NEWS

Sejumlah Rintangan Hadang Rencana Bali Buka Diri Untuk Turis Asing

Doa bersama digelar jelang pembukaan kembali Bali untuk turis (foto: skift)

BALI, bisniswisata.co.id: Pemerintah Provinsi Bali mengumumkan akan kembali membuka diri bagi wisatawan asing bulan depan, tepatnya 11 September 2020.

Mereka kini tengah mempersiapkan diri untuk menerima tamu-tamu manca negara yang biasanya membanjiri tempat-tempat wisata seperti pantai, pura, persawahan, dan studio yoga. 

Kedatangan para pelancong asing ini diharapkan dapat kembali menggairahkan sektor perhotelan yang telah berbulan-bulan mati suri. Sekaligus juga, hal ini dapat membuka peluang bagi para pekerja di sektor ini untuk kembali bekerja.

Sejak pandemi COVID-19 melanda dunia, tak ada lagi turis yang datang ke Pulau Dewata ini. Banyak pelaku usaha di sektor pariwisata dan perhotalan terpaksa merumahkan sebagian besar karyawannya karena tak ada pemasukan lagi. Keadaan ini telah berlangsung berbulan-bulan, sejak Februari.

Sejumlah postingan teman-teman yang baru-baru ini berkunjung ke Bali mengamini keadaan pulau yang juga dikenal sebagai pulau seribu pura itu. Umumnya mereka mendapati obyek wisata yang sepi pengunjung; banyak toko suvenir, pakaian maupun rumah makan yang tutup.

Wakil gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, yang juga mantan ketua asosiasi hotel dan restoran  ( PHRI) di Bali, mengatakan kepada CNN Travel bahwa pembukaan kembali Bali bagi kedatangan turis asing sangat penting terutama untuk perekonomian pulau itu.

 “Pandemi COVID-19 merupakan bencana paling dahsyat bagi pariwisata Bali. Ini jauh lebih buruk daripada bom Bali, baik yang pertama maupun yang kedua, bahkan lebih buruk dari semua bencana letusan Gunung Agung yang digabungkan.” ujarnya.

Menurut catatan zwagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati yang akrab disapa Cok Ace,  tamu hotel turun lebih dari 99% di bulan Juli, dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu. Pendapatan daerah pun berkurang sekitar Rp 9,7 triliun setiap bulan.

Puluhan ribu pekerja lokal kehilangan mata pencaharian dan banyak pekerja informal yang tak lagi dapat mengais rezeki sehingga banyak yang putus asa. 

Beberapa penduduk asli Bali terpaksa kembali menekuni mata pencaharian tradisional mereka seperti berkebun, menggarap sawah, atau menjadi nelayan, sebagai upaya untuk bertahan hidup.

Sementara para pendatang yang berasal dari luar Bali, praktis tak punya banyak pilihan selain menunggu keadaan membaik.

Isu kesehatan yang belum tuntas

Tanggal 11 September yang juga dikenang sebagai tragegi 9/11 saat terjadi penyerangan teroris di World Trade Center, New York, AS, pada 2001, tinggal beberapa minggu saja. Namun sejumlah isu kesehatan yang belum tuntas dapat menghambat minat wisatawan asing untuk datang. 

Barangkali hanya sedikit saja pelancong yang mau ke Bali dan bersedia melakukan karantina selama dua minggu, baik saat baru tiba maupun ketika hendak meninggalkan Bali, untuk sebuah liburan singkat. Apalagi, sebagain besar asuransi perjalanan dan medis telah mengatakan tidak akan menanggung biaya pengobatan jika para turis ini bepergian ke tempat-tempat yang tidak direkomendasi pemerintah asal negara.

Satu fakta lagi: saat ini warga negara Australia – yang secara tradisi menempati porsi terbesar jumlah turis asing yang datang ke Bali – menghadapi aturan ketat negaranya terkait perjalanan ke luar negeri. Mereka hanya diizinkan meninggalkan Australia jika untuk keperluan mendesak dan itu tidak termasuk perjalanan untuk liburan.

Apalagi, masih ada keraguan di kalangan masyarakat internasional tentang kemampuan Indonesia menangani pandemi COVID-19.

Data per 18 Agustus menunjukkan ada sekitar 2.000 kasus baru per hari secara nasional. Masalahnya banyak kalangan meragukan akurasi data tersebut: apakah angka ini merefleksi jumlah kasus dan kematian yang sesungguhnya?

Kemungkinan besar, tidak. Misalnya, data korban meninggal yang diduga terserang virus corona tetapi hasil tesnya belum keluar, mereka tidak dicatatkan sebagai korban COVID-19.

“Saya pikir kita bisa yakin bahwa jumlahnya terlalu kecil,” kata Panji Hadisoemarto, seorang ahli epidemiologi di Universitas Padjadjaran Indonesia.

“Kami tidak menguji cukup banyak orang dan kami tahu pasti bahwa banyak kasus tanpa gejala atau kasus dengan gejala yang sangat ringan, mungkin tidak terdeteksi.”

Saat ini Bali cukup berhasil melandaikan kasus Corona. Angkanya kini tinggal kurang dari 50 kasus baru per hari, untuk populasi sekitar empat juta orang.

Pemerintah lokal dianggap cukup efektif melakukan pelacakan kontak hingga ke tingkat desa dan penyediaan kapasitas ruang isolasi di rumah-rumah sakit rujukan COVID-19.

Begitupun, dampak pembukaan kembali Bali untuk wisatawan lokal pada 31 Juli lalu, belum begitu terlihat signifikan.

“Berdasarkan pengalaman selama ini, pembukaan destinasi wisata berisiko meningkatkan kembali jumlah kasus corona,” kata Hadisoemarto.

Menurut dia selalu ada risiko wisatawan akan membawa COVID-19 ke Bali dan menjadi sumber penularan baru di Bali. “Saya tidak heran jika kelak di Bali akan terjadi peningkatan lagi.” tambahnya

Namun Cok Ace berpendapat bahwa banyak tujuan wisata di Bali berkonsep open air, sehingga aturan jarak sosial lebih mudah diterapkan. Apalagi lokasi vila-vila pribadi umumnya terbuka jadi mendukung pengurangan transmisi virus yang bergerak eksponensial itu.  

Tetapi sejauh ini, upaya untuk membangun koridor perjalanan dengan negara lain seperti Australia, Korea Selatan, dan Cina masih belum banyak membuahkan hasil. Utamanya, karena pendekatan mereka menangani pandemi COVID-19 sangat berbeda.

 

Rin Hindryati