JAKARTA, bisniswisata.co.id: Pelesiran menjadi salah satu hobi kekinian masyarakat. Hasrat untuk berpelesir semakin tinggi lantaran banyak destinasi wisata yang dipromosikan lewat media sosial. Selain itu, harga untuk menikmati waktu libur di destinasi favorit terbilang semakin terjangkau.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Inventures Indonesia, kini konsumsi masyarakat cenderung bergeser dari sekadar kebutuhan dasar menjadi kebutuhan untuk mengisi waktu luang (leisure). Ini juga dipicu beberapa perusahaan wisata yang berlomba-lomba menawarkan jasa melancong dengan tarif yang lebih kompetitif.
Namun, ada kalanya beban wisata terbilang berat, sehingga banyak masyarakat yang memaksa melakukan pelesiran meski kantong tengah kempes. Isti (28), misalnya. Pegawai administrasi mengaku bepergian bersama teman-temannya ke Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur, dalam waktu dekat meski dompetnya tengah menipis. Kala itu, ia setuju untuk ikut jalan-jalan atas dasar solidaritas pertemanan.
Ia sempat kelimpungan untuk membayar akomodasi, namun untungnya, salah seorang temannya ada yang berbaik hati menalangi biaya perjalanan tersebut. “Sempat bingung bagaimana ingin membayar akomodasi tersebut. Tapi karena ada teman-teman yang mau bantu, jadi ya alhamdulilah bisa berangkat juga,” terang Isti.
Namun terkadang, tak semua orang seberuntung Isti. Banyak orang ingin bepergian namun anggarannya masih belum cukup. Putri, contohnya, mengaku sudah lama ingin pelesiran ke Selandia Baru namun selalu terhambat masalah dana. “Ke sana kan mahal, jadi mending menabung dulu deh. Padahal sudah bermimpi-mimpi ke sana sejak zaman kuliah,” sambungnya.
Sebetulnya, Putri bisa saja mewujudkan impiannya sesegera mungkin dengan memanfaatkan tawaran mencicil tiket perjalanan. Terlebih, kini sudah banyak bank yang punya produk kartu kredit yang memberikan program cicilan khusus untuk berwisata. Tak hanya itu, agen wisata daring pun kini menawarkan kemudahan dalam membayar biaya akomodasi.
Traveloka, contohnya, kini memliki fitur Paylater yang memungkinkan pengguna Traveloka bisa memesan terlebih dulu tiket transportasi atau hotel, di mana pembayarannya bisa dilakukan kemudian. Di dalam program ini, Traveloka memberikan cicilan ringan dengan jangka waktu kredit selama satu hingga 12 bulan kemudian.
Senior Vice President Financial Products Traveloka Alvin Kumarga mengatakan inovasi pembiayaan ini ditujukan bagi masyarakat yang ingin melancong namun masih takut untuk membayar akomodasi menggunakan kartu kredit.
Syarat yang diberlakukan Paylater juga relatif lebih sederhana, pendaftaran hanya dengan menyediakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan satu dokumen pendukung lainnya. “Yang nanti (semua dokumen) akan diproses hanya dalam satu jam kerja. Selain itu, Paylater juga menawarkan cicilan ringan, tanpa biaya tahunan, dan tanpa uang muka,” ujar Alvin.
Sejak diluncurkan Juni silam, ia mengklaim animo masyarakat cukup tinggi dalam menggunakan fitur Paylater tersebut. Menurut survei yang dilakukan perusahaan, kebanyakan pengguna cukup puas dengan fitur ini lantaran pembayaran yang lebih fleksibel, cicilan ringan, dan bunga yang lebih rendah dibanding produk pinjaman lain seperti kartu kredit.
