JAKARTA, Bisniswisata.co.id: Muslim dan fashion berjalan beriringan sejak Islam diturunkan. Bagi agama dengan pertumbuhan tercepat di dunia itu, pakaian yang dikenakan oleh seseorang (baik muslim maupun muslimah) merupakan ungkapan ketaatan dan ketundukan kepada Sang Pencipta. Karena itu, berpakaian bagi seorang muslim memiliki nilai ibadah, sehingga mesti mengikuti aturan yang berlaku.
Seiring dengan modernisasi yang terjadi di berbahai belahan dunia, fashion menjelma sebagai suatu identitas sosial. Tak terkecuali bagi mereka, masyarakat muslim, yang tinggal di negara-negara dengan populasi Islam yang masif. Konsep berpakaian syariah mau tak mau didefinisi ulang.
Definisi itu berarti bahwa pakaian tidak hanya berfungsi untuk menutup aurat sesuai dengan ketentuan Islam, melainkan juga dibuat modis sehingga meningkatkan kebanggan bagi mereka yang mengenakannya.
Awalnya, negara-negara Muslim seperti Iran, Malaysia, dan Indonesia yang pertama kali mendendangkan istilah muslim fashion. Faktor penggeraknya yaitu meningkatnya pendapatan masyarakat akibat bertumbuhnya kegiatan ekonomi di negara-negara muslim tersebut.
Masyarakat yang tadinya tidak memprioritaskan pakaian sebagai kebutuhan primer, kini tanpa ragu mengalokasikan belanja rumah tangganya untuk keperluan tersebut. Sontak, desainer fesyen satu per satu mulai bermunculan menawarkan pakaian dengan desain yang up-to-date mengikuti perkembangan arus mode dunia.
Di Indonesia, nama Dian Pelangi sebagai desainer fesyen muslimah lumayan dikenal banyak orang. Ia dianggap menjadi panutan para desainer muslim karena dinilai sukses memasarkan produknya hingga ke mancanegara. Padahal, yang dilakukan perempuan kelahiran tahun 1991 cukup sederhana, yaitu Dian merevitalisasi bisnis baju habaya yang telah lama digeluti oleh keluarga besarnya.
Dian menilai, seperti dilansir laman Marketeers.com, Kamis (15/02/2018) busana muslim di Indonesia pada sewindu silam masih berkutat pada model yang itu-itu saja. Ia lantas berupaya untuk membuat busana muslimah yang lebih berjiwa muda, akan tetapi masih tetap mengikuti syariat Islam. Modern dan memainkan warna-warna cerah menjadi karakternya. Gayung bersambut, terobosannya itu malah diburu oleh konsumen Tanah Air.
Kini, bisnis fesyen muslim yang digeluti Dian telah bertumbuh berkali-kali lipat. Permintaan produk fesyen muslim yang modest namun fashionable semakin meninggi, seiring semakin banyaknya desainer yang menawarkan ragam busana fesyen serupa. Lihat saja gelaran Indonesia Fashion Week yang saban tahunnya menampilkan koleksi busana dari desainer-desainer fesyen. Setiap tahun, selalu ada nama baru yang meramaikan pasar ini.
Fesyen muslim terus melakukan transformasi dari gaya konservatif menjadi lebih kontemporer dan berjiwa muda. Apalagi, kehadirannya didukung oleh komunitas-komunitas muslimah atau hijabers yang marak berkicau di media sosial. Bisa dibayangkan, berapa banyak captive market yang bisa dirangkul dari industri ini?
Memang, sulit untuk menghitung berapa sebenarnya pasar fesyen muslim di Indonesia. Akan tetapi, sejumlah pihak meyakini bahwa pasar fesyen muslim semakin berkembang. Catatan Kementerian Perindustrian dari situs resmi mereka menyebut, dari 750 ribu UKM yang ada di negeri ini, 30%-nya bergerak di industri fesyen muslim.
Lebih lanjut, pasar fesyen muslim semakin tahun, semakin muda. Dalam kata lain, para gadis belia kini sudah mau mengenakan hijab. Berbeda dengan satu dasawarsa lalu, yang mana industri ini dikuasai oleh konsumen dewasa.
Prediksi lainnya juga disampaikan Kementerian Perindustrian. Dari 120an juta penduduk perempuan di Indonesia, sekitar 30%-nya mengenakan pakaian yang menutup aurat. Jika prediksi itu akurat, ada sekitar 40 juta jiwa perempuan Indonesia yang berkerudung (atau berhijab).
Jika 50% saja dari mereka termasuk ke dalam kelas menengah, artinya sudah ada 20 juta jiwa yang menjadi market potensial bagi para pebisnis fesyen muslim. Sebuah angka yang besar untuk ukuran satu negara!
Selanjutnya, menurut sebuah studi yang dirilis oleh GBG Indonesia, ada tiga segmen yang ada di industri fesyen muslim Indonesia. Pertama, kerudung yang praktis dan sederhana yang konon digunakan oleh 60%-70% perempuan muslim nusantara. Kedua, kerudung syar’i yang digunakan oleh 10% perempuan muslim, dan ketiga kerudung dengan desain trendy yang digunakan oleh 20% perempuan muslim, khususnya mereka yang tinggal di perkotaan.
Sementara itu, data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan sekitar 80% produk pakaian muslim dijual untuk pasar domestik, sementara 20% sisanya dijual untuk pasar ekspor. Data yang terakhir yang ditemui, sepanjang tahun 2015 ekspor pakaian muslim dari Indonesia mencapai Rp 58,5 triliun. Berkaca dari data itu, Anda bisa menduga-duga berapa ratus triliun pasar fesyen muslim di negeri ini? (MC)