JAKARTA, bisniswisata.co.id: Negara-negara anggota ASEAN sepakat menyamakan standar kompetensi tenaga profesional di bidang pariwisata. Penyamaan standar itu dilakukan dengan penerapan The ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professionals (ASEAN MRA-TP). Tujuan akhir dari keseragaman standar untuk menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai tujuan wisata terbaik dan berkualitas.
Untuk itu, Kemenpar mengimplementasikan program SDM unggul di bidang pariwisata dengan 3C yaitu Curriculum, Certification, dan Center of Excellence, papar Staf Ahli Menteri Bidang Pengembangan Ekonomi dan Kawasan Pariwisata Kementerian Pariwisata, Anang Sutono seperti dilansir laman Republika, Senin (21/10/2019).
Dilanjutkan, untuk curriculum mengacu pada standar global yakni Tedqual Certification dari UNWTO. Sedangkan untuk certification para lulusan sekolah SMK Pariwisata dan perguruan tinggi pariwisata harus 100 persen mendapatkan sertifikasi MRA-TP agar mudah diterima di pasar tenaga kerja regional tingkat ASEAN.
Dan untuk program center of excellence diterapkan di enam Pergurunan Tinggi Negeri (PTN) Pariwisata di bawah Kemenpar. Di antaranya yakni STP NHI Bandung sebagai center of excellence untuk kuliner, STB Nusa Dua Bali wisata budaya, Poltekpar Lombok wisata halal, Poltekpar Makassar wisata maritim, Poltekpar Palembang wisata olahraga, dan Poltekpar Medan center of excellence wisata geopark, tambahnya.
Ditempat terpisah, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Prof. Azril Azahari menjelaskan memang untuk awal penerapan ASEAN MRA-TP, sangat baik. Namun masih perlu dikembangkan lagi karena baru tersedia 32 job titles saja. “Artinya masih ada yg perlu dipersiapkan lagi,” papar Prof, Azril Azahari saat dikonfirmasi Bisniswisata.co.id, Senin (21/10).
Dilanjutkan, Tedqual Certification dari UNWTO hanya merupakan acuan standar global kurikulum saja, bukan untuk sertifikasi kompetensi profesi di sektor pariwisata. Padahal, yang dibutuhkan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) di Indonesia adalah sertifikasi kompetensi untuk profesi pariwisata.
“Khusus untuk SDM sektor pariwisata sampai saat ini kita belum memiliki Perencanaan TK Sektor Pariwisata (Tourism Manpower Planning) yang berdampak pada kesulitan pada hitungan terhadap kebutuhan (demand) dan ketersediaan (supply) SDM kita,” ungkapnya.
Selain itu, sambung dia, kesulitan tersebut diperberat dengan belum adanya sektor pariwisata Indonesia, yang sesuai dengan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia). “Namun jika dianalisis dari aspek Human Development Index (HDI) dan Human Capital Index (HCI) kita sudah tertinggal dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapore, Malaysia, Thailand dan bahkan kini sudah disalip oleh Vietnam,” lontarnya serius. (end/republika)