NASIONAL

Harga Tiket Garuda Meroket, Pesawat Low Cost Carier Diuntungkan

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Meroketnya harga tiket pesawat kelas premium dinilai menguntungkan pesawat low cost carier atau berbiaya rendah. Bahkan kondisi tersebut akan menciptakan persaingan harga dengan burung besi asing. Peningkatan harga tiket pesawat pada 2019 oleh pesawat seperti Garuda Indonesia akan lebih menguntungkan Lion Air hingga Air Asia.

“Sejak Kerja Sama Operasi (KSO) antara Garuda, Citilink dan Sriwijaya, harga tiket berubah lebih tinggi. Kenaikan setidaknya terjadi hampir di semua pesawat termasuk Lion Air. Hanya, harga pesawat low cost carier tersebut masih paling ekonomis dibandingkan dengan lainnya,” papar Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Asnawi Bahar, Jumat (11/1/2019).

Dilanjutkan, Garuda dengan beraninya hanya membuka dua kelas yang Q class dan B class. Sementara harga di bawah itu sudah dihapus. Promo sudah tidak ada lagi. Mereka akan menerapkan tiga sistem yaitu premium, menengah, dan low cost carier.

Selain itu, sambung dia, kenaikan harga tiket domestik bakal mengundang persaingan ketat dengan maskapai asing seperti Air Asia. Pasalnya pesawat tersebut masih memberikan penawaran harga ekonomis di lintas negara.

Hal ini turut mendorong wisatawan lebih banyak ke luar negeri menuju negara-negara dengan standar hidup mirip dengan Indonesia seperti Malaysia dan Thailand. “Kami meminta pemerintah memberi perhatian terhadap kondisi ini,” lontar Asnawi seperti dilansir Bisnis.com

Saat ini pesawat Garuda tengah mengalami banyak kekosongan penumpang. Utilitas yang tidak dimanfaatkan ini menurutnya perlu menjadi perhatian kementerian terkait diakibatkan kenaikan harga.

“Kita juga akan dihadapi dengan tahun politik yang mempengaruhi tren wisman. Kalau sedikit ada kericuhan akan berpengaruh pada wisman. Tahun ini berbahaya karena target Pak Jokowi 20 juta wisatawan dengan target devisa US$20 miliar,” terangnya.

Menurutnya, tingginya harga tiket pesawat sejak awal 2019 dikhawatirkan akan mengancam destinasi wisata domestik. Bahkan kondisi ini dikhawatirkan akan memikat masyarakat memilih berlibur ke luar negeri lantaran biaya yang dikeluarkan cenderung murah.

Tahun ini, ASITA melihat kecenderungan tentang kegiatan pariwisata masyarakat akan lebih banyak ke luar negeri dari pada domestik. “Karena saya melihat kecenderungan harga tiket di dalam negeri yang hari ini semakin mahal. Sehingga tren wisata ke luar negeri akan lebih meningkat pada 2019,” ungkapnya.

Setidaknya menurut Asnawi ada dua alasan kondisi tersebut terjadi. Pertama karena gonjang ganjing politik dan kedua akibat harga tiket domestik yang tinggi. Menurutnya, saat ini maskapai plat merah seperti Garuda Indonesia misalnya menerapkan harga cukup tinggi. Sementara tiket ke luar negeri cenderung murah atau bertahan.

Saat ini berdasarkan informasi yang diterima, penerbangan pesawat tersebut mulai menyisakan banyak kursi kosong. Peningkatan harga tiket pesawat diperkirakan turut mempengaruhi kualitas wisata seseorang. Dengan kenaikan ini, pelancong akan mengurangi berbagai hal saat berlibur seperti mengurangi masa liburan, menurunkan kelas penginapan dan semakin minim berbelanja oleh-oleh, ucapnya.

“Ini akan berbahaya bagi UMKM di daerah. Wisatawan hanya akan mengutamakan makan, mengunjungi daerah wisata namun tidak membeli oleh-oleh. Kalaupun membeli oleh-oleh persentasenya jauh turun. Ini membahayakan industri UMKM,” terangnya.

Di tempat terpisah, Gubernur Sumatra Barat (Sumbar), Irwan Prayitno menyurati dua grup maskapai yang melayani penerbangan domestik Garuda Indonesia Grup dan Lion Air Grup, terkait dengan harga tingginya lonjakan harga tiket rute Jakarta–Padang.

“Dalam surat itu, kami ingin agar dilakukan normalisasi harga tiket, sehingga tidak memberatkan penumpang, dan tentu saja memberatkan pengembangan pariwisata daerah. Sudah banyak sekali keluhan yang masuk ke kami. Pengusaha tour juga mengeluh karena dampaknya juga besar terhadap sektor pariwisata,” ujar Irwan.

Menurutnya, permintaan serupa sudah beberapa kali dilayangkan saat harga tiket pesawat ke daerah itu melonjak tinggi, yaitu saat momen Ramadan dan Lebaran. Meski belum memasuki Lebaran harga tiket sudah melambung tinggi, dan menyulitkan masyarakat pengguna jasa penerbangan. “(surat) sudah beberapa kali dikirimkan pada maskapai, tetapi tidak ada tanggapan. Kewenangan Pemprov Sumbar tidak bisa mengurus langsung persoalan tiket,” katanya.

Irwan mengakui harga tiket yang diterapkan manajemen Garuda Indonesia dan maskapai lainnya masih berada dalam harga batas atas sesuai aturan. “Garuda Indonesia Rp1,9 juta one way, memang masih dalam range batas atas. Tapi harga itu menjadi acuan bagi maskapai lainnya untuk menetapkan tariff, sehingga semuanya jadi mahal,” ujar Irwan.

Selain harga tiket yang tinggi, Irwan juga mengkritisi kebijakan maskapai yang menerapkan bagasi berbayar, yang akan berdampak terhadap lesunya sektor pariwisata setempat. “Kebijakan bagasi berbayar itu akan mendorong wisatawan enggan berbelanja oleh-oleh karena harus membayar lebih untuk bagasi. Dampaknya, transaksi UMKM di sekitar objek wisata diyakini bakal berkurang,” ungkapnya.

Padahal, pengaruh langsung sektor pariwisata bagi kesejahteraan masyarakat adalah dengan adanya transaksi jual beli yang dilakukan wisatawan terhadap produk lokal di sekitar objek wisata.

Harga tiket pesawat rute Jakarta–Padang saat ini yang dijual melalui situs penjualan online untuk Senin (14/1/2019), misalnya tiket Garuda Indonesia dijual pada kisaran Rp2 juta. Lion Air dijual Rp1,15 juta, Batik Air Rp1,27 juta, Citilink Indonesia Rp1,31 juta dan maskapai Sriwijaya Air Rp1,31 juta. Padahal normanya harga tiket untuk rute tersebut hanya dijual berkisar Rp550.000 hingga Rp1,2 juta. (EP)

Endy Poerwanto