JAKARTA, Bisniswisata.co.id: Kesempatan terbang menjelajah dunia dengan berbagai fasilitas membuat profesi pilot tak pernah kehilangan pesonanya di mata masyarakat. Tidak dapat dimungkiri, pilot saat ini – salah satu profesi “elite” di Indonesia yang lekat dengan image pendapatan tinggi dan fasilitas yang diperoleh. Lantas, seberapa menjanjikankah profesi komandan burung besi tersebut?
Pendapatan pilot Indonesia secara rata-rata Rp 40 juta hingga Rp 50 juta per bulan. Adapun penghasilan untuk pilot pemula yang baru mengantongi commercial pilot license sekitar Rp 30 juta per bulan.
Menurut manajemen Garuda Indonesia, penghasilan pilot yunior di maskapai pelat merah ini pada tahun-tahun pertama dapat menyentuh nominal Rp 60 jutaan. Komponen pendapatan tersebut biasanya terdiri dari gaji plus tunjangan lain dan akan bertambah seiring dengan bertambahnya masa kerja dan jam terbang.
Pundi-pundi pilot juga semakin menebal pada saat menjadi pilot senior. Seorang kapten senior di maskapai bintang lima seperti Garuda dapat memiliki penghasilan atau take home pay berkisar Rp 100 juta sampai Rp 150 juta.
Capaian pendapatan tersebut belum termasuk benefit noncash lain, seperti tunjangan kesehatan, asuransi personal, lost of flying licence, iuran pensiun, BPJS, kesehatan pensiun, penghargaan masa kerja, dan penghargaan pensiun yang bervariasi di setiap maskapai.
Profesi pilot dibekali dengan berbagai proteksi dan fasilitas jaminan karier yang beragam, mulai dari jaminan kesehatan bagi yang bersangkutan dan keluarganya, jaminan kecelakaan, bahkan jaminan profesi jika terjadi sesuatu yang mengakibatkan hilangnya lisensi terbang.
Pilot juga mendapatkan jaminan kesehatan dengan kategori di atas rata-rata. Jaminan tersebut bisa meng-cover tindakan operasi. Bahkan, operasi sakit jantung sampai pemasangan ring dapat di-cover. Jaminan lainnya juga diberikan apabila terjadi kecelakaan yang menyebabkan pilot cacat tetap atau meninggal.
Fasilitas lain yang dimiliki pilot adalah layanan antar jemput dari dan ke bandara hingga fasilitas konsesi berupa tiket penerbangan bagi pilot dan keluarga yang lumrah ditemui pada pegawai maskapai penerbangan.
Seorang pegawai berhak mendapatkan konsesi tiket atau jatah tiket terbang gratis ataupun potongan harga di bawah harga normal tiket penerbangan untuk semua rute penerbangan yang dilayani maskapai tersebut.
Kompleksitas beban kerja
Fasilitas dan range pendapatan yang tinggi tersebut tentunya juga berbanding lurus dengan beban kerja seorang pilot. Bahkan, profesi pilot ini termasuk dalam profesi yang rentan terhadap tingkat stres yang tinggi.
Seorang pilot dituntut memiliki sense of accuracy yang baik dalam mengoperasikan pesawat. Mampu bekerja dalam tekanan, khususnya dalam kondisi-kondisi tertentu terkait kondisi teknis operasional penerbangan yang membutuhkan keputusan cepat.
Selain itu, jam kerja pilot yang berbeda dengan jam kerja pegawai darat pada umumnya mengharuskan pilot lebih banyak menghabiskan waktu di udara.
“Jadi, selain harus mengorbankan waktunya, seorang pilot juga harus membuang jauh permasalahannya dengan keluarga atau teman. Mereka harus berkonsentrasi secara penuh saat mengemudikan pesawat. Hal itu cukup sulit,” ucap Alif, salah seorang flight instructor di Nusa Flying International School, seperti diunduh Kompas.com, Rabu (17/01/2018).
Alif menambahkan bahwa hampir semua pilot mengalami tingkat stres tertinggi saat hendak melakukan proses landing. Saat landing, pilot membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Ia harus menjaga kecepatan laju pesawat, menyesuaikan titik luncur yang diarahkan, membaca cuaca, hingga harus memikirkan apakah bahan bakar pesawat masih cukup atau tidak.
Semua harus berada dalam pantauan sang pilot. Karena itu, proses landing menjadi salah satu bagian paling menegangkan sekaligus membuat stres para pilot. “Jika hanya terbang, semua orang itu bisa terbang. Namun, seorang pilot akan memberikan sebuah penerbangan yang aman dan memuaskan semua penumpang yang tidak bisa dilakukan sembarangan. Segala sesuatunya harus sesuai dengan prosedur, kita tahu ini pesawat sedang berada di mana dan mendarat di mana, itu memang hanya pilot yang bisa,” ucap Alif.
Seorang pilot juga dituntut mampu menjaga kebugaran. Terkait hal ini, International Civil Aviation Organization (ICAO) Council menetapkannya dalam International Standard and Recommended Practices atau yang biasa disebut dengan SARPs. ICAO menekankan pentingnya keadaan penerbang atau pilot yang bebas dari kelelahan.
Indonesia juga telah menerapkan batasan jam terbang untuk pilot yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 28 Tahun 2013. Dalam bagian lampiran peraturan ini disebutkan, seorang pilot dan kopilot dilarang terbang secara berturut-turut lebih dari 9 jam dalam satu hari. Durasi 9 jam ini mirip-mirip dengan waktu kerja orang kantoran.
Daya serap industri belum maksimal
Ikatan Pilot Indonesia (IPI) sempat menyoroti tentang masih banyaknya pilot di Indonesia yang menganggur. “Pilot menganggur itu lulusan sekolah pilot yang masih belum bekerja. Di Indonesia, ada 26 sekolah pilot dan lebih-kurang ada sekitar 556 lulusan (data sebelumnya 1.200 orang) belum bekerja,” kata Ketua IPI Capt Rama Noya.
Hal tersebut juga diamini Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang menyatakan bahwa banyaknya pilot Indonesia yang menganggur. Salah satunya disebabkan banyaknya sekolah penerbangan sehingga mencetak lulusan yang tidak terserap dengan baik.
Salah satu yang disorot oleh Menhub mengenai banyaknya pilot Indonesia yang menganggur karena para pilot pemula sungkan mengeluarkan keringat dan menolak bekerja pada rute penerbangan perintis. “Pilot kita maunya langsung naik jet, maunya Boeing 737, langsung ATR. Suruh pakai baling-baling ke Papua, enggak mau,” ujarnya Menhub.
Menhub lantas menegaskan akan segera menindaklanjut tren pengangguran pilot ini. “Kami akan mengambil langkah-langkah taktikal. Langkah pertama adalah mencari solusi bagi 1.200 (pilot) yang menganggur ini,” kata Menhub.
Menhub menugaskan Dirjen Perhubungan Udara dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan untuk menyeleksi, dari mereka yang menganggur untuk kembali dididik untuk mendapatkan yang terbaik. “Setelah dididik, mereka ada yang terbaik. Ini kami berikan kepada industri,” lanjut Menhub.
“Saya sudah punya konsep, nanti disampaikan ke Dirjen Perhubungan Udara. Jadi, bagi mereka yang sudah lulus, kami magangkan ke maskapai-maskapai. Artinya, mereka tidak digaji penuh, tetapi mereka bisa standby,” ucapnya. (KMP)