Oleh Nur Hidayat
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Anda suka traveling karena paham sekali manfaatnya bagi kesehatan. Tapi berita yang muncul setiap hari termasuk di berbagai media sosial adalah soal sakit dan kematian sehingga akhirnya memilih tafakur, menunda semua keinginan atas nama pandemi.
Duka mendalam juga dirasakan bangsa ini dengan jatuhnya pesawat Sriwijaya SJ 182 pada Sabtu (9/1/2021) siang. Sakit dan kematian juga menghias konten di Facebook. Ada seorang teman menceritakan perjuangan istri yang sakit diabetesdan harus kontrol berobat ke Rumah sakit tapi takut mengunjungi rumah sakit di saat pandemi dan banyak cerita lainnya.
Apakah sakit itu semata-mata musibah.? Ujian.? Siksaan.? Yang harus diratapi ? Yang membuat pasien dan keluarganya bersedih.? Berkeluh kesah.? Tuntunan Islam, sakit itu juga berkah. Bukan soal cara pandang ya..
Rasulullah SAW bersabda, “Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api neraka.” (HR al-Bazzar). Sakit demam saja balasannya seperti itu. Apalagi sakit yang lain.
Diriwayatkan dari Abdurrahman ibn Sa’id, dari ayahnya, ia berkata: Suatu ketika saya bersama Salman menjenguk seorang yang sakit di Kindah. Ketika datang kepadanya, ia berkata, “Bergembiralah, karena sesungguhnya sakit orang mukmin itu oleh Allah dijadikan sebagai kafarat (penebus) dan penghapus dosa.
Sedangkan sakit orang pendosa itu seperti unta yang diikat oleh pemiliknya, kemudian dilepaskan oleh mereka, ia tidak tahu mengapa diikat dan mengapa kemudian dilepaskan?”
Para sufi memaknai sakit itu sebagai anugerah. Bagaimana tidak dikatakan anugerah jika dengan penyakit yang kita derita bukan hanya dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan kita yang dihapuskan oleh Allah, melainkan juga pahala-pahala kebajikan kita dilipat gandakan oleh-Nya. Bahkan setiap detik nafas kehidupan yang kita lalui bersama penyakit, sama nilai pahalanya dengan satu hari ibadah.
Allah melemparkan berbagai penyakit jasmani untuk menyembuhkan penyakit-penyakit ruhani kita. Dia lumpuhkan tubuh kita dengan aneka penderitaan demi mengusir penyakit-penyakit qalbu dalam jiwa kita.
Dia hempaskan diri kita dalam kelemahan, ketidak-berdayaan, dan kehina-dinaan yang tak tertahankan agar kepongahan, kebesaran, kekuasaan, dan kesombongan keluar dari perasaan, benak, batin, dan seluruh sendi kehidupan kita.
Penyakit justru cara Allah Ta’ala memberikan kasih sayang-Nya kepada kita. Dengan “menderita sakit” kita terhindar dari berbagai kemaksiatan, yang mungkin kita lakukan di saat sehat.
Dengan sakit, penguasa yang congkak diajari tentang ketidakberdayaannya. Penguasa diktatorial yang sewenang-wenang, yang melibas oposan sehingga tidak ada yang berani menentangnya, pasti tunduk dengan penyakit. Presiden Turki Kemal Attaturk sudah merasakannya.
Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang hamba yang beriman menderita sakit, maka Allah memerintahkan kepada para malaikat agar menulis perbuatan yang terbaik yang dikerjakan hamba mukmin itu pada saat sehat dan pada saat waktu senangnya.” (Abu Imamah al Bahili).
Kanjeng Nabi juga bersabda, “Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus 4 malaikat untuk datang padanya.” Pada keempat malaikat ini Allah memberikan perintah diantaranya:
Malaikat pertama bertugas mengambil kekuatan orang yang sakit sehingga ia menjadi lemah. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya, maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa.
Kelak si sakit itu berangkat ke alam akhirat dan keluar dari dunia dalam keadaan suci dari dosa sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sakit panas dalam sehari semalam, dapat menghilangkan dosa selama setahun.”
Ditinjau dari aspek itu, tidak selalu menguntungkan orang yang cepat dikabulkan doanya agar segera disembuhkan. Seandainya kita tidak mampu mensyukuri penyakit yang menyerang kita, bersabarlah bersamanya.
Percayalah, penyakit itu akan mengajarkan agar kita menghargai sang waktu dan mengukirnya dengan berbagai lukisan kebajikan, ketaatan, kearifan, dan pengabdian yang akan membuat Tuhan dan para malaikat-Nya tersenyum bangga sehingga membuahkan kebahagiaan abadi.
Saat sakit merupakan momen bagus untuk lebih mendekat kepada-Nya. Kita disadarkan bahwa ketika sehat kita mungkin menjauh dari-Nya. Asyik dengan kenikmatan duniawi sehingga malah melupakan-Nya. Berkat sakit, kita jadi lebih menghargai kesehatan: nikmat dari Allah SWT yang tak ternilai harganya.
Husain ibn Imran adalah salah seorang sahabat Nabi yang menderita sakit selama 30 tahun. Setelah sekian lama menderita sakit, ia diberi kesembuhan oleh Allah Ta’ala.
Namun sayang, dalam kesembuhannya ia merasa ada yang hilang. Malaikat yang biasanya menyambangi, membezuk dirinya, kini tidak pernah datang. Akhirnya ia berdoa kepada Allah, minta kembali diberi sakit
Setelah ia menderita sakit lagi, dan bisa menjaga hati dengan sifat ridha dan ikhlas serta sabar, disertai keyakinan yang mantap bahwa semua yang ia terima itu adalah dari Allah semata, malaikat pun kembali berdatangan.
Nah bagi traveler sejati, sakit yang menimpa diri kita, keluarga dan kerabat kita bahkan berujung kematian semua adalah hak Allah sebagai sang pemilik ruh kita. Itulah sebabnya mengapa sakit menjadi anugerah Allah Ta’ala yang perlu diisyukuri umat ciptaannya.
Penulis adalah: Senior Journalist, pengamat dan penikmat pariwisata mancanegara.