BATANG, Jateng, bisniswisata.co.id: Kurang dari 30 menit sejak meninggalkan stasiun kereta api Pekalongan, mini bis yang saya tumpangi tiba di Galery & Workshop Batik Rifaiyah di Desa Kalipucang Wetan, Batang.
Bangunan sederhana diapit sawah ini rupanya bantuan Badan Ekonomi Kreatif Tahun 2017 dan diresmikan oleh Ketua Barekraf Triawan Munaf. Untungnya sudah ada pendingin ruangan sehingga begitu masuk langsung menghirup udara sejuk di tengah sinar terik mentari siang hari.
Wow…jejeran rangkaian kain batik yang dipajang didominasi warna-warna tanah merah kecoklatan, hitam, biru tua penuh dengan cecek ( titik) di seluruh kain. Meski hanya menjadi penikmat batik, saya langsung terkagum dengan para pembuatnya.

“ Satu kain batik saja pembuatannya bisa selama enam bulan atau setengah tahun. Harga berkisar Rp 1,5 juta -Rp 3 juta bahkan lebih,” kata Miftakhutin (40 tahun), salah satu pembatik yang sudah menekuni hobinya selama 30 tahun.
Wanita yang akrab dipanggil Utin ini mengatakan batik Rifaiyah ini mulanya diajarkan oleh KH A Rifai, perajin batik dari komunitas santri Rifai. “Motif disini tdk ada ditempat lain, kami ambil spirit pak Rifai ke dalam kain tersebut “, ungkap Utin
Seiring perubahan jaman, tak banyak lagi masyarakat yang mau membatik sehingga di daerah Kalipucang, Maliwejang, Batang ini hanya galery dan workshop ini satu-satunya yang masih eksis.
Padahal dulu anak-anak yang tidak nyantri maka harus membatik untuk melestarikan budaya leluhur. Utin sejak 1990 pilih menekuni batik dan tidak ikut masuk pesantren ( santri).
Workshop menghimpun sedikitnta 100 perajin tapi yang aktif sekitar 70 orang saja. Kalangan muda di desa sudah tidak mau membatik karena prosesnya lama. Padahal banyak motif pakem yang harus diselamatkan.
“Sedikitnya ada 24 motif pakem yg tidak bisa diubah-ubah.Pemasaran untuk semua kalangan dan kami tampil di Inacraft yang baru lalu,”
Pemerintah memberikan perhatian dengan memberikan pembinaan, pelatihan dan akses pameran sehingga ke singapura, Laos, dan Jepang.
Memenuhi permintaan negara lain maka motif disesuaikan dengan tempat negaranya, misalnya China dominasi warna merah. Ada pula motif dengan perpaduan akulturasi
Belanda, Eropa (motif rendanya), dan China (warna merahnya).
Perjalanan dilanjutkan ke pantai
Sigandu untuk makan siang di restoran Aloha persis di tepi pantai. Suguhan seafood dan minuman kelapa muda memang membuat perut kenyang tapi untunglah tak sempat menguap panjang karena panitia langsung mengajak ke pantai sebelah.

Hanya 200 meteran tibalah di Batang Dolphin Center Unit Taman Safari Indonesia. Batang Dolphin Center atau sering juga dikenal dengan sebutan (BDC) ini terletak di dalam kawasan pantai Sigandu, Batang, Jawa Tengah.
Tampak luar dari bangunan bagian depan adalah berbentuk kapal. Batang Dolphins Center tidak hanya sebagai tempat wisata saja, tetapi juga sebagai penangkaran atau konservasi semua satwa yang ada di dalamnya.
BDC masuk ke dalam unit Taman Safari Indonesia dan juga bekerjasama dengan Badan Konservasi Sumber Daya Alam. Sayangnya abrasi pantai dalam 5 tahun terakhir mencapai 200 meter sehingga membuat pengelola tidak bisa mengembangkan lahan yang sudah segaris pantai.
Batang Dolphins Center telah menangkarkan lumba-lumba.Di bagian lain dari kawasan ini terdapat kebun binatang mini yang disebut Mini Safari. Seperti sebuah kebun binatang pada umumnya, di tempat ini terdapat berbagai jenis binatang seperti macan tutul, beruang madu, zebra, waterbuck, lama, burung emu, dan lain lain.
Salah satu daya tarik yang terdapat di kawasan ini adalah kolam lumba-lumba. Pertunjukkan lumba-lumba hanya dilakukan pada jam-jam tertentu. Jika pengunjung datang saat tidak ada pertunjukkan, pengunjung tetap dapat melihat lumba-lumba dari samping kolam.
Selain itu, juga terdapat arena bermain anak-anak. DBC dilengkapi dengan sebuah restoran yang berada tepat di samping kolam lumba-lumba. Serta sebuah kolam berisi penyu tampayan banyak dikelilingi anak-anak Taman Kanak-kanak yang datang berombongan dengan guru dan orangtua.

