Rina Didi Basrindu, Ketua Kelompok Sadar Wisata. ( Pokdarwis) Karindangan di Kampung Arab, Banjarmasin. ( tengah)
Ketua Departemen Pariwisata Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hilda Ansariah Sabri, melongok desa-desa wisata di kota Banjarmasin sesuai program kerja pengembangan desa wisata organisasi profesi itu. Berikut laporan perjalanannya bagian kedua.
BANJARMASIN,bisniswisata.co.id:Seorang ibu melongok kearah sungai dari arah dapurnya yang persis berada di pinggiran sungai Miyai, anak Sungai Martapura. Tiba-tiba ibu tua itu melemparkan tas plastik hitam ke sungai bersama sampah rumah tangga di dalamnya.
Rina Didi Basrindu, Ketua Kelompok Sadar Wisata. ( Pokdarwis) Karindangan di Kampung Arab, Banjarmasin seketika terkesima dan tak berbicara apa-apa kecuali menoleh ke arah saya sambil berkata;
” Inilah contoh nyata di depan mata apa yang menjadi tantangan kami di Pokdarwis Karindangan dalam menularkan virus Sapta Pesona menerapkan unsur Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah-tamah dan Kenangan,” ungkap Rina.
Tantangan yang dihadapi saat kampungnya menjadi tujuan wisata adalah masyarakat setempat harus Sadar Wisata. Sadar untuk menjadi tuan rumah yang baik sehingga dengan adanya kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara maka kebersihan harus dijaga.
“Warga masih saja buang sampah ke sungai, ini juga menjadi keprihatinan bersama,” kata Rina lirih tak mampu menyembunyikan kekecewaannya.
Ketua yang memiliki 20 anggota Pokdarwis ini tergolong wanita yang spontan, gesit dan senang bekerja dengan tim. Saat ibu tua itu tertangkap mata menjadikan sungai yang merupakan sumber air dan kehidupan banyak orang sebagai bak sampah, Rina tampak geram tapi mampu meredam kekecewaannya.
Kami memang sedang duduk di Cafe R, dari inisial nama depannya. Dia tengah menceritakan bagaimana maraknya pengunjung di kawasan kuliner Arabian Food yang baru saja kami lihat lokasinya di bawah jembatan Simpang Tiga, Kayutangi.
Kemeriahan pengunjung dan pejabat yang hadir hanya bisa disaksikan lewat foto-foto di handphonenya karena suasana itu sebelum bencana pandemi global COVID-19 terjadi.
Lokasi di ujung jalan Antasan Kecil Barat, Banjarmasin itu sekarang tinggal gapura dan sejumlah supir ojek online yang sedang beristirahat sejenak sambil menunggu order masuk.
Setahun lalu tepatnya pada 27 September 2019, ratusan warga terlihat memadati kawasan bawah Jembatan Simpang Tiga Kayutangi, Banjarmasin. Masyarakat di kawasan Jalan Antasan Kecil Barat tepatnya yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Karindangan, menggelar wisata kulinernya.
Tak hanya jajanan khas Banjar yang tersedia, tetapi utamanya adalah kuliner khas Timur Tengah ( Arabian Food). Selain itu, para wisatawan yang datang juga dapat menikmati keindahan anak sungai yang ada di depannya.
Hal lain yang bisa didapatkan pengunjung di kawasan tersebut adalah kemudahan akses transportasi darat maupun sungai. Makanya tak heran, setiap hari Jumat, ratusan orang masyarakat dari berbagai penjuru yang dijuluki Kota Seribu Sungai, datang mengunjungi kawasan wisata tersebut.
Dukungan terhadap destinasi wisata yang berada di bawah Jembatan Simpang Tiga, Kelurahan Pasar Lama, Kecamatan Banjarmasin Tengah itu juga ditunjukan para pengurus dan kader PKK se Kota Banjarmasin. Saat peresmian setahun lalu, ada Ketua TP PKK Kota Banjarmasin Hj Siti Wasilah, istri Walikota Ibnu Sina.
