Reporter bisniswisata.co.id, Arum Suci Sekarwangi mendapat undangan Famtrip ke Kabupaten Garut, Jawa Barat dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Ekraf dari 28 – 30 Oktober 2020 bertepatan dengan libur bersama yang ditetapkan pemerintah berkaitan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Berikut laporan ke lima.
GARUT, bisniswisata.co.id: Puas menikmati sarapan di tempat makan yang sudah melegenda di Garut, saatnya melancong ke tempat wisata yang hits yaitu Kamojang Ecopark, wisata ala drama Korea, Winter Sonata karena di tempat ketinggian ini dipenuhi pohon pinus seperti lokasi shooting film itu.
Destinasi wisata yang terbilang baru ini berada di perbatasan antara Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung. Lokasinya berada di pegunungan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Kamojang.
Lantaran berada di ketinggian, sudah barang tentu udara cukup dingin. Dalam waktu tertentu kabut turun menyelimuti destinasi wisata yang dibuka untuk umum pada dua tahun lalu itu.
Counter tiket berupa kontainer dan Kamojang Ecopark yang berada di ketinggian dengan udara sejuk ini menawarkan ragam spot selfie Instagrammable yang menjadi kebutuhan baru wisatawan di era digital ini.
Setibanya disana rombongan Famtrip Kemenparekraf disambut dengan pertunjukan kesenian Raja Dogar, salah satu pertunjukkan seni khas Garut yang telah pentas di Istana Negara dalam acara Kemilau Nusantara dan bahkan sudah pentas hingga luar negeri.
Pak Entis selaku pendiri kesenian Raja Dogar mengatakan saat ini seni pertunjukkan yang didirikan pada 18 Desember 2005 ini sudah sampai ke 6 ggenerasi.Pertunjukannya mirip barongsai hanya bentuknya dimba Garut. Tiap ‘domba’ berisi dua orang pemain juga.
Puas dengan pertunjukkan Raja Dogar, kami langsung berburu foto di beberapa spot selfie yang ada disana. Terdapat beberapa spot foto yang instagramable di Kamojang Ecopark sehingga tak heran banyak sekali kaum milenial datang kesini baik dari dalam maupun luar kota untuk berswafoto.
Pemandangan alam yang disuguhkan di tempat wisata yang baru dibuka di awal tahun 2018 ini juga sangat cantik. Sayang untuk beberapa spot sudah perlu perbaikan karena kurang perawatan ditambah lagi tantangan cuaca dan udara terbuka sehingga ada kerusakan kecil yang harus diwaspadai oleh pengelola maupun pengunjung.
Untuk masuk ke tempat wisata ini pengunjung perlu mengeluarkan biaya sebesar Rp 15.000 per orang. Di beberapa spot foto favorit, pengelola sudah menyediakan fotografer yang siap memotret dengan angle yg ciamik, pengelola menarik biaya Rp 5000 per foto.
Sebut saja misalnya gardu pandang seperti jembatan dengan pemandangan lembah hijau berkabut. Ada pula sepeda gantung, exstrem swing dan ayunan di pinggir tebing, lalu ada penyewaan ATV, Flying Fox dan berbagai fasilitas lainnya.
Di Kamojang Ecopark juga terdapat replika balon udara raksasa yang bisa kita naiki. Warna jingga balon udara menambah cantik foto kita di tengah hijaunya suasana hutan pinus.
Nah daya tarik utama dari tempat ini adalah area hutan pinus yang tertata rapi. Banyak wisatawan yang menyebutnya mirip seperti dengan salah satu scene drama korea yang terkenal: Winter Sonata
Kamojang Ecopark juga memiliki taman bunga matahari yang tak kalah sedap di pandang mata. Hamparan bunga berwarna kuning itu sudah barang tentu menambah foto yang kita ambil di sini semakin menarik.
Di Kamojang Ecopark ada beberapa fasilitas unggulan lainnya seperti rumah makan yang nuansanya seperti rumah pohon terbuat dari kayu. Ada pula semacam amphitheater. Untuk kenangan lainnya silahkan berfoto ala putri Jepang karena pengunjung bisa juga menyewa kimono untuk sekadar mengabadikannya dan diunggah ke media sosial.
Charlie Chaplin
Charlie Chaplin adalah seorang seniman legendaris dunia. Tak hanya dikenal sebagai komedian, ia juga seorang aktor, sutradara, penulis cerita dan penata musik. Siapa sangka pria yang pernah meraih penghargaan Academy Award atau Oscar ini pernah berkunjung ke Garut, Indonesia bahkan sampai dua kali dalam waktu cukup lama.
Pria asal Inggris ini berjaya di era film bisu di awal era 1900-an ini pertama datang pada 1927. Lalu pada 1932, ia datang lagi Garut bersama kakaknya Sydney Chaplin.
Dalam film dokumentasi kunjungannya terlihat, setiba di Stasiun Cibatu, Chaplin disambut antusias warga, termasuk santri dan pelajar. Komedian yang dikenal dengan potongan kumis ala Adolf Hitler ini membalas sambutan itu dengan hangat seperti dilansir dari akun Instagram @album sejarah
Chaplin menjuluki Garut sebagai Swiss van Java. Saat itu para pemilik perkebunan di tanah Priangan memang kerap berwisata ke Garut dengan naik kereta api lalu dijemput lebih dari selusin sedan taksi dan limousine tua milik hotel parkir di pelataran stasiun untuk menjemput tamu-tamu penting yang akan bertamasya dan liburan di Garut.
