JAKARTA, bisniswisata.co.id: Masa Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) Transisi diperpanjang lagi untuk daerah Ibu Kota Jakarta terus berlanjut. Di berbagai daerah juga ditandai dengan zona merah pandemi COVID-19.
Seluruh kegiatan belajar mengajar di sekolah belum diperbolehkan untuk digelar secara tatap muka, dan untuk perkantoran yang bisnisnya bergerak di sektor esensial diperbolehkan beroperasi dengan kapasitas sesuai dengan kebutuhan.
Rani (23) tahun seorang karyawan swasta asal Depok, yang berkantor di daerah Kebon Sirih mengatakan bahwa selama pandemi ini berusaha untuk menjalani hari-harinya walaupun dengan beberapa hal yang dibatasi.
Selama pandemi ini misalnya, dia merasa lebih emosional, karena banyak hal yang perlu disesuaikan, dikondisi seperti ini harus lebih sering mengerti dan membantu satu sama lain, di sisi lain dampaknya memburuk karena tekanan dari berbagai hal yang membuat mudah kesal.
“Soalnya ada pekerjaan yang harusnya dikerjakan wfh namun terkadang ada beberapa hal yang kita tidak bisa kerjakan dari rumah, apalagi jika masalah audit, dan pekerjaan itu dibutuhkan secepatnya ” kata Rani.
Kantornya memberlakukan shift, seminggu setidaknya dua kali kekantor, kadang bisa lebih jika ada hal yang mendesak. ” Jujur saja saya sedikit khawatir juga karena naik kereta, dan ketika jam kantor ramai orang dan berdesak-desakan, membuat saya sering khawatir ”
Tiba di rumah, lingkungan keluarga sendiripun lebih pemarah, lebih ‘parno’, karena banyak berita2 yang tidak dapat dicerna dengan baik misalnya dari Whatsup group ( WA) atau dari Platform Sosial Media lain.
Hal ini menyebabkan pada akhirnya menyalahkan anggota keluarga lain/menyudutkan sehingga menimbulkan ketidakharmonisan. Apalagi diantara anggota keluarga kantor Rani yang sering membuatnya harus ke kantor.
Disisi lain karena kekhawatiran tersebut membuat dia mengaku lebih sadar untuk menjaga kebersihan diri Sadar dengan apa yg sedang di hadapi, terutama kesehatan.
“Akhirnya seiring waktu, kita bisa saling mengingatkan tanpa menyudutkan, dan berusaha lebih tenang ketika sudah mulai emosi,” kata Rani.
Memang informasi di era ini tidak bisa dibendung bahkan tidak sering juga menakut-nakuti apalagi dengan maraknya media sosial sekarang dengan pemberitaan simpang-siur.
Banyak orang tua yang langsung mengambil kesimpulan informasi tersebut tanpa menyelidiki kebenarannya terlebih dahulu menyebabkan kesalahpahaman dan meresahkan.
“Media informasi itu penting, tapi kita sebagai pembaca juga harus menyelidiki kebenaran informasi tersebut, kita sebagai pembaca harus lebih teliti, dan orang-orang yang terlibat dalam dunia media informasi bisa lebih bijak dalam menyajikan informasi yang tidak menakut-nakuti masyarakat,” harapnya.
Rani berharap dengan bijak bermedia sosial dan lebih memahami suatu informasi maka masyarakat bisa lebih menghargai pendapat orang lain, tidak langsung berasumsi, dan dapat saling mengingatkan apabila ada informasi yang tidak benar.
” Informasi simpang-siur sangat merugikan seseorang, menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga, bagaimana kalau hal tersebut terjadi di dalam keluarga kita?,” tanya Rani.
Soalnya suatu ketika beredar di kompleks tempat tinggalnya ada yang terpapar dengan COVID-19, padahal yang bersangkutan di jemput ambulance karena serangan jantung. Kompleks heboh dan keluarganya terlanjur dikecam karena membawa virus ke masyarakat bukan menunjukkan simpati.
“Maka dari itu saya berharap kita semua dapat lebih bijak dalam mengambil informasi. Cek & Ricek, bukan antipati duluan karena kalaupun benar terkena COVID maka kita harus saling mendukung,” kata Rani.