NASIONAL

Ibu Kota Pindah, Sayang Kaltim Tak Masuk 10 Bali Baru

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Ibu Kota Baru sudah diputuskan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang disampaikan di Istana Merdeka Jakarta. Dan lokasinya ditetapkan sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, di Kalimantan Timur (Kaltim). Penunjukkan ini jelas akan membuat pariwisata di Kaltim semakin berkembang, semakin dikunjungi wisatawan nusantara maupun mancanegara.

Sayangnya, selama ini Kaltim tidak termasuk dalam pengembangan 10 destinasi wisata yang baru, destinasi prioritas atau kerap disebut 10 Bali Baru, namun dalam perjalanan menyusut menjadi 5 Bali Baru dan akhirnya ditetapkan cuma 4 destinasi wisata Baru yakni Danau Toba (Medan), Mandalika NTB, Candi Borobudur (Jawa Tengah) dan Labuan Bajo (NTT).

“Inilah yang menjadi masalah utama. Pemerintah hanya mengembangkan 10 destinasi lantas dirubah menjadi 5 dan akhirnya ditetapkan hanya 4 destinasi prioritas, semuanya diluar Kalimantan. Selama ini, Kalimantan nggak pernah tersentuh, dianaktirikan,” lontar Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari kepada Bisniswisata.co.id, di Jakarta, Kamis (29/08/2019).

Bahkan, sambung pemerhati pariwisata ini, destinasi wisata Kaltim belum dikelola, digali dan dipromosikan dengan baik sehingga belum memberikan kontribusi pada sektor pariwisata Indonesia. “Destinasi wisata di Kaltim banyak, tetapi belum digali dengan baik. Ada ikan lumba-lumba air tawar, orang hutan, ekowisata mangrove, hutan tropis, tanah gambut, namun jauh dari perhatian pusat,” katanya.

Menurutnya, Kalimantan sangat berbeda dengan Jawa dan Sumatera, terutama ekologinya termasuk flora, fauna, tanah, air dan budayanya. Tanahnya sebagian adalah tanah gambut, sehingga untuk menjaga kesuburan tanahnya, harus dijaga. Bahkan ekowisata hutan hujan tropis harus benar-benar dilestarikan.

Karena itu, lanjut dia, harus diadakan riset ilmiah yang mendalam terutama pada tanah, air yang kebanyakan dari sungai), hutan hujan tropis, iklim, budaya. “Dengan luas lahan yang diperlukan sebesar 180.000 Ha itu membangun ibu kota baru, apakah mungkin kondisi Kalimantan akan terjaga konservasinya? Juga akankah dikembangkan konsep “Forest City”,?” tannyanya.

Diakui, banyak destinasi pariwisata di Pulau Borneo ini, memiliki segudang daya tarik unik dan otentik, yang sangat akrab dengan alam juga ekowisatanya terjaga dengan baik yang selama ini dibawah naungan hutan hujan tropis yang menjadi paru-paru dunia. Namun ada persoalan besar yang menjadi perhatian bersama sepert habitat flora, fauna dan satwa belum dijaga habitat dengan baik, hutan kurang dilestarikan karena kasus pembalakan juga hutan berubah menjadi lahan sawit

Dicontohkan, ikan lumba-lumba atau dolphin air tawar hampir punah, ubur-ubur air tawar yang tidak beracun jumlahnya berkurang, orang hutan yang mengarah pada kepunahan, bahkan pantai dan pulau kecil seperti Derawan dengan biota bawah lautnya yang harus dijaga kebersihannya. “Jadi sebaiknya jangan diexploitasi, tapi harus dikonservasi secara bijak. Juga sebaiknya jangan menjadi Quantity Tourism tapi kembangkan Quality toursim di Kalimantan,” sarannya

Azril meyakini rencana pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur membawa angin segar bagi industri pariwisata Indonesia. Mengingat, selama ini kontribusi terbesar sektor pariwisata terhadap kunjungan wisatawan di Indonesia masih didominasi dari Bali sebesar 40%. Disusul 30% dari Jakarta, 20% dari Kepulauan Riau, serta 10% dari wilayah lainnya.

“Dengan dipindahnya lokasi Ibu Kota ke Kalimantan Timur saya yakin akan berkontribusi pada kunjungan wisatawan sebesar 30% hingga 40%. Sehingga ke depannya ada perubahan porsi dari yang selama ini kontribusinya dari Bali dan Kepulauan Riau akan berpindah ke Kalimantan Timur dan sekitarnya,” ungkapnya.

Sekarang ini, tambahnya, yang perlu dilakukan memetakan pariwisata di wilayah Kalimantan Timur dan sekitarnya, lalu dibuatkan paket wisata dan dipromosikan. Pasalnya, pariwisata di Kalimantan sangat berbeda baik flora, fauna-nya, budaya suku asli seperti Dayak dan Melayu sehingga menarik para turis asing.

Wakil Ketua Umum Astindo Rudiana menuturkan saat ini perlu kajian yang lebih mendalam untuk meningkatkan pariwisata Kalimantan Timur. Hal itu dikarenakan pasti banyak menyangkut hal-hal yang lebih memerlukan kajian yang lebih mendalam. “Pasti efek atau dampak Sampingan dari berpindahnya Ibu kota akan cukup besar apakah itu pendistribusian jumlah wisatawannya ataupun akaesibilitas yang akan mempengaruhi pola turisnya,” tuturnya.

Dia mengungkapkan para pelaku usaha industri pariwisata tengah mengkonsep ulang pariwisata Indonesia ke depannya. “Kalau bilang prospek selalu ada, wisata alam dan orang utan tetapi tidak bisa secara massive karena selama ini aksesibilitas dan promosi yang kurang,” ucapnya.

Kendati demikian, dia meyakini apabila pemerintah bersama dengan pelaku usaha pariwisata menggarap destinasi wisata di Kaltim maka diyakini akan berkontribusi besar pada kunjungan wisman ke Indonesia sebesar 30%. “Selama ini di Jakarta, turis datang, bingung mau ke destinasi alam mana saja. Kalau di Kaltim, banyak destinasi alam yang menarik minat para turis,” ujar Rudiana seperti dikutip laman Bisnis.

Sementara pengusaha perhotelan optimistis okupansi hotel di Kalimantan Timur akan terkerek drastis seiring dengan wacana pemindahan ibu kota negara ke provinsi tersebut. Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) M. Zulkifli berpendapat pemindahan lokasi ibu kota ke Kalimantan Timur akan menggairahkan sektor pariwisata khususnya di Kaltim.

Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Kalimantan Timur periode Januari hingga Juni 2019 sebanyak 1.300 wisman. Sepanjang tahun lalu, jumlah wisman yang datang ke Kaltim sekitar 2.700 wisman. “Dengan dipindahkan ibu kota ke Kaltim, saya yakin kunjungan wisman ke Kaltim akan meningkat berkali lipat dan tentu akan berdampak pada okupansi hotel,” katanya. (END)

Endy Poerwanto