Masih seputar pantai, kami menghabiskan waktu dan melipir sejenak ke Pantai Ujung Negoro yang terletak persis di Desa Ujung Negoro, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang.
Terletak kurang lebih 5 kilometer dari Jalan Pantura, pantai ini masih segaris dengan Pantai Sigandu. Jadi saat mudik Lebaran nanti para pemudik bisa rehat lihat dolphin atau ke Ujung Negoro.
Pantai Ujung Negoro sendiri terlihat bersih dan enak buat jalan-jalan, serta pas dijadikan tempat singgah menghabiskan waktu. Pasirnya berwarna cokelat dan tentu khas dari pantai utara Jawa.
Terlihat di kanan dan kiri pantai adalah perbukitan. Karang-karang dan berbatuan menonjol di sudut-sudut pantai. Namun inilah keunikan Pantai Ujung Negoro.
Ada tulisan besar B A T A N G yang ikonik dan berwarna-warni di pantai ini. Lokasi itulah yang sering digunakan untuk berfoto dan bahkan untuk foto pre-wedding. Ada pula para warga lokal yang memancing di karang-karang ini.
Pantai Ujung Negoro menjadi destinasi utama bagi para pelancong Batang dan sekitarnya. Jika memasuki libur akhir pekan atau lebaran, pantai ini penuh dengan lautan manusia.
Di pantai ini pula kita dapat membeli ikan asin dan terasi udang dari nelayan lokal. Ada juga udang rebon, cumi-cumi besar yang dikeringkan. Jika Anda mudik ke Batang dan sekitarnya jangan lupa melipir ke sini ya soalnya mushola dan toilet serta kondisi pantai juga relatif bersih dibandingkan pantai lainnya.
Ombak yang ada tidak terlalu besar, merupakan salah satu ciri ombak pantai di utara pulau jawa sehingga cukup aman untuk berenang di pantai, namun pengunjung harus tetap waspada, terutama yang membawa anak kecil agar tidak berenang terlalu ketengah.

Melewati ikon tulisan B A T AN G Dibagian sisi kanan pantai, terdapat tebing berbatu yang berdiri kokoh. Untuk menuju ke atas tebing pihak pengelola sudah menyediakan jalan setapak agar memudahkan pengujung untuk mendaki.
Di balik tebing saya mendapat informasi ternyata di dekat lokasi pantai ini akan dibangun instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang dengan bagan baku batu bara. Entah sudah sampai mana, yang jelas saya teringat rencana pembangunan PLTU ini memang sempat menjadi polemik nasional beberapa tahun lalu.
Ternyata dibagian sisi lain tebing terdapat gua yang ukurannya tidak begitu besar, gua tersebut adalah Gua Aswatama, dan dipuncak bukit terdapat makam peninggalan Syeikh Maulana Maghribi, salah satu pasukan dari Persia yang menyebarkan agama Islam pada abad 16 yang mendarat di sini.
Ada juga sumur unik yang terdapat di pantai Ujung Negoro, sumur ini adalah sumur air tawar. Cukup aneh memang, karena letaknya yang tidak begitu jauh dari bibir pantai, hanya sekitar beberapa meter namun airnya tawar.
Kabarnya, makam ini selalu ramai dikunjungi setiap malam 15 sapar (penanggalan jawa). Yang jelas, selain wisata rekreasi, Pantai Ujung Negoro ini ternyata juga bisa termasuk destinasi wisata religi.
Setelah melewati Sunset di pantai ini, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, Kab Batang, Wahyu Budi Santoso mengingatkan untuk berangkat ke Pagilaran, sekitar satu jam naik ke daerah pegunungan.

Dari bibir pantai satu jam kemudian kami sudah berada di kegelapan malam menuju perkebunan teh Pagilaran yang dirintis
seorang warga negara berkebangsaan Belanda bernama E. Blink pada tahun 1840.
Dia membuka tanah hutan di daerah Pagilaran kemudian ditanami dengan tanaman kina dan kopi. Ternyata hasil yang diperoleh kurang menggembirakan hingga akhirnya sampai sekarang ditanami pohon teh dan coklat.
Wisata Kebun Teh Pagilaran merupakan wisata alam yang menyuguhkan pemandangan perkebunan teh dengan udara yang sejuk. Aktivitas di malam hari selain pembagian kamar untuk menginap semalam, makan malam bersama Dirut PT Pagilaran Rahmat Gunadi dan jajarannya serta menyaksikan atraksi kesenian Tari Petik Teh dan lagu-lagu campursari.
Pusjiastuti Eri Susanti (48), pelatih sanggar pagilaran mengatakan tari petik teh dibawakan oleh masyarakat lokal pagilaran, sesuai lingkungan anak dari perkebunan teh. Jadi anak anak akan menghayati pekerjaan disini.
Gerakan2 yang dilakukann ialah gerakan memetik teh. Setelah dapat tehnya diangkat laki laki ke gendongan wanita sebagai kerjasama dan kerukunan masyarakat di sini.
Khusus tari petik teh ini mengikuti festival internasional borobudur, tahun 2017 di Magelang. Spesial sebagai pembukaan festival bersanding dengan perwakilan negara negara lain seperti Jepang.
“Sekali tampil melibatkan 5 sampai 50 orng sekali tampil pada saat kegiatan kegiatan pentas sekolahan,” kata Eri.
Udara dingin menggigit tulang dan mata mengantuk karena hari sudah pukul 00.30 membuat kami serentak pulang ke wisma yang dikelilingi kebun teh. Besok pagi sudah terbayang pemandangan indah perkebunan.