BAHARI EVENT

26-28 Oktober 2019, Festival Mulut Seribu

KUPANG, bisniswisata.co.id: Nusa Tenggara Timur (NTT), punya festival yang sangat keren. Festival Mulut Seribu, namanya. Festival bahari, seni budaya yang baru pertama kali digelar ini, berlangsung di kawasan perairan Mulut Seribu, di Desa Daiama, Kecamatan Landu Leko, Kabupaten Rote Ndao, NTT, pada 26 hingga 28 Oktober 2019.

Mulut Seribu merupakan gugusan pulau-pulau kecil mirip destinasi wisata Raja Ampat di Papua Barat. Di Teluk Mulut Seribu terdapat gugusan pulau – pulau kecil berjumlah 22 buah pulau, yang berbentuk selat-selat yang menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya seperti labirin dalam jumlah banyak, sehingga disebut Mulut Seribu.

Sejumlah kegiatan menarik yang akan ditampilkan dalam festival ini: Pertama, parade perahu hias yang diikuti lebih dari 100 kapal nelayan yang dikerahkan di antaranya kapal pancing dasar, lampara, dan kapal cakalang yang berbasis di seputaran Kota Kupang. Keterlibatan para nelayan merupakan keinginan nelayan sebagai bentuk dukungan bagi pengembangan pariwisata bahari di Mulut Seribu.

Selain itu ada lomba dayung, tarian massal, dan lomba bermain sasando. Ada juga lomba Kebalai (Tarian dalam bentuk lingkaran sambil bergandengan tangan dengan melantunkan syair dalam Bahasa Rote dan Bahorok (Tarian pukul kaki).

“Yang menariknya dalam festival itu yakni di sekitar area Mulut Seribu satu kawasan yang memiliki keunikan alam berbentuk labirin,” papar Wakil Bupati Rote Ndao Stefanus Saek seperti dilansir laman Kompas, Sabtu (26/10/2019).

Di kawasan Mulut Seribu, lanjut dia, terdapat endemik Burung Kaka Tua Kecil Jambul Kuning kecil serta flora dan fauna. “Kita berharap, dalam festival ini bisa tumbuh ekonomi baru di wilayah Teluk Mulut Seribu dan peningkatan kesejahteraan bagibmasyarakat di wilayah setempat,” kata Stefanus.

Pihaknya akan terus mempromosikan destinasi wisata Rote Ndao ke wilayah lainnya di Indonesia, hingga manca negara. “Kegiatan ini digagas oleh pemerintah Kabupaten Rote Ndao dan didukung Provinsi NTT,” ujar dia.

Festival ini sengaja digelar untuk mempromosikan destinasi Mulut Seribu. Destinasi Mulut Seribu baru dikenal luas setelah diangkat sebagai salah satu destinasi temuan hasil penelitian Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat. “Setelah dipromosikan, ternyata Mulut Seribu memiliki potensi yang luar biasa sebagai destinasi yang memiliki banyak ikon tersembunyi,” sebutnya

Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, minta penyelenggaraan festival pariwisata di setiap kabupaten/kota setempat harus berdampak langsung terhadap ekonomi masyarakat. “Festival pariwisata itu dibikin harus ada nilai ekonomi bagi warga masyarakat setempat, kalau tidak ada itu berarti buang-buang biaya percuma,” katanya di Kupang

Dia mengatakan, biaya relatif besar yang dikeluarkan pemerintah untuk sebuah kegiatan festival harus memiliki dampak balik secara ekonomi yang dirasakan secara nyata oleh masyarakat di sekitarnya. Dicontohkan seperti festival Li Ngae di Pulau Semau, Kabupaten Kupang, yang dihadirinya beberapa waktu lalu.
“Saya tanya ke pedagang keuntungan mereka sampai tiga juta rupiah per hari selama festival itu, ini yang dimaksud dengan dampak ekonomi,” katanya.

Untuk itu gubernur meminta agar pelaksanaan festival yang digelar ke depan seperti Festival Mulut Seribu di Kabupaten Rote Ndao, Festival Fulan Fehan di Kabupaten Belu, dirancang secara baik agar memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat. “Jadi kalau pelaksanaan festival selama empat hari berarti dampak ekonominya tidak boleh kurang dari Rp1 miliar,” katanya.

Di lokasi festival harus disediakan tempat tinggal, tempat makan-minum agar para tamu yang datang sehingga bisa menginap lebih lama. Selain masyarakat setempat juga perlu dipersiapkan secara baik agar mampu melayani para tamu yang datang. “Harus ada penginapan, restoran di Mulut Seribu, di Fulan Fehan, agar ketika festival digelar tamu-tamu tidak hanya datang langsung pulang tetapi ada biaya yang dikeluarkan untuk ekonomi masyarakat setempat,” katanya. (ndy/Kompas)

Endy Poerwanto