JAKARTA, bisniswisata.co.id: Kakek artis tanah air Ashanty Siddik Hasnoputro diusulkan menjadi Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu. Pengusulan kali ini mencuat melalui sosial media.
Nama kakeknya adalah Prof Dr KH Abdullah Siddik SH yang memiliki riwayat hidup dekat dengan Presiden Pertama Soekarno yang diusulkan sebagai pahlawan nasional bersama AM Hanafi, Indra Cahya dan Abdul Rifai seperti dilansir dari ewarta.co.
Sayangnya Ashanty yang tengah disibukkan oleh rencana akad nikah putrinya Titania Aurelie Nurhermansyah dan Atta Halilintar tak bisa dimintai komentar atas usulan mengenai kakeknya ini. Untunglah salah satu kakaknya Gangsar Sambodo mau mengungkapkannya.
” Mewakili keluarga tentu saja kami senang adanya usulan dari masyarakat Bengkulu ,” ungkapnya singkat.
Sosok Abdullah Siddik memang bukan orang sembarangan. Kakek Ashanty ini juga pernah menjadi Residen diperbantukan kepada Gubernur Sumatra di Bukittinggi 1947 Sedangkan sang nenek bernama H Sutimah Siddik, juga berasal dari keluarga bangsawan, anak dari Louis de Buys seorang berkebangsaan Belanda.
Edward Coles merupakan ayah Abdullah Siddik atau kakek buyut Ashanty. Edward Coles menikah dengan seorang putri keturunan mantan penguasa Pangeran Ing Alaga (nenek buyut Ashanty), di kerajaan Silebar yang berada di wilayah Bengkulu, Sumatra Selatan kala itu.

Edward Coles menjadi gubernur terakhir Benteng Marlborough Bencoolen (Bengkulu), pada 14 Oktober 1781 hingga 28 Februari 1785.
Ketua Departemen Pariwisata PWI Pusat, Hilda Ansariah Sabri yang juga Pemimpin Umum/ Pemimpin Redaksi portal berita wisata ini yang berasal dari Bengkulu juga mengatakan bahwa salah satu pamannya yang memiliki kedekatan dengan Presiden Soekarno, saat diasingkan di Bengkulu, alm.Hasanudin Sabri, masih menyimpan foto dan buku karangan kakek Asyanti.
“Gelar Pahlawan Nasional untuk Abdullah Siddik sangat pantas diberikan, meski kesan saya malah terlambat baru diusulkan di era tahun 2020 an ini. Datuk Abdullah Siddik juga menulis tentang Hukum Adat Rejang dan Sejarah Bengkulu 1500 – 1990, keduanya terbitan Balai Pustaka,” ungkap Hilda.
Prof Dr KH Abdullah Siddik SH lahir di Muara Aman, Bengkulu pada 13 Juni 1913. Beliau aktif di dalam Jong Islamietan Bond bersama Agus Salim. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan. Selain itu juga merangkap sebagai Mahkamah Tentara Republik Indonesia. Pada tahun 1948 diangkat menjadi Pemimpin Sektretarian Komisaris Pemerintahan Pusat di Bukittinggi.
Selanjutnya ia menjadi Duta Besar luar biasa dan Menteri berkuasa penuh di Bangkok, Thailand. Dia memimpin delegasi Indonesia pada Konperensi UNECAFE (United Nations Economic Commission for Asia and Far East) dan juga pernah menjadi Duta Besar Indonesia di Rangoon Burma.
Hilda berharap setelah hajatan besarnya, artis Asyanti mau berkunjung dan ikut mempromosikan pariwisata Bengkulu terutama Benteng Marlborough, peninggalan Inggris di Kota Bengkulu.
Benteng yang didirikan oleh East India Company (EIC) tahun 1714-1719 di bawah pimpinan gubernur Joseph Callet sebagai benteng pertahanan Inggris. Apalagi leluhur Asyanti, Edward Coles, pernah in charge di benteng itu.
Asyanti dengan jutaan follower di media sosialnya pastinya tidak keberatan untuk mengunjungi tanah leluhur dan mempromosikan lewat tayangan Pulang Kampung, misalnya, tegas Hilda Ansariah Sabri. Dia berharap Pemda Provinsi Bengkulu pro-aktif dan segera merespons usulan-usulan masyarakatnya.
“Tahun 2010 saya pernah diundang diskusi dengan jajaran Pentahelix oleh Dinas Pariwisata setempat membahas daya tarik Benteng Marlborough. Semoga kehadiran Asyanti bisa memberikan dampak berganda bagi pariwisata Bengkulu khususnya benteng yang jadi andalan,” tambahnya.