SRAGEN, bisniswisata.co.id: Sangiran, sebuah situs arkeologi seluas 48 kilometer ini, terletak di lembah Sungai Bengawan Solo dan kaki gunung Lawu yang masuk wilayah kabupaten Sragen dan kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Tahun 1977 Sangiran ditetapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya dan tahun 1996 situs Sangiran masuk Situs Warisan Dunia UNESCO sebagai Sangiran Early Man Site.
Diakui UNESCO, selayaknya mendapat perhatian dunia untuk mengunjunginya sekalgus menjadi destinasi wisata dunia. Sayangnya harapan itu sirna lantaran kunjungan wisatawan asing masih sangat rendah. Lebih menyedihkan lagi belum menjadi destinasi wisata dunia. Padahal, negara lain yang situs sudah mendapat pengakuan UNESCO selalu ramai dikunjungi turis.
Melihat kondisi itu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mengadakan monitoring, evaluasi, dan sinkronisasi program dan kegiatan di kawasan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) Solo-Sangiran. Apalagi kawasan Sangiran menjadi salah satu dari empat Destinasi Pariwisata Super Prioritas yang dikembangkan Pemerintah.
Berbagai masalah dihimpun untuk dicarikan solusinya. “Sesuai arahan dari Presiden, Menko Luhut merencanakan adanya percepatan pengembangan destinasi pariwisata, termasuk situs Sangiran. Ada 100.000 penduduk di kawasan situs Sangiran, baru 1.000 orang yang dibina,” kata Asisten Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Pelayaran, Perikanan, dan Pariwisata, Rahman Hidayat dalam keterangan resminya, Rabu (21/08/2019).
Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP), Muhammad Hidayat mengatakan belum dapat mengembangkan secara optimal Museum Fosil Sangiran karena keterbatasan tugas dan fungsi. Museum yang berfungsi sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan pariwisata. Memang tanpa adanya museum akan sulit memahami situs di Sangiran.
“Situs Sangiran merupakan lahan-lahan yang sah milik warga. BPSMP merangkul masyarakat untuk ikut serta melestarikan situs Sangiran dan dengan keberadaan situs dan museum, diharapkan dapat mengangkat kondisi perekonomian masyarakat sekitar,” lontarnya.
Dilanjutkan, upaya pemberdayaan masyarakat sekitar pun dilakukan oleh Pemerintah setempat dengan melakukan pembinaan untuk pengelolaan homestay, pembuatan souvenir yg berkualitas dan memiliki ciri khas Sangiran, pembinaan kesenian tradisional, dan pembekalan guide lokal di Sangiran.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan pengembangan destinasi pariwisata tergantung dari seberapa cepat kita melakukan akselerasi. Juga dibutuhkan orang-orang dari eksternal atau masyarakat untuk dapat membantu melihat tempat pariwisata dan memberikan masukan terkait pengembangan lokasi pariwisata UNESCO Heritage Triangle yaitu Sangiran, Gunung Sewu dan Borobudur, yang diprediksikan cepat berkembang karena infrastrukturnya sudah tersedia dengan baik.
“Siapa pasar dari pariwisata baik untuk Borobudur maupun Sangiran? Belum ada marketing research untuk hal tersebut atau apakah yang kurang dari Borobudur?” Kata Ganjar yang juga hadir dalam rapat konsultasi itu
Diakui, perlu untuk membandingkan pariwisata Jawa Tengah dengan di luar negeri. Negara harus mendukung untuk meningkatkan daya tarik pariwisata. “Kita membutuhkan rencana aksi cepat, harus mencari kebaruan, dan harus ada investasi,” tambah Ganjar.
Ganjar juga mengusulkan ide unik untuk membuat Sangiran menjadi destinasi unik, misalnya bertema kartun bertama purbakala seperti The Flinstones atau Jurassic Park. “Ini masih sekedar gambaran dan masih perlu dikaji dan dicari kesesuaiannya sehingga menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke Sangiran,” lontarnya.
Sejarah mencatat, Tahun 1934 antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan fosil dari nenek moyang manusia pertama, Pithecanthropus erectus (“Manusia Jawa”). Ada sekitar 60 lebih fosil lainnya di antaranya fosil Meganthropus palaeojavanicus telah ditemukan di situs tersebut.
Di Museum Sangiran, yang terletak di wilayah ini juga, dipaparkan sejarah manusia purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga akhir Pleistosen tengah.
Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak yang terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat ditemukan fosil hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut serta alat-alat batu.
Pada awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa lampau. (NDY)