BALI, bisniswisata.co.id: Sumbangandevisa dari sektor pariwisata meningkat dari 12,2 miliar dolar AS pada 2015, menjadi 13,6 miliar dolar AS di 2016, dan naik lagi menjadi 15 miliar dolar AS pada 2017. Pada 2018 ditargetkan meraup devisa 17 miliar dolar AS, pada 2019 dibidik menyumbang devisa nomor 1 mengalahkan sektor lain dengan proyeksi nilai sebesar 20 miliar dolar AS.
Realisasi tahun 2019 menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio mencapai Rp 280 triliun dengan posisi kontribusi pada PDB nasional sebesar 5,5 %. Meningkat dari capaian 2018 yaitu Rp 270 triliun yang berkontribusi 4,5 % terhadap PDB.
“Hampir 40% adalah kontribusi industri di Bali,” jelas Ketua DPD ASITA Bali periode 2016-2020 Ketut Ardana disela persiapan Musda ASITA Bali yang direncanakan 16 Desember mendatang.
Untuk tahun 2020, lanjutnya kepada bisniswisata.co.id, Bali tidak mampu berkontribusi devisa, justru memerlukan suntikan dana segar agar mampu memulai industri plesir yang berdamai dengan pandemi COVID-19.
Seperti diketahui, data tahun 2020, dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan total kunjungan wisman periode Januari-Agustus 2020 hanya 3,41 juta, atau anjlok 68,17% dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Indonesia diperkirakan akan kehilangan devisa lebih dari Rp 213 triliun karena penurunan jumlah wisatawan mancanegara. Kondisi ini juga berimbas besar pada pelaku industri pariwisata.
Angin segar untuk segera bangkit muncul saat dikeluarkannya Surat Menteri Keuangan RI Nomor: S-244/MK.7/2020 tanggal 12 Oktober 2020, perihal : Penetapan Pemberian Hibah Pariwisata Tahun Anggaran 2020, melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Dilansir pada tanggal 13 Oktober 2020 melalui simakrama on-line bahwasanya Pemerintah menyiapkan dan segera menyalurkan dana hibah pariwisata sebesar Rp 3,3 Triliun bagi pelaku usaha pariwisata dan pemerintah daerah untuk dapat bertahan di tengah pandemi. Guna membantu pemerintah daerah serta industri hotel dan restoran yang saat ini sedang mengalami gangguan finansial. Serta recovery penurunan pendapatan asli daerah (PAD) akibat pandemi COVID-19.
Dipertanyakan
Merespon Surat Menteri Keuangan RI Nomor: S-244/MK.7/2020 tanggal 12 Oktober 2020 tersebut, DPD ASITA Bali mempertanyakan eksistensi 11 sektor diluar hotel dan restoran bagi negara.
“Industri pariwisata itu melibatkan paling sedikit 13 sektor bisnis, ASITA dan anggota adalah salah satu importir tanpa kontainer yang mendatangkan wisman dan wisnus ke Bali,” kata Ketut Ardana.
Menurut Undang-Undang Pariwisata no 10 tahun 2009, industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata. Pada industri ini paling tidak ada 13 sektor terlibat didalamnya antra lain: agen perjalanan wisata, sanggar seni, penyelenggaraan MICE ( Meeting, Incentive, Convention Exhibition), penyediaan akomodasi wisata, penyediaan makanan dan minuman dilokasi wisata, jasa informasi pariwisata, pengelolaan tempat wisata, jasa konsultan pariwisata, usaha jasa pramuwisata/pemandu wisata, wisata tirta/air, jasa transportasi pariwisata, industri kerajinan dan pusat penjualan oleh-oleh.
