ART & CULTURE EVENT

5.000 Penari Jaranan Menari di Hari Tari

SOLO, bisniswisata.co.id: Hari Tari Dunia 29 April, diapresiasi Pemerintah Kota Solo. Apresiasi itu dengan menggelar tari jaranan secara kolosal. Sedikitnya 5.000 penari jaranan dikerahkan untuk menari bersama di Stadion Sriwedari Solo, pada 29 April 2019. Aksi ini, rencananya dicatat dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri).

“Tari jaranan kemungkinan akan memecahkan rekor dalam menyambut Hari Tari Dunia. Agendanya ada tiga, yakni kuda-kuda, tari jaranan dan lagu dolanan jaranan,” lontar Kepala Dinas Kebudayaan Kota Solo, Kinkin Sultanul Hakim dalam keterangan resminya, Jumat (19/04/2019).

Sebelum menggelar latihan bersama, para penari yang terdiri dari anak-anak usia SD dan SMP tersebut sudah berlatih di masing-masing rayon di tingkat Kecamatan dalam sebulan terakhir. Acara ini bertujuan melestarikan tari gaya Surakarta dan membangun pengetahuan mengenai Jaranan.

Dalam pementasan, para penari akan membentuk tiga formasi. Masing-masing kepulauan Indonesia, tulisan Solo Kota Budaya dan Hari Tari Dunia 2019. Ketiga formasi tersebut menjadi bentuk apresiasi Pemkot terhadap budaya asli Indonesia, kebanggaan dengan Kota Solo dan perayaan Hari Tari Dunia. “Konfigurasi itu akan dibuat dengan cara masing-masing anak memakai pakaian sesuai warna yang tercantum di Juknis,” lontarnya.

Di samping itu, melalui kegiatan tersebut Pemkot ingin mengembangkan bakat seni generasi muda untuk menyiapkan regenerasi penari di Kota Solo. Para penari yang ikut latihan tersebut ada yang sebelumnya tidak bisa menari sama sekali dan ada yang sudah memiliki bakat menari.

“Dari ribuan penari yang ikut, pasti ada yang memiliki bakat menari luar biasa yang belum diketahui. Setelah unjuk gigi, mereka bisa lebih dikembangkan lagi bakatnya,” ujarnya.

Tari Jaranan yang dibawakan nantinya merupakan gaya Surakarta garapan dosen Tari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, S. Pamardi. Karya ini sangat familier dengan murid sekolah di Solo. Sering dijadikan sebagai materi ekstrakurikuler, diajarkan di sanggar-sanggar, juga kerap digunakan sebagai bahan lomba Porseni SD tingkat Jawa Tengah.

“Pada dasarnya tari Jaranan menurut jenisnya itu tari tunggal. Tetapi tari Jaranan dapat ditarikan pasangan, kelompok, atau tari massal seperti yang akan dibawakan nanti,” kata dia.

Seperti dilansir Wikipedia, Tarian jaranan juga disebut Kuda lumping, jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu atau bahan lainnya yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda, dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang.

Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut.

Jaran Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatera Utara dan di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia, Suriname, Hong Kong, Jepang dan Amerika.

Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau bahan lainnya dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang, sehingga pada masyarakat jawa sering disebut sebagai jaran kepang.

Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Konon, tari kuda lumping adalah tari kesurupan. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah seorang pasukan pemuda cantik bergelar Jathil penunggang kuda putih berambut emas, berekor emas, serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran kerajaan bantarangin melawan pasukan penunggang babi hutan dari kerajaan lodaya pada serial legenda reog abad ke 8.

Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.

Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain.

Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda. (ENDY)

Endy Poerwanto