” Sejak COVID-19, kuliner masakan Timur Tengah otomatis tutup. Sekarang di era New Normal, sudah banyak yang menanyakan kapan kami akan buka lagi. Begitu diizinkan kembali kami akan langsung buka kalau perlu tiap hari tidak usah tunggu tiap akhir pekan,”
Dia optimistis, lokasinya yang berada di kampung Arab bukan hanya akan dikunjungi wisatawan lokal, wisatawan domestik maupun mancanegara, tapi juga termasuk semua keturunan etnik Arab, pendakwah, penyebar agama Islam di kampung Arab itu yang awalnya datang dari Aceh
Kini keturunannya tersebar di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Pulau Jawa dan wilayah nusantara lalu diyakininya juga akan tertarik datang ke tempat leluhurnya yang kini memiliki kawasan Arabian Food, harap Rina.
Pokdarwis Karindangan memang berada di kawasan Pasar Lama, salah satu kelurahan di Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia.
Sejarah Kampung Arab
Di dalam wilayah kelurahan Pasar Lama terdapat kawasan-kawasan yang disebut Pasar Lama, Kampung Bugis dan Kampung Arab (Antasan Kecil Barat). Pada masa kolonial Hindia Belanda di Banjarmasin etnik Arab tinggal dalam suatu wilayah Kampung Arab tersebut.
Pemerintah kolonial Belanda di Banjarmasin mengangkat seorang Kapten Arab dengan tugas mengepalai orang-orang etnik Arab-Indonesia. Sekitar tahun 1899, Kapten Arab dipegang oleh Said Hasan bin Idroes Al Habesi.
Dilansir dari FB Majelis Taklim Miftahus Surur, asal muasal etnik Arab di Kalimantan Selatan dari silsilah keturunan Sayid Muhammad Maula Aidid (Muhammad bib Ali Shahib Al-Hauthoh ( 1334-1442 M) datang dari Aceh datang ke Banjar Kalimantan Selatan pada penghujung abad ke-16.
Sayid Jalaluddin adalah anak Sayid Muhammad Wahid (Aceh) dan Syarifah Halisyah. Jalaluddin beristri Tamami putri Sultan Abdul Kadir Alaudin di Banjar (di kerajaan Pagatan). Istri Jalaluddin adalah kerabat kerajaan Gowa Tallo.
Karena mempunyai istri yang berasal dari keluarga kerajaan tersebut, Jalaluddin datang ke Gowa Tallo. Sayang, di sana ulama yang merupakan keturunan ke-27 dari Rasulullah ini kurang dipedulikan. Jalaludin kemudian pindah ke Cikoang, Kecamatan Marbo, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, yang kini menjadi basis keluarga Aidid di Makassar.
Selain itu, ada keterangan lain yang menyebutkan bahwa, para Wali Songo (pada zaman kerajaan Demak), dipercaya datang dari Arab ke Nusantara untuk keperluan dakwah menyebarkan agama Islam.
Leluhur Wali Songo adalah Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath yang hijrah dari Hadramaut ke India. Buyut Abdul Malik bernama Jamaludin Husin adalah datuk dari Syarif Hidayatullah (Sunang Gunung Jati di Cirebon).
Garis silsilah para wali lainnya seperti Maulana Malik Ibrahim (Gresik), Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat dan Sunan Bonang tersambung ke nama Jamaludin Husin.
Sejarahnya, dulu dimasa kolonial Belanda, Kelurahan Pasar Lama (Kampung Parit) yang juga dikenal dengan nama Kampung Bugis, dipimpin oleh kepala suku Bugis, yaitu Daing Makarauw (tahun 1843) dan Pambakal Kamal (tahun 1861).
Tak heran, jika sekarang di Jalan Sulawesi, Kelurahan Pasar Lama ini masih ada nama gang, yaitu Gang Pare-Pare, Gang Kendari, Gang Palopo.
Tambah Atraksi
3 A yaitu akses, amenitas dan atraksi menjadi andalan satu obyek wisata untuk menjaring tamu. Oleh karena itu Rina berharap Pokdarwis yang dipimpinnya juga bisa menambah atraksi seperti bermain sepeda air atau menjadikan anak sungai Martapura yaitu Sungai Miyai sebagai Sungai Chao Phraya, Thailand.
Dia juga ingin membuat suasana Padang Pasir lebih kental dengan melukis dinding-dinding di bawah jembatan dan menyiapkan properti foto seperti topi Aladin, misalnya.
