LONDON, bisniswisata.co.id: Bagi turis yang menggemari wisata horror, kegiatan bermalam di gereja-gereja kuno di Inggris maupun Skotlandia mungkin terdengar seru, sehingga layak dijelajahi. Bukti wisata merinding itu dilakukan peserta kemah gereja yang memanfaatkan sepenuhnya pengalaman melalui “Jurit Malam”. Selain menjelajah ruangan-ruangan gereja, mereka juga melakukan Uji Dunia Lain di sekitar area kuburan tua.
“Sangat menyenangkan memikirkan siapa yang sedang tidur di bawah kita,” kata Kae Ono, seorang mahasiswa arsitektur yang menjadi salah satu peserta sambil mengangguk ke arah batu nisan. Ono dan teman-temannya merasa kalau berkemah semalam di gereja abad ke-13 ini merupakan yang wisata terseram yang pernah mereka lakukan.
Seperti dilansir AFP, Senin (16/09/2019) Kemah di gereja merupakan cara yang dilakukan banyak gereja di Inggris dan Skotlandia untuk menambah pemasukan mereka. Peserta masing-masing membayar sekitar 50 pound (sekitar Rp872 ribu) per orang untuk bisa bermalam di Gereja St Mary di Edlesborough, yang berada sekitar 64 kilometer di utara London.
Churches Conservation Trust (CCT), yang mengelola gereja-gereja desa, menyediakan tenda dan kantong tidur sehingga para pengunjung dapat “meringkuk di dalam ruangan yang benar-benar kuno”. “Saya menyukainya, apakah Anda melihat pohon-pohon di luar sana? Menyeramkan, luar biasa!” kata pengunjung lainnya, Lingbo Zhou. “Kami berencana menonton film horor nanti,” lanjut Ono.
Saat kedatangan, para peserta menjelajahi semua sudut gereja yang menjadi rumah mereka malam itu dengan keseruan bak adegan pembuka dalam film horror. Mereka berharap melakukan kegiatan wisata yang menyenangkan sebelum kembali masuk kuliah tahun ketiga di universitasnya.
“Saya ingin berjalan-jalan tengah malam di kuburan. Dan saya akan memikirkan wajah-wajah menyeramkan di atas sana,” tambah Zhou sambil menunjuk ke ukiran-ukiran aneh yang menghiasi langit-langit.
Badan amal konservasi CCT, yang menangani 354 gereja di Inggris menawarkan wisata kemah semalam di 19 gereja anggota. Gereja-gereja dipilih setelah berkonsultasi dengan relawan dan komunitas lokal, yang telah “sangat mendukung inisiatif ini”, kata manajer program Neil Best.
Gereja St Mary terbilang jarang menyelenggarakan layanan dan tamu dibatasi masuk. Para peserta yang datang diminta tak berbuat keributan yang mengganggu kesucian gereja dan ketenangan penduduk lokal. “Ya, tapi jangan berlaku konyol,” tulis situs CCT mengenai pertanyaan apakah minuman alkohol boleh dibawa masuk. Best menekankan bahwa semua tamu sejauh ini berperilaku santun dan menghormati bangunan.
Badan amal, yang meluncurkan program ini pada tahun 2014 menekankan bahwa sebuah gereja akan “selalu menjadi tempat untuk kontemplasi, ketenangan dan kedamaian”. Namun, ditambahkan bahwa kemah dalam gereja merupakan “bab baru” dalam tradisi perubahan yang sedang berlangsung.
“Saya dari Jepang. Bahkan kuil di negara kami tak menerima orang untuk menginap.” lontar Ono sambil menambahkan “Saya pikir kegiatan seperti ini meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya menjaga cagar budaya. Kegiatan ini sangat menarik, rasanya sangat keren karena kita bisa melakukan apa pun yang kita inginkan di sini.” sambungnya.
Zhou, seorang ateis, mengatakan bahwa ia merasa sedih karena banyak gereja yang tak terurus. Tetapi ia senang saat ini ada cara lain untuk tetap menghidupkan gereja, sehingga orang menjadi lebih tertarik untuk mengenal sejarah bangunannya.
Bagi Ono bermalam di Gereja St Mary merupakan salah satu kegiatan pemacu adrenaline, karena suasananya kala malam suram bak dalam film horror. “Suara berisik … dan kaca patri di malam hari benar-benar menyeramkan, dan ada kelelawar di dalam gereja, kami bisa mendengar derit dan sesuatu yang beterbangan.
“Bahkan pergi ke kamar mandi benar-benar menakutkan. Kami melihat banyak laba-laba.” tambahnya.
Pikiran “tetangga” arwah dari kuburan sekitar juga mengganggu tidur mereka, katanya. “Kami menyaksikan keseluruhan ‘The Exorcist’, kami mematikan semua lampu. Tidak mudah untuk tidak memikirkannya semua adegan dalam film tersebut saat bermalam di sini!” (ndy)