuliner untuk menggerakan perekonomian, tetapi juga mendidik bangsa ini untuk hidup yang lebih baik lagi. Juga untuk mempersatukan masyarakat Kota Solo dan bersama-sama membangun lima budaya untuk mewujudkan Solo yang lebih baik dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya,” papar Walikota Solo Hadi Rudyatmo saat membuka Semarak Jenang Solo 2019, Ahad (17/02).

Lima budaya hidup itu kita harus gotong royong, merawat, menjaga, memiliki dan mengamankan Kota Solo ini dan isinya. “Juga ada 1000 takir jenang. Seribu jenang ini maknanya supaya masyarakat Kota Solo berlimpahan rezeki, tetap bersatu, gotong-royong untuk membangun Kota Solo,” sambungnya.

Usai sambutan, Walikota Solo membuka event ini, dengan menuangkan santan disebuah wadah besar, lalu membuat jenang majemuk. Setelah jenang siap disajikan, kemudian diberikan kepada salah satu perwakilan masyarakat Kota Solo.

Acara dilanjutkan penempatan jenang yang keseribu direplika tugu jam Pasar Gede, yang dianggap sebagai simbol Kota Solo. Setelah penempatan jenang yang ke seribu selesai, warga Solo yang menyaksikan acara tersebut pun langsung berebut untuk mengambil 1000 jenang yang telah dipasang direplika itu.

Sementara makna 17 jenang, yakni: Jenang abrit petak dengan warna merah dan putih merepresentasikan penciptaan/asal-usul manusia laki-laki dan perempuan. Jenang lang maknanya selalu melihat sesuatu dengan demensi yangluas, namun tetap fokus dengan apa yang menjadi tujuan. Jenang saloko maknanya kesucian itu milik Allah. Manusia harus selalu mewaspadai nafsu “aku” pada dirinya, berani mengoreksinya diri sebagai jalan untuk bisa mengenal Allah.

Jenang manggul maknanya adalah manusia harus menjunjung tinggi kebaikan leluhur yang telah mewariskan segala pengetahuan. Jenang suran maknanya waktu itu terbatas, manusia seharusnya ingat masa lalu dan memperbaiki masa depan. Jenang timbul mempunyai makna harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Manusia harus ingat Allah dan selalu berdoa untuk mewujudkan harapannya menjadi kenyataan.

Jenang grendul maknanya kehidupan itu seperti roda yang berputar, kadang di atas kadang di bawah. Jenang sumsum maknanya pada diri manusia melekat sifat kelemahan dan kekuatan. Jenang lahan maknanya agar melepaskan semua nafsu negatif, iri, dengki, sombong dan sebagainya di hadapan Allah. Jenang pati maknanya melebur nafsu dan pasrah kepada Allah.

Jenang kolep maknanya manusia sebagai mahkluk sosial selalu dihadapkan pada perbedaan. Menghormati dan menghargai perbedaan menjadi nilai yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Jenang ngangrang maknanya manusia seharusnya belajar mengontrol emosi kemarahannya agar kekuatan pada dirinya bisa bermanfaat untuk sesama.

Jenang taming maknanya belajar menjaga kekuatan dengan berdoa kepada Allah dan mengenali serta memahami kelemahan diri sendiri. Jenang lemu mawi sambel goreng maknanya manusia agar tak lemah membangun semangat baru dalam kehidupan. Jenang koloh maknanya kesempurnaan adalah tujuan hakiki kehidupan manusia, yang sering dilalaikan dalam kesibukan sehari-hari.

Jenang katul maknanya kita hidup tak bisa berdiri sendiri karena selalu membutuhkan orang lain. Jenang warni empat maknanya simbul nafsu yang melekat pada diri manusia. Warna merah simbol amarah. Putih menyimbolkan Muthamainah, kuning artinya aluamah dan hijau maknanya sufiyah (nafsu yang selalu ingin memiliki duniawi. (NDY)

Endy Poerwanto