DAERAH

Dieng Embun Membeku, Ribuan Wisatawan Penasaran

BANJARNEGARA, bisniswisata.co.id: Sebagian wilayah kawasan dataran tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah sejak Jumat 6 Juli 2018, mengalami fenomena bun upas atau embun membeku. Orang juga mengenalnya sebagai fenomena es di Dieng. Suhu terendah yang tercatat warga desa mencapai 2 derajad celcius pada Jumat subuh 6 Juli 2018 dan 5 derajad celcius pada Sabtu 7 Juli 2018.

Namun, fenomena suhu ekstrem itu justru membuat ribuan wisatawan berbondong-bondong memadati Dieng sejak Jumat petang. Wisatawan penasaran dengan kondisi perubahan alam, untuk membuktikan sendiri kondisi itu setelah mendengar berita dari mulut ke mulut, juga gencarkan berita di media sosial (Medsos).

Juga Video memuat pemandangan embun menjadi es di sebuah perkebunan di Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, beredar pada Jumat pagi, 6 Juli 2018. Gambar bergerak berdurasi tak lebih dari 15 detik itu dibagikan melalui Insta Story akun Dieng Culture Festival, @festivaldieng.

Seseorang di balik video tersebut membagikan tiga video. Video pertama merekam hamparan tanaman yang dipenuhi kristal embun. “Musim kemarau telah tiba, sebagian wilayah Dieng sudah membeku,” demikian ditulis akun @festivaldieng.

Video kedua menampilkan bunga-bunga es yang telah dikepal seseorang. Kemudian, di video terakhir, perekam menunjukkan es yang menempel di lembaran plastik penutup tanaman. Es itu berbentuk lembaran pipih. Perekam mencoba mengangkatnya dan menunjukkan bahwa fenomena es di Dieng nyata.

“Sedikitnya 1.500 wisatawan datang sejak ada kabar Dieng membeku itu, mereka penasaran pingin tahu,” ujar tokoh masyarakat yang juga Sekretaris Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah Sabar Alfarisdi seperti diunduh laman Tempo, Ahad (08/07/2018).

Dilanjutkan, para wisatawan asal Jawa Tengah dan sekitarnya itu sejak kemarin bolak-balik memasuki komplek kawasan Dieng diangkut mikro, sebutan angkutan bus mini di kawasan itu. Sejumlah homestay yang berada di pinggir jalan kawasan Dieng pun mulai penuh.

Total di Desa Dieng Kulon ada 200 homestay yang terdaftar resmi, belum termasuk homestay baru yang bermunculan tahun ini. Harga tarif menginap di homestay itu sekitar Rp 150-300 ribu per malam. “Kedatangan wisatawan terpantau sampai pukul 23.00 WIB, karena mereka menunggu subuh agar bisa melihat bun upas,” ujar Sabar.

Bun upas sendiri biasanya mulai muncul dan bisa dilihat dari pukul 05.00 sampai pukul 07.30 WIB. Semakin matahari naik ke atas, embun-embun itu mulai mencair dan esok paginya jika suhu rendah kembali terbentuk.

Humas Dieng Culture Festival, Aprilianto membenarkan konten dalam video Dieng berembun. “Benar, video itu diunggah oleh teman kami pagi tadi pukul 06.30 saat mau ke ladang,” ujarnya melalui sambungan telepon.

Warga lokal, kata Aprilianto, menyebut hal itu sebagai fenomena bun upas yang terjadi tiap tahun. Bun upas berarti embun beracun. Namun bukan berarti mengandung zat yang membahayakan. “Dinamai racun karena bagi tanaman itu bisa mematikan,” katanya.

Bun upas terjadi tiap musim kemarau, mulai Juli hingga Oktober. Saat itu, suhu di Dieng bisa mencapai minus 4 derajat Celsius. “Paling ekstrem minus 4 (derajat Celsius) di Candi Arjuna. Kalau di perkampungan biasanya minus 2 derajat (Celsius),” ucapnya.

Di wilayah Dieng, yang rata-rata berada di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), suhu terendah dapat dirasakan pada dinihari hingga pagi. Sedangkan bun upas biasanya dapat dilihat saat pagi buta hingga pukul 07.00.

Fenomena ini menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan, khususnya saat perhelatan Dieng Culture Festival, yang rutin diselenggarakan tiap Agustus. “Biasanya peserta Dieng Culture Festival datang sekalian ingin melihat embun jadi es,” tutur April.

Bun upas tak ayal menjadi salah satu daftar yang ingin dilihat pelancong selain fenomena potong rambut anak gimbal. Namun, supaya tetap nyaman dan aman kala mengunjungi Dieng, wisatawan diminta membawa perlengkapan khusus.

“Kalau ke sini saat kemarau, jangan lupa bawa jaket tebal atau windbreaker. Kalau cuma jaket waterproof, enggak manjur. Paling enggak, yang ada bulu angsanya,” ujar April. Penutup kepala, sarung tangan, dan minyak kayu putih juga menjadi peranti yang tak boleh dilupakan untuk dibawa. (NDY)

Endy Poerwanto