JAKARTA, bisniswisata.co.id: Bank Indonesia dan Indonesia Halal Lifestyle Center ( IHLC) mendukung Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) ke-7 lewat serangkaian webinar internasional.
Kegiatan yang telah digelar sejak kick off pada 7 Agustus 2020 lalu ini puncaknya pada 27-31 Oktober 2020 dan dalam rangkaian acara, ISEF menampilkan Webinar Series on Halal Lifestyle dengan tajuk Global Halal Consumer Trend. Acara webinar ini diselenggarakan pada Rabu (16/9/2020) secara virtual melalui aplikasi zoom dan disiarkan live di youtube.
Dipandu oleh Ledi Mariana, pembawa acara di RCTI dan sambutan dari Prijono, Head of Developmnt Group Sharia Economic and Finance Bank Indonesia. Prijono berharap webinar dapat memberikan wawasan pada peserta tentang trend global halal industri.
Menurut dia adanya pandemi COVID -19 menyebabkan berbagai sektor bisnis terhenti. Namun di sisi lain, penggunaan teknologi digital semakin meningkat, termasuk berbagai produk halal. Acara ini termasuk dalam upaya menyiapkan perkembangan ekonomi Syariah ke depannya yang berkontribusi pada perekonomian negara.
Webinar menghadirkan Sapta Nirwandar, Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center & Indonesia Tourism Forum, DR Barbara Ruiz Bejarano, dari Halal Academy Spanyol, Alia Khan, Chairwomen Islamic Fashion & Design Council Dubai dan Ali Charisma, Ketua Indonesia Fashion Chamber. Uniknya webinar ini juga dihibur oleh Mia Ismi, penyanyi dan pemain biola.
Sapta Nirwandar juga menjelaskan halal tourism behaviour, terlebih di masa New Normal. Halal food permintaannya naik, industri wisata terpuruk, tapi kosmetik masih tetap tumbuh meskipun warga diminta untuk beribadah, bekerja dan belajar dari rumah tidak terlalu mementingkan penampilan.
” Wisatawan masih takut bepergian oleh karena itu perlu disemangati untuk berwisata lokal, orang Jakarta rekreasi di seputar Jakarta, setelah itu ke provinsi terdekat seperti Jakarta-Bandung lalu gerakkan wisata domestik antar pulau, dari pulau Jawa ke Bali, misalnya,” kata Sapta.
Dia juga mengingatkan bahwa skenario pesimistis, optimistis dan realistis memang harus disiapkan karena selain berdampak di 216 negara terpapar COVID-19 secara serentak, kapan berakhirnya pandemi atau minimal kurvanya bisa datar ?
Namun Sapta menjelaskan sedikitnya ada 15 sinyal positif dari pengembangan industri halal di dunia pasca pandemi nanti atau disebut dengan New Normal. Peluangnya ada alternatif protein, belanja online dan kebiasaan baru masak di rumah, bekerja & belajar dari rumah, tingkat keamanan makanan, menambah regulasi dan lainnya.
Sementara Barbara Ruiz Bejarano,Director the Halal Academy Spanyol, menjelaskan tentang populasi Muslim di Eropa yang terus bertambah terutama di Inggris, Perancis dan Jerman. Hadirnya komunitas Muslim di negara-negara itu umumnya karena migrasi penduduk dari bekas negara jajahannya di masa kolonial.
” Dalam kaitan pengembangan industri halal perlu ada investasi dan menjadikan Eropa sebagai hub dan produsen halal food misalnya seiring bertambahnya kebutuhan umat ” kata Barbara.
Di Eropa jarang ada Muslim yang jadi produsen halal food level UMKM sekalipun seperti di Indonesia. Pemilik outlet kecil makanan halal banyak. Padahal pandemi global peluangnya besar. Kalau bisa mengembangkan bisnis seperti Gojek dan Grab seperti di Indonesia kebutuhan dan pasar yang disebutnya quick commerce ini tinggi.
” Hampir sama dengan pelayanan Gojek atau Grab di Indonesia. Tahapan penggunaannya pun melalui search, order, receive, collect items, deliver dan arrive,”
Sedangkan quick commerce cenderung menawarkan kecepatan. Bahkan semua langkah dari order hingga sampai pada customer dapat dilakukan hanya dalam waktu satu jam maksimal.
Alia Khan, Chairwomen Islamic Fashion & Design Council Dubai menjelaskan gaya busana Islami telah membuktikan bahwa tidak mengandalkan validasi, penerimaan atau penjelasan untuk membenarkan keberadaan & kesuksesannya.
“Dengan gaya hidup Islami, kita bisa menjadi nyata, tipe unik yang indah & melestarikan nilai-nilai yang telah terbukti yang ditetapkan sejak awal zaman,”
Menurut dia, hal Itu memungkinkan kita untuk melepaskan diri dari mencari pandangan persetujuan dari orang lain. Bukan pula perlombaan mencari popularitas, hanya menuju kontribusi positif bagi masyarakat.
Ali Charisma, Ketua Indonesia Fashion Chamber mengingatkan agar para pelaku di dunia fashion segera berorientasi pada sustsinable fashion karena industri fashion menyumbang 10% emisi karbon dunia.
” Industri fashion menggunakan supply air terbesar kedua di dunia jadi pelaku industrinya harus bertanggung jawab karena mengotori laut dengan mikroplasti. Jadi harus lebih sustain dari industri penerbangan dan maritim dalam menekan emisi karbon,” tandasnya.
Menurut dia produsen tekstil yang memenuhi kebutuhan fast fashion dari para designer sudah harus mengikuti trend dunia untuk menjaga alam dan lingkungannya, kata Ali Charisma.