ART & CULTURE

999 Penari Sufi Berputar-putar Meriahkan Harlah Muslimah NU

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Suasana Hari Lahir ke-73 Muslimat NU di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Ahad (27/1/2019), berlangsung meriah. Kemeriahan bukan hanya dipadati 100.000 lebih wanita muslimah namun juga dihadiri sekitar 999 santri dari Pondok Pesantren Sabilil Muttaqin, Takeran, Magetan, Jawa Timur.

Para santri menggunakan atribut pakaian yang umum digunakan para penari sufi yaitu tunik dan tenur. Sebagai penutup kepalanya sebagian putra menggunakan topi memanjang ke atas, sebagian lagi menggunakan peci hitam. Juga jubah hitam besar, baju putih yang melebar di bagian bawah seperti rok, dan alas kaki. Santri perempuan menggunakan atribut pakian yang sama, hanya bedanya menggunakan kerudung.

Filosofi atribut pakaian penari sufi bahwa Topi memanjang yang dikenal sebagai sikke melambangkan batu nisan para wali dan sufi yang ada di dataran Timur Tengah. Jubah hitam melambangkan alam kubur dan baju putih melambangkan kain kafan. Warna baju ini dibuat agar manusia senantiasa mengingat kematian.

Dengan begitu, mereka akan lebih mudah untuk mengendalikan hawa nafsu dan ego duniawi. Alas kaki penari sufi disebut kuff. Konon, Nabi Muhammad SAW juga mengenakan kuff salam perjalanan kemana pun, terutama pada musim dingin. Uniknya, jika kamu menggunakan kuff saat berwudhu kamu tidak perlu melepasnya.

Santri yang mengenakan pakaian khas berwarna-warni ini, tampil bersama Habib Anis Syahab yang membawakan lagu Deen Assalam dan Assalamu’alaik. Juga tampil Majelis Shalawat Baitul Mustofa YPM Sidoarjo yang membawakan Shalawat Gundul Pacul/Shalawat Sunan Kalijogo.

Sekitar pukul 06.00 WIB, 999 penari sufi lelaki dan wanita turun ke tengah stadion. Mereka memasang karpet kotak berukuran sekitar 1 meter, yang ditempat di lantai kemudian dipasang secara rapi berbaris. Para penari kemudian berdiri di tengah karpet.

Seorang penyanyi solo melantunkan lagu pujian untuk Rasulullah yang dibawakan Majelis Sholawat Baitul Mustofa YPM Sidoarjo dilanjutkan membawakan shalawat Sunan Kalijogo, yang diikuti improvisasi dari alat musik flute. Para penari saling membungkuk satu sama lain sebagai tanda penghormatan. Llalu melepas jubah hitamnya.

Posisi tangan mereka ditempelkan di dada dan bersilang mencengkram bahu. Tak lama kemudian para penari berputar di luar pemimpin tarian yang berada di tengah.

Para ibu-ibu muslimat NU sangat antusias dengan penampilan para penari sufi, mereka pun mendekati para penari untuk sekadar menikmati tarian dari dekat atau mengabadikan para penari yang berputar-putar tanpa henti, tanpa lelah.

Nyanyian shalawat Sunan Kalijogo pun menyihir Ibu-ibu muslimah ikut ikur nyanyikan halawat Sunan Kalijogo. Para ibu muslimah melantunkan dengan nada yang tepat, sudah hafal betul dengan tembang itu. Dan suara pun menggema di seluruh penjuru stadion.

Tarian yang dipentaskan itu menyabet rekor Museum Rekor Indonesia (Muri). Para santri menghentikan tariannya, sesaat Presiden RI Joko Widodo datang di lokasi perhelatan Hari Lahir ke-73 Muslimat NU.

Tarian sufi secara massal ini memang pertama kali digelar. Tarian Sufi bukanlah sekedar tarian biasa, namun perpaduan antara seni dan budaya. Kalangan Sufi menganggap tarian ini juga sebagai ritual di luar ibadah yang berfungsi sebagai amalan soleh layaknya ibadah-ibadah lainnya.

Zaman dulu, Tarian sufi juga dikenal sebagai Whirling Dervishes (darwis-darwis yang berputar) atau tarian sema (mendengar). Tarian ini terinspirasi dari seorang penyair-sufi asal Persia bernama Mawlana Jalaluddin Rumi. Rumi melakukan tarian ini pertama kali ketika guru spiritualnya meninggal dunia. Dia melakukan tarian sufi sebagai bentuk eskpresi kesedihannya. Sejak saat itu, Rumi mulai berputar bahkan hingga 3 hari 3 malam.

Tarian ini juga dianggap sebagai bagian dari meditasi diri. Meditasi ini sangat erat kaitannya dengan ajaran sufistik Islam. Para penari pun diharapkan menggapai kesempurnaan imannya, menghapuskan nafsu, menanggalkan ego, dan hasrat pribadi dalam hidup. Kemudian, penari akan mengalami ekstase dan melebur bersama sang Ilahi.

Jika ingin lihai dalam melakukan tarian ini, kamu harus melakukan beberapa ritual terlebih dahulu. Ritual yang paling utama adalaH dzikir. Tarian ini akan diiringi oleh musik khas Timur Tengah dan sebuah gambaran perjalanan mistis khas pemahaman sufistik.

Gerakan tarian Sufi ternyata bukan gerakan sembarangan. Masing-masing bagian dalam upacara tarian Sufi memiliki makna tersendiri. Bagian Naat memiliki makna keterpisahan manusia dengan Tuhan. Bagian Devr-i Veled dilakukan sebagai bentuk mengakui nafas Ilahi yang telah meniupkan roh pada manusia.

Pada bagian utama, para penari yang berputar diibaratkan bulan, sedangkan pemimpin tarian diibaratkan matahari. Mereka berputar berlawanan dengan arah jarum jam sebagai bentuk merangkul kemanusiaan dengan cinta. Gerakan itu juga melambangkan putaran alam semesta dan putaran tawaf di Ka’bah. Tarian sufi hanya sekedar untuk memperkenalkan indahnya rasa cinta kepada sesama dan Allah SWT. (ENDY)

Endy Poerwanto