SAMOSIR, bisniswisata.co.id: Pembangunan pengembangan pariwisata di sekitar Danau Toba akan dilakukan secara parallel, yaitu infrastruktur jalan bersama-sama dengan lokasi wisata. Juga soal lingkungan akan menyelesaikan, bahkan mencari expert untuk urusan air yang bikin gatal. Sementara untuk hutan, akan diambil untuk kemudian ditnam lagi.
“Juga soal sumber daya manusia (SDM), akan dilakukan paralel dengan pembenahan yang lain. Dan akan merubah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi SMK Kejuruan. Ini pararel semuanya. Nggak bisa ini hanya produknya, SDM-nya ndak, atau hanya SDM dan produknya, tapi lingkungannya, hutannya tidak dikembalikan lagi. Nggak bisa, jadi harus parallel,” tegas Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Penegasan kepala negara dilontarkan pada hari ketiga kunjungannya di Provinsi Sumatera Utara, Rabu (31/07/2019). Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo mengawali kegiatannya dengan meninjau Kampung Adat Batu Persidangan (Titik Awal Sejarah Peradaban Penegakan Hukum di Samosir pada Zaman Dahulu kala), yang terletak di Kampung Huta Siallagan, Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.
Kampung ini, menjadi daya tarik wisata di sekitar kawasan Danau Toba. Setelah itu, Kepala Negara menuju lokasi peninjauan kedua di Onan Baru (Pasar) Pangururan, Kabupaten Samosir. Setiap hari Rabu ada Pekan Besar di Pangururan, segala komoditas dari setiap kabupaten dijual di pasar ini. Lokasi peninjauan ketiga adalah Tano Ponggol, Kabupaten Samosir. Di tempat ini Presiden meninjau Pelebaran Alur dan Rencana Pembangunan Jembatan Tano Ponggol.
Presiden Jokowi menjelaskan dalam tiga hari ini, sudah mengunjungi hampir semua titik yang ada di kawasan Danau Toba ini, baik yang di Tapanuli Utara, di Humbang Hasundutan, Simalungun, kemudian Tobasa, dan Samosir. “Saya sendiri sudah cek juga jalan keliling di Pulau Samosir sudah selesai. Tinggal berapa kilo? 21 kilo, sudah rampung, tahun ini rampung,” kata Presiden.
Dilanjutkan, untuk Desa Adat, Desa Ulos, semuanya juga akan direhab total. Pasar akan dikerjakan tahun ini dan tahun depan. “Mudah-mudahan ini selesai semuanya, termasuk dermaga, pelabuhan diselesaikan semuanya, sehingga kapalnya juga dibelikan lagi, ditambah. Dermaganya semua selesai, kita setelah itu akan promosikan, akan marketing secara besar-besaran Danau Toba,” terangnya.
Presiden berharap bisa memasarkan Kawasan Wisata Danau Toba itu tahun depan. ” Jadi setelah semua selesai, kita akan ikut promosikan secara besar-besaran. Meskipun sekarang sudah mulai, tapi besar-besarannya mungkin mulai tahun depan setelah produknya ini betul betul selesai,” tambahnya serius.
Produknya itu, lanjut Presiden, ya Desa Adat, Desa Ulos, pasarnya, pasar souvenir, semuanya, jalannya sudah siap, dermaganya siap, termasuk terusan Tano Ponggol ini selesai. Ini pekerjaan besar, dilebarkan 80 meter sehingga nanti kapal itu bisa muter Pulau Samosir,” ujarnya seperti dilansir laman Setkab.go.id.
Di samping itu Presiden Jokowi berpesan agar kawasan wisata di kawasan Danau Toba, termasuk wisata religi, benar-benar dirancang lalu ditata serta dikelola dengan baik. “Objek wisata ini harus dikembangkan dengan penataan serta pengelolaan yang baik,” ujar Presiden Jokowi.
Batu Persidangan
Saat mengunjungi Huta Siallagan, presiden Jokowi diterima keturunan raja ke-17 Siallagan, Gading Jansen Siallagan, yang menjadi pemandu sekaligus tetua di kampung ini. “Huta berarti Kampung Siallagan dalam bahasa Batak. Siallagan diambil dari nama Raja Laga Siallagan yang dahulu membangun perkampungan ini dan merupakan garis keturunan suku Batak asli,” jelas Jansen.
Kampung tersebut berlokasi di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, tak jauh dari area Danau Toba. Kampung ini juga dikenal sebagai titik awal sejarah peradaban penegakan hukum di Samosir ini.
Jansen menjelaskan di kampung tersebut terdapat area yang disebut dengan “batu persidangan”, tempat raja mengadili para pelanggar hukum adat. Bila dilihat secara saksama, batu persidangan berbentuk sebuah meja dengan kursi yang tersusun melingkar. “Jadi kalau Raja Siallagan bersidang memberikan hukuman kepada setiap penjahat, di sinilah dia disidang,” lontarnya,
Dijelaskan, prosesi yang dahulu biasa berlangsung di batu persidangan. Bertempat di sebelah kanan raja ialah adik-adik raja, sementara di sebelah kirinya para penasihat yang terdiri atas 2 penasihat terdakwa, 2 penasihat korban dan 1 penasihat kerajaan.
“Kenapa mereka perlu penasihat kerajaan? Apabila tidak ada komitmen (kesepakatan) antara empat penasihat, maka keputusan ada di tangan penasihat kerajaan. Kalau bahasa sekarang itulah yang disebut pengacara,” ucapnya.
“Jadi jangan aneh, Bapak, kalau orang Batak banyak jadi pengacara. Jadi kayaknya, Pak, mereka itu lulusan Siallagan semua,” sambungnya diikuti tawa sejumlah tamu yang hadir.
Dalam hukum Raja Siallagan saat itu, setidaknya terdapat tiga jenis persidangan. Ketiganya ialah persidangan untuk tindak pidana ringan, tindak pidana umum, dan tindak pidana serius (berat). “Kami sebut tindak pidana ringan, yaitu mencuri. Raja masih memaafkannya, raja membebaskannya, asal dia bisa bayar empat kali apa yang dia curi. Kalau dia curi satu kerbau, dia harus bayar empat kerbau, maka boleh bebas,” tuturnya.
Dalam persidangan, raja dan para penasihat akan mencari hari baik untuk mengeksekusi pelaku tindak pidana berdasarkan kalender Batak. Jika waktu eksekusi telah diputuskan, maka hukuman akan diberikan. “Seorang dukun akan diperintahkan oleh raja kapan orang ini akan dipancung. Orang Batak punya (semacam) feng shui. Kalau orang Jawa bilang itu primbon, orang Batak bilang maniti ari,” ungkap Gading.
Huta Siallagan tampak seperti sebuah benteng dengan tembok batu yang mengelilingi area seluas kurang lebih 2.400 meter persegi dan berfungsi melindungi kampung tersebut. (NDY)