JAKARTA, bisniswisata.co.id: Mantan Menteri Pariwisata (Menpar) Mari Elka Pangestu menilai wabah virus Corona asal China akan menekan kinerja industri pariwisata hingga perdagangan dunia. Pasalnya, larangan perjalanan sudah mulai digencarkan oleh beberapa negara bagi penduduk yang ingin menuju dan kembali dari China.
“Saat ini sudah terdampak ke pariwisata, karena mereka intinya susah keluar dan negara yang menerima juga sangat ketat terhadap hal ini. Yang jelas, Bali sudah kena dampak dari berkurangnya jumlah wisatawan mancanegara dari China,” papar
Menteri Pariwisata kabinet Indonesia Bersatu II saat peluncuran Laporan Pembangunan Dunia (WDR) di Jakarta, Selasa, 28 Januari 2020.
Mari Elka mulai 1 Maret 2020 menjadi Direktur Pelaksana, Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan Bank Dunia melanjutkan
imbas lain dari virus yang mematikan itu, dengan penghentian sementara rute penerbangan dari dan ke Wuhan, daerah yang pertama teridentifikasi virus corona, oleh maskapai domestik.
Mari Elka juga mantan Menteri Perdagangan belum bisa memperkirakan seberapa besar dampak wabah virus Corona terhadap jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dari China ke Indonesia. Sementara menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), China sejatinya merupakan salah satu negara penyumbang utama wisatawan mancanegara bagi Indonesia.
Tercatat, kunjungan wisatawan China ke Indonesia setidaknya mencapai 1,91 juta pada Januari-November 2019. Sedangkan pada Januari-Desember 2018, jumlah kunjungan wisatawan China mencapai 2,13 juta.
Kendati begitu, menurut Mari, wabah virus Corona kemungkinan tidak mengganggu kunjungan wisatawan dari negara lain. Khususnya, bila pemerintah terus berupaya mengantisipasi dan memitigasi wabah virus Corona agar tidak benar-benar masuk ke Tanah Air.
“Selama Indonesia punya detection yang bisa deteksi suhu apakah orang itu terkena atau tidak, jadi ada control border,” ungkapnya seperti dilansir laman CNNIndonesia, Rabu (29/01/2020).
Sementara dari sisi perdagangan, Mari mengatakan sektor ini bisa tertekan juga bila wabah virus Corona berlangsung secara terus menerus dalam beberapa waktu ke depan. Sebab, isolasi Wuhan, kota asal virus Corona lama kelamaan akan mengalami gangguan peredaran arus barang di kota itu.
Bahkan, bisa mempengaruhi arus barang di China yang kemudian merembet ke negara-negara lain. Mari mengatakan proyeksi ini mengacu pada wabah virus SARS yang sebelumnya juga pernah menyerang dunia dan masif di China.
“Mudah-mudahan tidak terjadi karena waktu SARS itu orang tidak bisa datang untuk bisnis, dagang, investasi, dan menyetop arus barang, kemudian beralih ke sumber lain dan sempat memukul China. Kalau China terkena slow down, itu akan kena ke Indonesia juga, seperti waktu SARS,” terangnya.
Menurut Mari, bila perdagangan tertekan, sektor komoditas yang paling pertama berpotensi terkena imbas adalah batu bara dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oils/CPO).
Kendati begitu, Mari mengaku masih cukup optimis bahwa wabah virus Corona tidak akan sampai separah SARS dulu. “Karena saya rasa China sudah belajar dari pengalaman SARS, jadi saat ini mereka mempercepat respons dan sangat transparan,” tuturnya.
Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengonfirmasi jumlah kasus infeksi virus corona tipe baru (2019-nCov) bertambah menjadi 2.798 secara global per 27 Januari 2020.
Di Cina, termasuk Hong Kong, Makau, dan Taipei, menurut WHO, ada 2.741 kasus positif dan 5.794 kasus dugaan infeksi virus corona baru serta 461 yang sakit parah dan 131 orang yang meninggal dunia. Virus Corona memiliki indikasi flu berkepanjangan dengan deman tinggi. Virus ini pertama kali diketahui di Wuhan, China pada akhir tahun lalu.
Virus sendiri tidak hanya bersemayam di Wuhan, namun sudah menyebar ke sejumlah negara. Mulai dari Taiwan, Nepal, Jepang, Korea Selatan, Kamboja, Sri Lanka, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, Australia, Amerika Serikat, Kanada, hingga Prancis. (*)