NEWS

Pilih Prioritas Kesehatan atau Ekonomi ? Yuk Simak 2 Negara Pasca Lockdown

Suasana kota Paris yang dijuluki kota cafe, dimana budaya ‘nogkrong’ di cafe digemari warganya maupun turis asing. ( Foto: HAS)

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Relaksasi atau pelonggaran aturan lockdown yang sebelumnya diberlakukan guna menekan laju penyebaran virus corona sudah dilakukan oleh beberapa negara sehingga warga setempat bisa kembali beraktivitas normal

Meski umumnya merasa lega, sebagian besar masyarakat menyikapinya dengan berhati-hati. Di Jepang misalnya, meski warga dihimbau untuk gerakkan wisata domestik namun tempat wisata masih sepi.

Dalam kehidupan sehari-hari mereka, warga Jepang memang sudah menggunakan pembersih tangan, memakai masker dan menjaga kebersihan jadi ketika terjadi pandemi global kebiasaan mereka itulah yang justru  menjadi protokol kesehatan di seluruh dunia.

Sebaliknya di Paris pasca lockdown, kota yang dipenuhi oleh cafe-cafe sudah kembali dipenuhi warganya dan nampaknya sulit mematuhi protokol kesehatan yang berlaku.

Mengutip The Mainichi, tempat  wisata regional di Jepang masih sepi dan sebagian besar pengunjung belum kembali.  Di Iwate, satu-satunya prefektur tanpa kasus coronavirus yang dilaporkan, kuil Budha Chuson-ji, situs Warisan Dunia UNESCO juga tetap kosong.

“Saya harap setidaknya beberapa pengunjung datang sekarang apalagi pembatasan akses antar-prefektur telah dicabut,” kata Naoko Sato, 57, seorang karyawan toko suvenir yang dekat dengan kuil.

Saori Kishino, 42, seorang karyawan toko suvenir di dekat kuil Toshogu yang terkenal di Nikko, Prefektur Tochigi, mengatakan orang hanya membeli satu kotak permen sebagai suvenir untuk  diri sendiri.

 “Kalau terlalu ramai di dalam toko juga akan menjadi masalah sehingga sulit bagi industri jasa untuk hidup berdampingan dengan langkah-langkah coronavirus,” katanya.

Jepang  mencoba untuk mencapai keseimbangan antara memperluas kegiatan ekonomi dan mengadopsi tindakan pencegahan yang lebih kuat. Sementara para ahli kesehatan telah memperingatkan negara itu dapat melihat gelombang infeksi kedua jika orang membiarkan penjagaan dirinya turun.

Jumlah orang sekarang diizinkan di acara-acara seperti konser telah dinaikkan menjadi 1.000, dari 100 untuk venue indoor dan dari 200 untuk area  outdoor.

Namun, tempat-tempat di dalam ruangan hanya diperbolehkan mengisi setengah dari kapasitasnya, sementara di luar ruangan diminta memastikan jarak yang cukup.

Di Osaka, pusat hiburan Yoshimoto Kogyo Co. kembali menampilkan pertunjukan komedi di depan penonton langsung di teater Namba Grand Kagetsu di kota Jepang barat untuk pertama kalinya dalam tiga setengah bulan.

“Pada akhirnya, saya telah kembali ke tahap ini. Kami akan melakukan yang terbaik dan berhati-hati karena tidak ada artinya jika orang terinfeksi setelah pembukaan kembali,” Katsura Bunshi VI, seorang master cerita komedi tradisional Jepang rakugo.

Olahraga profesional telah diizinkan untuk dilanjutkan – tanpa penonton – dengan musim Baseball Nippon Professional tahun ini, sementara permintaan penutupan bisnis untuk perusahaan seperti klub malam juga telah dicabut.

 Beberapa penggemar baseball terlihat mengambil foto di luar Tokyo Dome, stadion 999Yomiuri Giants.  “Saya di sini untuk melihat seperti apa stadion pada hari pembukaan,” kata Yumi Shimizu, seorang karyawan perusahaan.

 “Saya merasa sedih bahwa pertandingan akan diadakan tanpa penonton. Saya harap kami akan dapat menontonnya sesegera mungkin,” kata pemain 30 tahun dari Sumida Ward, Tokyo.

Aktivitas di Paris

Sementara di Paris, artis Anggun C Sasmi melalui unggahannya di Instagram tidak memilih nongkrong di cafe yang padat. Dia mengaku kangen dengan kuliner khas Indonesia. Makanya untuk makan malam pertama pasca lockdown dia  dan putrinya Kirana memilih singgah di restoran Indonesia.

“Yuk naik becak dan makan rendang,” ujarnya. Dalam potret unggahannya tampak Anggun dan Kirana begitu semringah akhirnya bisa jalan-jalan dan berpose di atas becak seperti yang ada di Indonesia

Mengutip sortiraparis.com, kebiasaan nongkrong di cafe baik turis asing maupun warga Perancis di Paris bahkan setelah masa pelonggaran ini mengundang keprihatinan banyak pihak.

Memang virus tersebut dikatakan berada di bawah kendali tapi perang melawan epidemi coronavirus belum berakhir.  Dan meskipun COVID-19 tampaknya melambat di Eropa, hipotesis gelombang kedua masih dipertimbangkan oleh komunitas ilmiah.

Haruskah kita mengharapkan gelombang coronavirus kedua di Perancis?  Menurut Komite Ilmiah COVID-19 di negara itu, sangat mungkin untuk mengembalikan kejatuhan ini.  Hipotesa dan pengamatan sejauh ini menghubungkan perkiraan pusat Eropa untuk pencegahan dan pengendalian penyakit yang menandakan gelombang kedua di Eropa juga.

Bulan Mei lalu, Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit Eropa (ECDC) memberi sinyal Eropa harus bersiap untuk gelombang kedua.  Kepala ECDC Andrea Ammon mengatakan itu bukan tentang apakah hal itu akan terjadi

” Tetapi kapan dan seberapa besar itu bisa terjadi.  Perspektif kebangkitan virus bahkan menjadi topik utama untuk menyusun rencana penahanan darurat cegah penyebaran virus lagi oleh pemerintah Prancis,” ujatnya.

Warga dunia tentunya tidak ingin ada gelombang kedua penyebaran virus. Banyak sudah petunjuk bagi semua individu maupun pemimpin dunia tentang apa yang harus dipertahankan setelah pandemi ini berlalu.

Pemberlakuan lockdown di banyak kota dan negara di dunia berdampak positif ke lingkungan. Polusi udara berkurang, langit lebih bersih, cerah, dan lebih biru. Selain itu, udara pun semakin segar. Nah pilih mana ? tergesa-gesa restart atau masih bisa menikmati bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Pilih kesehatan atau kepentingan ekonomi ?.

 

Hilda Ansariah Sabri

Pendiri, Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan pemegang sertifikasi Wartawan Utama Dewan Pers dan Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat (2018-2023)