UU jelas menyebutkan keberadaan agen perjalanan wisata yang secara resmi bernama ASITA, tercatat DPD ASITA Bali beranggotakan 422 perusahaan sebanyak 14 BPW menggarap pasar ASEAN, 118 BPW mengelola pasar domestik, 34 BPW menangani pasar Australia, 102 BPW menlayani pasar China, 52 BPW melayani pasar Jepang. Pasar Eropa Barat dikelola 58 BPW, tujuh BPW untuk pasar Middle East, 38 BPW melayani pasar India dan pasar Amerika dikelola 29 BPW
Jika didekade 80- 90, wisatawan yang berkunjung ke Bali menggunakan jasa biro perjalanan wisata anggota ASITA Bali. Dekade 10 tahun terakhir, anggota DPD ASITA Bali hanya mampu mengelola kurang lebih 40 persen dari total wisatawan manca negara dan domestik yang berkunjung ke Bali. Prosentase lainnya berbagi dengan pihak jasa sales and marketing on line, pengelola open trips mau pun hotel.
DPD ASITA Bali sangat mengapresiasi upaya pemerintah, juga mengingatkan bahwa sektor ekonomi dalam industri pariwista tidak hanya hotel dan restoran, ada 11 sektor lain yang secara asosiasi berada dibawah naungan Bali Tourism Board. Khusus biro perjalanan wisata/BPW di Bali, domiman focus usaha anggota di bidang inbound tourism .
Hampir 46 tahun terakhir melakukan kegiatan promosi diseluruh event baik dalam maupun luar negeri sesuai pasar yang dilayani masing- masing perusahaan. Sebagai asosiasi perjalanan wisata, ASITA juga menyelenggarakan, menyusun dan menjual paket wisata dalam negeri kepada tour operator di dalam dan luar negeri atas dasar permintaan mitra kerja di pasar- pasar wisatawan.
Lebih jauh dipaparkan Ketua DPD ASITA Bali, bahwa ASITA dan anggota juga telah menyelenggarakan event besar pasar wisata yang mendatangkan seller dan buyer dari kantong- kantong wisatawan 10 besar untuk Bali bernama Bali and Beyond Travel Fair. Untuk tahun 2020, acara ditunda dengan alasan pandemi sebagai kebijakan melindungi pasar mau pun Bali sebagai destinasi.
Dalam pergerakan industri pariwisata, anggota ASITA juga berkontribusi pajak langsung mau pun tidak langsung. Baik pajak badan usaha, PPn, PPH, pajak tidak langsung yang dibayarkan melalui akomodasi dan restorant yang digunakan oleh “tamu” FIT, atau grup dari anggota ASITA.
DPD ASITA Bali hanya mengingatkan kembali, amanat Undang- undang kepariwisataan No 10 tahun 2009 pasal 31: bahwa setiap perseorangan, organisasi pariwisata, lembaga pemerintah, serta badan usaha yang berprestasi luar biasa atau berjasa besar dalam partisipasinya meningkatkan pembangunan, kepeloporan, dan pengabdian di bidang kepariwisataan yang dapat dibuktikan dengan fakta yang konkret diberi penghargaan.
Penghargaan sebagaimana dimaksud diberikan oleh Pemerintah atau lembaga lain yang terpercaya . Dapat berbentuk pemberian piagam, uang, atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat. Penyusunan regulasi dan pemberian insentif untuk mendorong perkembangan industri kecil dan menengah dan usaha pariwisata skala usaha mikro, kecil dan menengah yang dikembangkan masyarakat lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Mendorong pemberian insentif dan kemudahan bagi pengembangan industri kecil dan menengah dan Usaha Pariwisata skala usaha mikro, kecil dan menengah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan mendorong pelindungan terhadap kelangsungan industri kecil dan menengah dan Usaha Pariwisata skala usaha mikro, kecil dan menengah di sekitar destinasi pariwisata.
DPD ASITA Bali, berharap hibah juga diberikan sesuai dengan amanat UU No 10 tahun 2009 pasal 31 tersebut, dan seluruh sektor ekonomi dalam industri pariwisata dapat segera bangkit dengan adanya dukungan ini dan sekaligus penerapan protokol kesehatan berbasis clean, healty, safety, environment (CHSE).