JAKARTA, bisniswisata.co.id: Di era teknologi, Family business atau bisnis keluarga hingga kini banyak yang masih bertahan, malah mengalami pertumbuhan yang bagus, sukses dan berkembang biak dengan kehadiran anak-anak cabang perusahaan. Banyak contoh bisnis keluarga yang sukses menurunkan bisnisnya sampai ke generasi keempat.
Sebaliknya, tidak sedikit perusahaan keluarga yang gulung tikar, bangkrut akibat rebutan warisan, perselisihan antar keluarga bukan lantaran kesalahan management. Sehingga bisnispun hanya tinggal nama. Kasus semacam ini bukan hanya terjadi di Indonesia, namun hampir di seluruh dunia.
“Di Jerman, Jepang dan banyak perusahaan keluarga gagal total karena konflik keluarga. Inilah sebuah resiko yang dihadapi dalam family business,” papar Pengajar Entrepreneurship dan Family Business dari University of Vermont, USA, Prof. Pramodita Sharma saat seminar bertema “Next Generation Embracing Technological Changes”, yang digelar di Universitas Prasetiya Mulya, Jakata, Kamis (25/7/2019).
Pramodita yang meraih gelar doktor kehormatan dari Jönköping University di Swedia, dan University of Witten/Herdecke Jerman melanjutkan bisnis keluarga dapat bertahan baik bilamana dapat mengintegrasikan visi, kemampuan dan kearifan dengan teknologi masa kini.
Umumnya, anak-anak konglomerat masih muda, enerjik sebagai generasi penerus perusahan keluarga memiliki karakter rendah hati. Sedangkan senior mereka berbesar hati memberikan peluang juga mendorong agar perusahaan semakin maju, tambah akademisi yang sangat concern pada pertumbuhan bisnis keluarga di Amerika.
Saat ini, sambung dia, generasi penerus terutama dari Indonesia, banyak yang belajar di luar negeri yang menekuni dunia teknologi dan kembali ke Indonesia memadukan bisnis keluarganya dengan teknologi. “Kita tak bisa menyepelekan era teknologi, meninggalkan teknologi berarti tertinggal jauh,” lontarnya.
Pramodita membantah era industri revolusi 4.0 banyak yang beranggapan bahwa dunia bisnis menuju kehancuran. “Padahal anggapan seperti ini salah besar. Justru dunia industri revolusi 4.0 menjadi tantangan tersendiri bagi family business. Saya kira tak ada masalah, malah generasi penerus sudah mengantisipasinya,” sambungnya.
Rektor Universitas Prasetiya Mulya Prof. Djisman Simandjuntak menjelaskan Universitas Prasetiya Mulya perlu membahas masalah ini untuk
memberi masukan terhadap perkembangan bisnis keluarga di Indonesia, baik dari sisi akademisi maupun praktisi. Mengingat family business di Indonesia memiliki norma hukum dan keluarga diharapkan bisnisnya bisa berjalan dengan baik.
“Saya berharap kegiatan seperti ini dapat berlangsung secara berkesinambungan dengan konsep acara yang lebih bervariasi. Bahkan pengusaha di Indonesia harus tumbuh jauh lebih pesat. Karena bisnis keluarga memiliki poin lebih, seperti jika perusahaan mengalami krisis dan keluargalah yang bersama-sama menanggung,” imbuhnya.
Menurutnya, hampir semua perusahaan di Indonesia adalah perusahaan keluarga dengan kontribusi cukup besar terhadap Indonesia. Tentunya dengan menciptakan kolaborasi pengetahuan. “Kita harus tumbuh jauh lebih pesat dari 5 persen agar berkelanjutan. Kita tanamkan pengetahuan keras agar kita bisa menghasilkan pengusaha-pengusaha. Semoga bisa menjadikan revolusi mental, karena bisnis keluarga memikiki poin lebih karena apabila mengalami krisis, keluargalah yang bersama-sama menanggung,” tandasnya serius.
Dekan Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya Prof. Agus W. Soehadi menambahkan bisnis keluarga kini semakin kuat sejak listing di bursa efek. Memang semula ada kekhawatiran, namun setelh berjalan malah semakin menguatkan bisnis keluarga. “Saya tak mau menyebut perusahaan keluarga yang listing di bursa, namun hasilnya memang berkembang bagus, malah semakin berkembang,” lontarnya.
Di sisi lain Agus W. Soehadi mengungkapkan pihaknya adalah pertama menghadirkan mata kuliah entrepreneurship. Karena setelah memiliki bisnis, apa yang harus dilakukan agar investor tertarik dengan bisnis tersebut.
“Bukan hanya mengasilkan usaha, namun bagaimana usaha berkembang pesat setelahnya. Diketahui, jumlah pengusaha mikro di Indonesia mendominasi dan semakin banyak mahasiswa yang tertarik jadi pengusaha dan diharapkan memiliki transformasi yang sangat pesat,” jelasnya.
Ditambahkan Universitas Presetiya Mulya perlu mengadakan seminar ini karena ingin mengedukasi para pelaku bisnis keluarga, akademisi dan masyarakat umum, bagaimana sebuah bisnis keluarga dapat melahirkan suksesor-suksesor yang dapat meneruskan dan mengembangkan bisnisnya.
Dalam acara Family Business Talk yang bertema Next Generation Embracing Technological Changes ini, menghadirkan Pramodita Sharma, Professor & Daniel Clark Sanders Chair dalam bidang Entrepreneurship & Family Business di Grossman School of Business, Universitas Vermont, USA.
Selain itu juga menghadirkan suksesor dari beberapa family business ternama Indonesia seperti Salman Subakat, Chief Marketing Officer PT. Paragon Technology and Innovation (Wardah), Noni Purnomo, Direktur Utama PT. Blue Bird, Tbk dan Teresa Wibowo, CEO PT. Omni Digitama Internusa (Kawan Lama Grup). (END)