Keris bisa diusung menjadi produk industri kreatif, seperti batik. Keris adalah intangible heritage asli Indonesia yang telah diakui UNESCO. ( foto : Kemenparekraf)
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Menteri Pariwisata dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio mengatakan pihaknya tengah mendorong lahirnya peraturan/regulasi yang melindungi perkembangan ekonomi kreatif domestik.
“Hal ini untuk menciptakan ekosistem yang kondusif agar produk lokal dapat menjadi pemimpin di pasar negri sendiri. Aektor ekonomi kreatif bisa menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia ke depan, sehingga dibutuhkan peran semua pihak dalam menciptakan ekosistem yang menunjang,” ujarnya, hari ini.
Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang punya potensi besar dalam bisnis ekonomi kreatif. Untuk itu Indonesia harus mengambil peran, terlebih PBB telah menyetujui tahun 2021 sebagai “International Year of Creative Economy for Sustainable Development” dimana Indonesia menjadi inisiator dalam resolusi tersebut.
Tidak kalah penting adalah transfer pengetahuan dan kemampuan untuk pelaku kreatif di Indonesia. Saat ini pelaku industri ekonomi kreatif di dunia sudah banyak yang memanfaatkan analisis big data serta _artificial intelligence_ sehingga bisa memprediksi selera dan kemauan pasar. Juga melakukan produksi secara presisi dari sisi jumlah dan waktu.
Whisnutama juga menekankan pentingnya mengembangkan bibit unggul entrepreneur ekonomi digital di kalangan milenial dalam menciptakan karya kreatif. Sebagai tahap awal, ke depan akan dibangun _creative hub_ di 5 destinasi super prioritas; Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
Creative hub sebagai ruang berkreasi bagi masyarakat lokal setempat itu sekaligus akan menjadi media dalam menciptakan kemandirian ekonomi daerah. “Lokasi ini akan digunakan untuk memaksimalkan potensi masyarakat seperti workshop, showcase, weekly creative event, dan sebagainya,”
Tempat itu untuk menghadirkan program mentoring dan business matching berkelanjutan untuk wirausaha muda ekonomi kreatif. Dengan program- program inkubasi terpadu, ditargetkan akan lahir banyak karya-karya ekonomi kreatif terobosan untuk kebutuhan pasar yang kekinian.
Sebanyak 17 subsektor ekonomi kreatif yang dimiliki Indonesia yakni; arsitektur, desain interior, desain-komunikasi-visual (DKV), desain produk, fashion, film-animasi-video, fotografi periklanan, kerajinan (kriya), kuliner, musik, aplikasi, pengembangan permainan, penerbitan, periklanan, tv dan radio, seni pertunjukkan, dan seni rupa.
“Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang diperhitungkan dalam bisnis ekonomi kreatif di tingkat dunia,” kata Wishnutama.
Di tahun 2019, 17 subsektor ekonomi kreatif memberi kontribusi besar dalam perekonomian tanah air. Berdasarkan data yang dihimpun dalam OPUS Ekonomi Kreatif tahun 2019, kontribusinya sebesar Rp 1105 triliun terhadap PDB nasional, yang membuat Indonesia berada di posisi ketiga setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan dalam jumlah kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB negara.
Diperkirakan kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian nasional di tahun ini meningkat 7.44 persen. Tidak sampai di situ, produk ekonomi kreatif nasional juga memiliki jumlah ekspor yang tinggi.
Di tahun 2017 jumlahnya mencapai angka 20.50 miliar dolar AS. Sektor ekonomi kreatif juga memiliki serapan tenaga kerja yang tinggi, mencapai angka 17 juta orang di tahun 2019.
“Jumlah tenaga kerja kita sangat banyak dibandingkan dengan tenaga kerja di regional yang lain. Sebagai perbandingan, Amerika Serikat dengan 4,7 juta pekerja mampu menghasilkan 20 miliar dolar AS. Sudah sepatutnya kita bisa mengambil potensi ini dengan baik,” kata Wishnutama.
Meski berkembang signifikan, Wishnutama mengakui ada ‘pekerjaan rumah’ dalam mengembangkan ekonomi kreatif tanah air. Oleh karena itu dia mendorongnya regulasi maupun ekosistem dalam menghadapi persaingan global di era Revolusi Industri 4.0.
Saat ini perbandingan jumlah produk kreatif lokal dengan impor di market place masih tidak seimbang. Di layanan e-commerce Indonesia saat ini, 70 persen diisi produk ekonomi kreatif dari luar negeri sedangkan ekonomi kreatif lokal hanya mengisi tidak lebih dari 10 persen. Hal serupa juga terjadi untuk pasar offline.