TUNIS, bisniswisata.co.id: Di tengah gurun pasir Tunisia, hentakan bass dan sorotan sinar laser terdengar. Gurun pasir yang pernah menjadi lokasi syuting film ‘Star Wars’ ini dipenuhi orang yang tengah asyik menari. Kawanan unta terlihat di kejauhan. Festival musik Dunes Electronique, yang pertama kali diadakan tahun 2014, kembali digelar pada akhir pekan lalu setelah vakum.
Festival ini menandai kembalinya kegembiraan dan kemeriahan juga menghidupkan kembali dunia pariwisata Tunisia setelah tiga tahun mengalami keheningan, menyusul beberapa serangan jihad mematikan di negara Afrika Utara yang juga memukul sektor pariwisata Tunisia dengan parah.
Sebagai tanda meningkatnya daya tarik wisata di kawasan Sahara Tunisia, lebih dari 20 DJ internasional dan lokal serta ribuan orang bersuka ria berkumpul di Gurun Ong Jmal untuk berpesta selama dua hari. “Kami sudah mengunjungi Tunis, tapi kali ini kami datang jauh-jauh ke sini untuk festival,” kata Leopold Poignant, seorang mahasiswa berusia 22 tahun dari Paris yang berencana juga mengunjungi kota oasis terdekat, Tozeur, setelah pesta.
Dia mengatakan mereka tertarik oleh DJ seperti Adam Port dan Konstantin Sibold, “tapi kami juga datang untuk pengalaman. Ini adalah lokasi syuting Star Wars, dan berpesta di gurun benar-benar sesuatu yang unik.” sambungnya.
Acara ini diadakan di sekitar lokasi syuting film Star Wars pada 20 tahun yang lalu. Sutradara film George Lucas menjadikan gurun pasir ini sebagai Planet Tatooine. Saat musik dimainkan tanpa henti selama 30 jam, mereka yang tidak menari berdesakan di tenda-tenda nomaden yang ditetapkan sebagai ‘zona santai’ tempat api unggun menghangatkan malam.
Sebagian besar dari 5.000 orang yang bersuka ria adalah penduduk Tunisia, beberapa di antaranya belum pernah mengunjungi daerah itu sebelumnya. “Saya seorang gadis kota, saya tidak suka daerah tradisional ini, tetapi sekarang ada banyak acara di selatan jadi saya akhirnya datang,” kata Zoubeida seperti dilansir AFP, Selasa (19/11/2019).
Tentara dan polisi dikerahkan di sekitar lokasi pesta, yang terletak kurang dari 40 kilometer dari perbatasan Aljazair. Revolusi tahun 2011 yang menggulingkan otokrat lama Zine El Abidine Ben Ali dan serangan jihadis yang menewaskan puluhan wisatawan pada tahun 2015 merupakan pukulan berat bagi sektor pariwisata vital Tunisia.
Meskipun kawasan selatan tidak secara langsung menjadi sasaran dalam serangan itu, kunjungan ke wilayah tersebut ikut berkurang. “Jumlah wisatawan terbanyak sekarang adalah orang Rusia, dan mereka hanya membeli air dalam perjalanan ke padang pasir,” kata Nagga Ramzi, seorang penjaga toko. “Sulit. Tidak ada apa pun di sini selain kurma … dan pariwisata.” sambungnya.
Kebangkitan pariwisata
Bertahun-tahun setelah serangan itu, pariwisata berskala besar telah kembali ke Tunisia dan selatan menjadi tuan rumah semakin banyak kegiatan wisata. Ultra-maraton Sahara, Festival Film Internasional Tozeur dan festival musik Sufi yang disebut Rouhaniyet semuanya telah digelar.
Hotel mulai penuh dan wisatawan mulai bermalam lebih lama. Jumlah pengunjung terus meningkat selama tiga tahun terakhir, menurut komisioner pariwisata Tozeur, Yasser Souf. Untuk 1 Januari-30 Oktober, jumlahnya telah meningkat 27 persen, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019.
Beberapa hotel dibuka kembali, guest house yang lebih kecil telah berlipat ganda dan grup hotel mewah Thailand, Anantara, akan meluncurkan resor bintang lima pada akhir Desember mendatang. Salah Akkoun, seorang pengemudi kereta kuda, berharap wisatawan akan melindungi bisnis lokal dan belajar untuk “meluangkan waktu” selama berada di padang pasir. (ndy/afp)