Selain Garut, Chaplin mengunjungi Situ Cangkuang dan kemudian ke Candi Borobudur, Jawa Tengah. Lalu, ia berkunjung ke Bali pada 4 April -17 April 1932 bersama Sydney.
Aneh juga jika selama ini Pemkab Garut tidak pernah memasarkan dengan baik potensi wisata alam dan sejarahnya yang sudah dikunjungi tokoh dunia.
Apalagi adanya pandemi Covid-19 yang melanda, berdampak krisis pada segala sektor kehidupan, salah satu yang paling terdampak krisis akibat pandemi adalah sektor pariwisata.
Oleh karena itu segala upaya dilakukan oleh pemerintah untuk memulihkannya, salah satunya dengan membuka kembali beberapa destinasi wisata unggulan, dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Beragam macam destinasi wisata mulai dari gunung hingga pantai dimiliki oleh Garut. Garut memiliki potensi yang besar untuk mendapat kunjungan wisatawan dengan jumlah yang tinggi apalagi akses tol dari ibukota hanya 4 jam.
Beruntung dikunjungan kali ini ada Koordinator Pemasaran Pariwisata Regional I Area Kemenparekraf /Baparekraf, Taufik Nurhidayat. Dia menuturkan, Kamojang Ecopark merupakan destinasi unggulan yang cocok untuk semua kalangan, baik anak-anak muda maupun keluarga.
“Tren baru destinasi wisata di tengah digitalisasi adalah spot selfie Instagrammable. Di Kamojang Ecopark ini ada banyak fasilitas spot selfie yang cocok untuk semua kalangan,” kata Taufik yang menggelar Famtrip ini.
Bimtek untuk Pemkab Garut
Famtrip ini diselenggarakan setelah sebelumnyaKemenparekraf/Bapare- kraf menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Teknis Kemitraan Strategi Promosi Pariwisata di Era Adaptasi Kebiasaan Baru di Garut. Bimtek itu dimaksudkan untuk kembali menggairahkan sektor pariwisata di Kabupaten Garut yang terdampak imbas pandemi COVID-19.
Menurutnya, sebagai obyek wisata unggulan, Kamojang Ecopark sudah barang tentu menjadi pilihan destinasi wisatawan untuk menghabiskan waktu berlibur. Namun, pandemi Covid-19 mengubah pola kunjungan wisatawan dalam menentukan destinasi wisata.
Sebelum melakukan perjalanan wisata, wisatawan akan menggali informasi apakah destinasi yang akan dituju memenuhi standar protokol kesehatan COVID-19. Mereka memperhatikan aspek kebersihan, kesehatan, keamanan dan keberlangsungan lingkungan hidup.
“Melalui Bimtek itu kami memberikan pedoman kepada pelaku wisata agar destinasi mereka tak hanya menarik dari segi fasilitas pendukung saja, tetapi juga memenuhi standar protokol kesehatan yang konsisten dan disiplin diterapkan,” ungkap Taufik.
Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah menambahkan, salah satu kekuatan sektor pariwisata di Garut adalah alam, dalam hal ini hutan lindung. Hampir 80 persen destinasi di Garut adalah berbasis alam.
Kekuatan itu menurutnya mesti terus dikolaborasikan agar dapat dipromosikan secara proporsional. Tujuan akhirnya tak lain yakni datangnya wisatawan yang berimbas pada bergeliatnya perkonomian masyarakat.
“Pariwisata ini adalah sektor yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Nah, sebelum kita melakukan promosi, harus ditentukan dulu target pasarnya, pola promosinya. Kita berterimakasih kepada Kemenparekraf yang sudah bekerja keras membangkitkan kembali pariwisata di Garut ini,” ungkapnya.
Ferdiansyah berharap Kemenparekraf terus mengawal strategi pemasaran Kabupaten Garut. “Mudah-mudahan ke depannya harus dibuat lebih matang dan nanti di tahun 2024 menjadi titik take-off pariwisata di Kabupaten Garut,” harap dia.
Dia berharap bisa menggeser aktivitas wisatawan untuk memilih wisata alam dan budaya, keseimbangan dan keheningan, dan Garut memiliki segalanya untuk tujuan wisata tersebut.
“Famtrip ini akan menjadi pengalaman bagi para operator travel, travel agent dan rekan-rekan media. Informasi yang akan diterima di sembilan destinasi selama Famtrip di Garut akan membantu promosi atau sosialisasi mengenai kepariwisataan Kabupaten Garut” jelas Ferdiansyah.
“Harapan saya Business to Business (B2B)
bisa segera dilakukan untuk menjual Garut sehingga pangsa pasarnya meluas hingga Jakarta selain Bandung yang kini mulai masuk ke Garut,” paparnya.
Dengan mulainya B2B, kata Ferdiansyah, maka ada kesempatan menata kesiapan destinasi dan pendukung destinasi, travel agent mudah mengemas paket tour, lalu ditata berdasarkan segmentasi pasar, berdasar latar belakang konsumen, minat dan keinginannya.
Sementara untuk menjual Garut kepada wisatawan, inovasi sangat diperlukan. ”Kami mempersiapkan cukup lama, hingga 10 tahun dengan amenitas dan atraksinya, juga aksesibilitasnya,” paparnya.
Tantangan bagi pengembangan wisata di Garut adalah masalah Sumber Daya Manusia (SDM). Atraksi yang gampang dijual, kemasannya yang perlu ditata sesuai Sapta Pesona, diantaranya melahirkan kenangan indah bagi wisatawan.