Sungai Chao Phraya atau disebut juga Menam Chao Phraya adalah sungai terpanjang dan terpenting di negara Thailand. Panjang nya 372 kilometer mengalir dari utara Thailand menuju Teluk Thailand ( Teluk Siam ) di selatan.
Wilayah sungai ini disebut “The East Venesia” atau “Venesia dari Timur”, karena banyaknya kanal, sampan dan pemukiman rumah di atas sungai ini, mirip seperti kota Venesia di Italia.
Rumah-rumah di Kampung Arab terutama lokasi wisata kuliner Kampung Arab sangat mirip dengan kanal-kanal Chao Phraya. Bahkan lokasi berada dekat pertemuan anak sungai yang terhubung ke sungai besar lainnya seperti Sungai Barito dan sungai besar Martapura.
Anak Sungai Miyai belakang Cafe R yang dilewati dengan perahu klotok ini merupakan sungai penting yang jadi tulang punggung transportasi penduduk di sekitar melalui kanal-kanal yang ada.
Kanal-kanal tersebut terhubung ke kampung-kampung hingga Kota Banjarmasin ini dijuluki sebagai kota Seribu Sungai. Saat kami duduk santai di tepi bantara sungai memang asyik melihat lalu lalang perahu kelotok membawa buah-buahan maupun hasil bumi seperti labu kuning yang ditata diatas perahu untuk dijual.
Akses sungai dan hal lain yang bisa didapatkan pengunjung di kawasan tersebut adalah kemudahan akses transportasi darat maupun sungai. Makanya tak heran, setiap hari Jumat, ratusan orang masyarakat dari berbagai penjuru kota datang mengunjungi kawasan wisata Arabian Food tersebut.
Tak hanya itu, para pejabat seperti Camat, Danramil, dan Kapolsek Banjarmasin Tengah yang hadir saat pembukaan Arabian Food sampai kini masih kerap datang. Terutama Walikota Banjarmasin, Ibnu Sina yang rajin bersepeda lalu duduk menikmati suasana sungai yang membelah kampung Arab.
Rina mengatakan bukan hal mudah membuka daya tarik kuliner Arabian Food dan menerapkan Sapta Pesona karena dia harus berhadapan dengan beragam masyarakat termasuk merangkul preman dan menghilangkan kebiasaan buruk yang ada di tengah masyarakat.
” Perlu kesabaran dan 17 warga yang mengisi dengan kuliner khas Timur Tengah ini juga harus bisa bekerja sama dan berbagi dengan Pokdarwis Karindangan sehingga wisatawan betah berkunjung,”.
Leadership kekeluargaan sehari-hari juga dibuktikan oleh Rina untuk mengisi menu masakan di Cafe R miliknya sehingga dia cukup menyediakan minuman, sementara komunitas lainnya mengisi menu makanannya.
” Kalau ada Pasar Wadai Ramadhan, biasanya komunitas ibu-ibu Kampung Arab ini juga rajin mengisi sehingga dengan adanya Arabian Food mereka bisa berjualan tanpa harus menunggu bulan puasa karena dengan dibukanya wisata kuliner tersebut bisa meningkatkan penghasilan warga Kota Banjarmasin.
Rina berharap Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin serius dalam mengembangkan kawasan wisata baru yang dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) karena itu dia ingin ada bantuan perahu klotok untuk pengunjung dengan mengenakan Tanggui, topi lebar khas Kalsel sehingga bisa menjadi atraksi untuk swa foto.
” Untuk tahun 2021, kami harapkan bantuan CSR berupa perahu klotok dan sepeda air. Kalau perlu para pedagang kue di dalam perahu berjualan di anak sungai sehingga Pasar Terapung yang sudah mulai menghilang bisa berjualan di tempat kami,” kata Rina.
Di sisi lain dia harus meningkatkan kesadaran warga untuk ikut bergerak dan menjaga agar kawasan tersebut dapat menarik dan aman dikunjungi wisatawan .
“Jadi setelah COVID-19 berakhir Pokdarwis Karindangan bisa sukses menarik banyak wisatawan lokal dan internasional untuk datang berkunjung ke tempat wisata yang kami kelola,” kata Rina mengakhiri obrolan.