NEW YORK, bisniswisata.co.id: Media wisata asal Amerika Serikat, Fodor’s Travel meluncurkan daftar destinasi untuk dikunjungi dan lebih baik dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi pada 2020. Menariknya dalam daftar destinasi yang lebih baik dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi pada 2020 atau No List, Fodor’s Travel mencantumkan Bali sebagai salah satu destinasi dalam daftar tersebut.
“Bali, pulau yang paling banyak dikunjungi di Indonesia telah menderita efek pariwisata massal dalam beberapa tahun terakhir, sampai pemerintah menarik pajak turis untuk membantu memerangi efek (pariwisata massal) terhadap lingkungan,” dikutip dari situs Fodors.com.
Fodor’s Travel menyebutkan Bali pada 2017 dideklarasikan sebagai kawasan darurat sampah, lantaran terlalu banyak sampah plastik di pantai dan perairan. “Badan Lingkungan Hidup Bali mencatat bahwa pulau itu menghasilkan 3.800 ton sampah setiap hari, dengan hanya 60 persen berakhir di tempat pembuangan sampah. Sebuah pengamatan yang jelas bagi siapa pun yang mengunjungi pulau itu,” tulis Fodor’s Travel.
Hal lain yang menjadi fokus Fodor’s Travel adalah kelangkaan air bersih di Bali karena pembangunan vila dan lapangan golf yang berdampak pada petani lokal. Juga perilaku turis yang tidak senonoh terutama di kawasan suci pusat peribadatan, membuat pihak berwenang di Bali berupaya membuat peraturan dan pedoman.
“Wisatawan yang mengunjungi situs-situs keagamaan dengan mengenakan pakaian renang, memanjat situs-situs suci, dan umumnya tidak menghormati adat dan norma budaya,” tulis Fodor’s Travel.
Selain Bali, destinasi lain di Indonesia yang masuk dalam daftar No List atau lebih baik dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi pada 2020 adalah Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur. Jika di Bali Fodor’s Travel berfokus pada dampak lingkungan dari pariwisata massal, beda cerita dengan Pulau Komodo.
Fodor’s Travel mengamati Pulau Komodo sebagai destinasi dengan harga wisata yang terlalu murah dan patut menaikan pajak turis untuk kelestarian hewan langka. “Pemangku kebijakan di Indonesia pada awalnya berencana untuk menutup Pulau Komodo selama satu tahun dari Januari 2020 tetapi membatalkan inisiatif setelah menentukan bahwa komodo yang hidup di sana tidak terancam oleh campur tangan wisatawan terhadap perilaku dan habitat mereka,” tulis Fodor’s Travel.
Menurut Fodor’s Travel saat ini UNESCO sedang mengawasi pemerintah Indonesia, terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pengelolaan Taman Nasional Komodo. Meskipun menulis keterangan pemerintah Indonesia sedang membahas pemberlakuan pajak turis dan pembatasan jumlah pengunjung ke Pulau Komodo, Fodor’s Travel tetap mengajak turis untuk mempertimbangkan kunjungan ke sana
Selain Bali dan Komodo masih ada destinasi terkenal lain di dunia yang tidak disarankan oleh Fodor’s Travel untuk dikunjungi pada 2020. Destinasi terebut seperti Angkor Wat di Kamboja, Hanoi Train Street atau jalur kereta di Hanoi, Vietnam, Barcelona di Spanyol, dan Big Sur di California. No List atau daftar destinasi lebih baik dipertimbangkan untuk tidak dikunjungi dari Fodor’s Travel berfokus pada isu lingkungan, etika, dan terkadang politik.
Juga ada Kepulauan Galapagos yang disorot oleh Fodor’s Travel dengan permasalahan hampir mirip. Pajak turis di Galapagos dinilai terlalu murah dan tidak naik selama 20 tahun. Pajak turis yang terlalu murah dinilai tidak akan mengurangi dampak pariwisata massal.
Banyaknya kunjungan wisatawan ditakutkan akan berpengaruh pada kelestarian hewan langka seperti komodo di Pulau Komodo dan dan kura-kura terbesar di dunia yang ada di Kepulauan Galapagos. “Dengan keunikan dan keistimewaan dari pulau-pulau ini. memanfaatkan pariwisata sebagai potensi uang memang masuk akal. Namun apakah kamu semua harus pergi ke sana?”