Sayangnya, ia tak menyebut jumlah pengguna memanfaatkan fitur Paylater hingga kini. Juga enggan menyebut besaran bunga pinjaman yang dibebankan perusahaan. “Dengan proses aplikasi yang mudah, verifikasi persetujuan yang cepat, transaksi yang lancar serta mudahnya melakukan pelunasan, Paylater dapat membantu pengguna kami dalam mengatur keuangannya untuk liburan,” jelasnya.
Banyaknya opsi pembiayaan memang bisa bikin masyarakat tergiur melakukan wisata. Namun, perlu disadari bahwa dengan melakukan kredit, maka beban perjalanan wisata masyarakat sebenarnya dibebankan di masa depan. Sehingga, masyarakat juga diminta untuk pikir-pikir ulang sebelum memanfaatkan kredit wisata yang ada saat ini.
Perencana Keuangan Tatadana Consulting Tejasari Assad mengatakan pengambilan kredit untuk wisata sebetulnya sah-sah saja untuk dilakukan. Namun, tentu hal itu juga harus dibarengi dengan manajemen keuangan yang tepat. Jangan sampai, masyarakat nantinya tak bisa melunasi cicilan di masa depan.
Menurut Tejasari, masyarakat diperbolehkan untuk memanfaatkan kredit wisata jika memang cicilan kredit lainnya berjumlah minim. Jika beban cicilan masyarakat per bulan sudah mencapai sepertiga dari penghasilan, ada baiknya masyarakat mengurungkan niat untuk memanfaatkan kredit wisata tersebut.
Apalagi, jika dilihat dari segi perencanaan keuangan, pinjaman wisata ini dianggap kurang baik karena sifatnya konsumtif. Menurutnya, membeli sesuatu dengan sistem kredit memang tidak salah. Hanya saja, kredit akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk membeli sesuatu yang bersifat aset jangka panjang.
“Baik itu kredit dari bank atau agen wisata, sebenarnya risiko kredit wisata ini sama saja. Yang terpenting itu bukanlah program yang ditawarkan, namun seberapa kuat kemampuan kita untuk membayar kembali kredit itu di masa depan,” lontarnya seperti dilansir laman CNN, Sabtu (25/08/2018).
Namun, jika masyarakat kukuh untuk melakukan kredit wisata, tentu itu harus diikuti dengan konsekuensi. Masyarakat harus mampu mengerem belanja selepas pulang pelesiran agar mampu membayar kembali kredit wisata yang telah digunakan.
“Selepas jalan-jalan, tentu masyarakat harus lebih irit agar bisa bayar cicilan. Berarti, masyarakat harus pandai-pandai mengatur uang lagi. Karena kalau kredit ini ditunda-tunda bayar terus, tentu akan membebani keuangan, karena terdapat beban bunga pinjaman di dalamnya,” katanya.
Sebetulnya, masyarakat bisa punya metode lain untuk membiayai perjalanan wisata tanpa ketar-ketir akan beban yang timbul di masa depan. Tejasari menyarankan masyarakat untuk menyisihkan gaji setiap awal bulan ke rekening khusus yang digunakan untuk berwisata. Selain risiko keuangannya minim, ini pun agar dana perjalanan wisata tak tercampur dengan dana untuk kebutuhan sehari-hari.
Juga mengimbau masyarakat untuk pintar-pintar mengatur Tunjangan Hari Raya (THR) dan bonus tahunan untuk kebutuhan pelesiran. Menurutnya, masyarakat bisa menyimpan sisa THR dan bonus tahunan untuk membiayai kebutuhan tersebut.
“Sebetulnya sumber dana wisata yang bagus itu berasal dari bonus tahunan, karena kan kita jarang mengalokasikan bonus tahunan untuk kebutuhan tertentu. Apalagi kalau bonusnya dua kali lipat dari gaji, ya tabungan untuk wisata bisa bertambah dua kali lipat. Jadi, lebih baik anggaran liburan disesuaikan dengan perencanaan keuangan, jangan terlalu bergantung dengan utang,” sarannya. (NDY)