Oleh: Hamzah D. Pribadi
YOGYAKARTA. bisniswisata.co.id: Group musik asal Yogyakarta De Santos telah menggebrak pemirsa secara virtual melalui sajian musik yang mewakili kurun waktu 50 tahun.
Tidak hanya musik, program yang diusung Jogya Tea House itu juga menampilkan diskusi bersama dosen arsitek UGM Dr. Ir. Laretna Adishakti, komposer ternama Addie MS, penyanyi rock Keenan Nasution dan Dr. Ario Djatmiko, ahli onkologi secara daring dari Melbourne.
Acara dibuka oleh Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, staf khusus Menkes dan dipandu oleh wartawan senior Wiwied Trimurti.
”Tantangan utama pada saat pandemi ini adalah bagaimana dapat bersilaturahmi satu sama lain”, tutur Laksono mengawali acara tersebut. Dalam suasana Syawal ini Jogyakarta Tea House (JTH) telah menyelenggarakan acara bertajuk ”Berlebaran secara virtual bersama De Santos” Sabtu malam (29/5).
Berkumpul sambil mendengarkan musik bisa dijadikan ajang reuni sahabat lama, sanak saudara, dan anak cucu yang lokasinya saling berjauhan. Sebanyak 16 lagu telah disajikan oleh De Santos dan band lokal DSS Yogyakarta.
Acara berlangsung semakin meriah setelah mendengarkan lagu ciptaan masing-masing anggota keluarga De Santos antara lain: ”Banjarmasin” (Ibu H. Soeyatini Santoso), ”Lagu Berlalu” (Kongko), ”Mars Pramuka Peduli” (Bambang), dan ”Move towards hope” (Bagas).
Keluarga yang selalu menekuni musik.
”Kami memilih untuk mengundang keluarga pecinta musik”, ujar Prof. Dr Laksono yang akrab dipanggil Coco ini. Selanjutnya dijelaskan bahwa keluarga Santoso Poedjosoebroto cukup dikenal di kota Yogyakarta, karena selama hidupnya Dr. R.H Santoso Poedjosoebroto, SH yang berprofesi sebagai hakim juga aktif di berbagai sosial.
Haryo Sasongko selaku wakil dari De Santos menjelaskan kiprah keluarga Santoso dalam bermusik. Ayah mereka, Santoso Poedjosoebroto adalah seorang ahli hukum dan abdi negara. Beliau beserta Ibunda Tien Santoso
telah menanamkan jiwa seni musik sejak kecil kepada putra-putrinya bahkan sampai generasi cucu.
”Dalam berbagai kesempatan ketika mengadakan pertemuan dengan anggota keluarga satu sama lain, keluarga Santoso selalu menyanyikan sesuatu lagu dan memainkan instrumen”, kata putera nomor dua Bapak Santoso yang akrab dipanggil Kongko ini.
Disebutkan pula oleh Kongko bahwa dia sendiri juga mengembangkan gitar yang bermotif batik dan berpuluh lagu telah diciptakannya.
Laretna Adishakti yang panggilannya Sita mendukung kegiatan ini. Menurut dosen UGM jurusan arsitektur ini, keluarga Santoso selalu aktif dalam setiap acara di sekolah, kampus bahkan setelah selesai mengabdi di pemerintahan dan menjadi pensiunan ASN.
Rasa keguyuban dalam musik itu menghasilkan semangat tinggi dalam kegiatan apapun termasuk pelestarian batik dan pusaka budaya.
Dr. Ario Djatmiko yang juga menjadi panelis menyatakan bahwa salah satu kebutuhan manusia adalah berkomunikasi. Cara yang paling ampuh adalah melalui musik. ”Belajar musik ternyata banyak manfaatnya. Bukan saja membuat kita bisa bermain musik dengan baik dan benar, tetapi lebih dari itu, musik bisa menjadi solusi kestabilan mental”, kata Dr. Ario.
Dokter ahli kanker ini merupakan penyanyi rock and blues. Dia mengatakan bahwa musik. mengajari keseimbangan serta harmoni yang sangat penting bagi kehidupan.
Dr. Ario menghargai cara pendidikan formal dan pengenalan musik yang diterapkan pada keluarga Santoso. ”Harmonisasi yang diajarkan dari keluarga bisa membuat kita mampu mengolah rasa ” ungkapnya.
Kemampuan mengolah rasa ini menjadi hal penting dalam kehidupan kita. Bahkan untuk para pemimpin sangat diperlukan, karena melalui kemampuan mengolahan rasa, dia akan mampu jadi pemimpin yang baik,” terang dr. Ario.

Musik menyatukan keragaman.
Dirijen musik Addie MS mengapresiasi penyelenggaraan konser musik virtual ini. ”Menggemari progressive rock saja sudah merupakan kekhususan, apalagi memainkan musik tersebut”, komentar komposer kondang Addie MS.
Ditambahkan pula bahwa musik itu merupakan penghargaan kepada perbedaan. Berbagai jenis instrumen dalam suatu orkestra misalnya, itu memang tujuannya untuk diharmoniskan. Lagu-lagu ciptaan group Emerson, Lake and Palmer dan Triumvirat beraliran Art Rock itu memerlukan ketrampilan tersendiri.
”Keluarga de Santos ini mencerminkan suatu ”oase” yang sejuk untuk berkumpul bersama keluarga dan main musik bareng. Ini keteladanan”, pungkas Addie MS.
Komentar lainnya adalah dari penyanyi Keenan Nasution. Disampaikan bahwa progressive rock yang ditampilkan De Santos sangat mengena. Progressive rock yang lahir di Inggris setelah Beatles sukses meluncurkan lagu ”Strawberry fields Forever”.
Keunikan genre ini adalah dari kord sampai permainan instrumennya, sangat berbeda dengan musik lainnya.”Dan ini tantangannya, karena terdapat kembangan yang khas dalam Art/Progressive Rock”, kata pencipta lagu ”Nuansa Bening” tersebut.
Sebagai catatan dapat disampaikan bahwa konser virtual di tengah pandemi tidak sekadar mencari materi tetapi juga untuk menghidupkan musik tanah air.
Prof Laksono yang merupakan salah satu pakar kesehatan menyadari bahwa prioritas saat ini adalah bagaimana agar bisa produktif dengan mengutamakan protokol kesehatan.
Namun Laksono juga menilai bahwa penyelenggaran konser virtual juga membuat para pelaku di industri musik seperti kru panggung kembali bergairah. ”Tidak saja musisi, tetapi orang panggung lainnya juga. Kegiatan mereka harus tetap berjalan karena semuanya berkeseinambungan”, ujar Coco
Dalam konser de Santos ribuan pemirsa telah memberikan endorsement dan like agar kegiatan musik virtual tersebut tetap diteruskan. Melihat besarnya animo kebutuhan hiburan tersebut, kiranya kedepan Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif perlu mendukung upaya para pekerja di sektor ekonomi kreatif termasuk para musisi untuk tetap produktif di masa pandemi.
Acara ditutup dengan menyanyikan lagu ”Sepasang Mata Bola” dan penyerahan souvenir bunga dari Bambang Sardjono kepada Ny. Etty Larasati Soeliantoro Sulaiman, melalui Nita Kenzo puteri Ibu Soeliantoro Sulaiman.