Seberapa jauh pemerintah dan komunitas lokal berupaya menjaga destinasinya, menurut Fodor’s Travel patut diperhatikan oleh setiap turis. Hal tersebut juga dinilai lebih penting ketimbang menandai daftar impian petualangan.
Masih banyak destinasi lain terkenal di dunia yang masuk daftar No List dari Fodor’s Travel untuk 2020. Fodor’s Travel adalah media wisata yang berawal dari buku panduan wisata dengan cikal bakal berawal pada 1936 di London, Inggris. Pada 1949 buku panduan wisata modern Fodor’s Travel diproduksi di Perancis.
Pada 1996 situs resmi Fodor’s Travel dibuat dan pada 2016 situs ini diakuisisi oleh perusahaan internet di California, Amerika Serikat.
“Untuk tahun ini, seperti yang kami lakukan tiap tahun kami fokus pada destinasi dan isu yang membuat kita beristirahat sejenak. Masalah-masalah yang mendasarinya adalah masalah-masalah yang akan kita hadapi satu dekade mendatang,” tulis Fodor’s Travel.
Di akhir dituliskan bahwa keputusan diserahkan kepada pembaca, karena pembaca yang merencanakan perjalanan sendiri. “Oleh karena itu yang ditampilkan dalam No List bukan daftar terlarang. Sebaliknya ini adalah janji ketika kita benar-benar membahas tujuan yang disebutkan di sini, di tempat yang menakjubkan, kita akan berwisata dengan bertanggung jawab,” tulis Fodor’s Travel.
Meningkat
Ditempat terpisah, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dari sejumlah negara ke Bali mengalami peningkatan sepanjang tahun 2019 dibandingkan periode yang sama tahun 2018. Kunjungan wisatawan Australia ke Bali meningkat menjadi 118.556 kunjungan selama 2019, dibandingkan dengan periode yang sama 2018 yang tercatat 104.010 kunjungan, baik melalui jalur penerbangan maupun laut.
Tiga negara lain yang kunjungannya mulai meningkat yaitu Perancis menjadi 35.942, Jepang menjadi 33.474, dan Inggris menjadi 31.265. Kunjungan wisatawan asal Tiongkok menurun dari 136.424 pada 2018 menjadi 109.028 pada 2019. “Pariwisata di Bali menunjukkan isyarat perbaikan dari pelemahan sejak Agustus 2018 di mana beberapa indikator pariwisata melambat sampai dengan Juli 2019,” kata Kepala BPS Provinsi Bali, Adi Nugroho seperti dikutip dari Antara.
Menurut Adi, isyarat perlambatan kunjungan wisatawan mancanegara itu masih dirasakan. Namun untuk indikator Agustus 2019, isyarat itu mulai membaik dan ada perbaikan untuk ke depan.
Adi memperkirakan penurunan kunjungan wisatawan asing pada 2018 disebabkan perang dagang internasional yang ikut menyumbang berkurangnya minat berwisata. “Karena alasan itu, daya beli terganggu dan selera untuk bersenang-senang juga terganggu,” kata Adi. Menurut Adi, pengaruh tarif penerbangan nasional yang saat ini belum kembali ke situasi bagus juga mungkin menjadi penyebab turunnya minat berwisata.
“Bukan mustahil juga pembangunan destinasi wisata selain Bali juga menjadi pertimbangan kunjungan wisatawan, sehingga sebagian wisatawan yang dulu mengarah ke Bali sekarang mencoba destinasi lain,” ucapnya.
Selain itu, menurut Adi, adanya travel advice juga mempengaruhi kedatangan wisatawan asing khususnya Australia. “Beberapa negara yang salah satu yang kami dengar Australia memberikan travel advice untuk berhati-hati mengunjungi Indonesia karena konon mereka mengkhawatirkan tentang UU yang sempat menimbulkan gejolak itu,” ucap Adi.
Ditambahkan, pemerintah Australia menasehati masyarakatnya berhati-hati untuk berkunjung ke Indonesia lantaran rencana Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Ia memperkirakan rencana RKUHP berdampak pada kunjungan wisatawan Australia. (ndy/Fodors.com/ant)