NEWS Uncategorized

Wakil Ketua MPR Ajak Generasi Milenial Gelorakan Pancasila

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Keprihatinan atas kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara dirasakan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia (RI) Ahmad Basarah. Untuk itu, politisi PDIP ini mengajak segenap komponen bangsa, termasuk generasi milenial atau generasi muda untuk memahami makna Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia.

“Generasi muda seperti pelajar dan mahasiswa, merupakan kelompok strategis namun rentan terhadap pengaruh ideologi dari luar. Apalagi perkembangan teknologi informasi yang berkembang cepat, mempengaruhi generasi kita karena berbagai informasi yang masuk ditelan mentah-mentah tanpa filter. Ini yang harus diantisipasi,” papar Ahmad Basarah

Wakil Sekjen PDIP mengemukakan hal itu pada sosialisasi empat pilar MPR bersama anggota MPR RI SB Wiryanti Sukamdani di Jakarta, Jumat (18/01/2019) sore. Acara sosialisasi ini dihadiri rektor dan dosen Universitas Sahid Jakarta, tokoh masyarakat, guru PAUD Jakarta Timur, Mahasiswa dan pengurus pondok pesantren di Bogor dan Jakarta.

Basarah melanjutkan, ancaman ideologi melalui teknolgi informasi media sosial yang mengincar generasi muda bukanlah wacana, melainkan sudah benar-benar ada dan nyata. Contohnya, saat ini para pelaku aksi terorisme berasal dari kalangan pelajar dan anak-anak. Juga maraknya perilaku seks menyimpang LGBT, hingga penyalahgunaan narkoba yang sangat mempengaruhi kehidupan berbangsa

“Menguatnya paham ekstrimisme agama merupakan ancaman terhadap takdir Tuhan untuk bangsa Indonesia yaitu berupa kemajemukan. Bahkan ancaman terhadap ideologi Pancasila yang Berbhinneka Tunggal Ika,” tegasnya.

Jadi, sambung pengagum Bung Karno, perlahan namun pasti generasi muda digerogoti oleh ideologi transnasional yang dalam praktiknya membonceng kemajuan teknologi infomasi. Semua pihak tidak bisa menolak kehadiran teknologi infomasi, namun harus diantisipasi dengan ketahanan diri yang dimiliki bangsa ini.

“Ini bisa terjadi karena kedangkalan pemahaman terhadap ideologi Pancasila. Apalagi setelah Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7), Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) yang dihapus, sehingga mempengaruhi kondisi generasi kita sebagai generasi penerus bangsa ini,” tegasnya.

Berpijak dari keprihatinannya atas kondisi kehidupan dan bernegara, khususnya yang terjadi pada generasi muda, dia mengajak segenap komponen bangsa untuk bekerja keras dan ikhlas, berjibaku menghadapi propaganda ideologi transnasional melaui teknologi informasi.

Upaya harus terus dilakukan, kata dia, membina dan menanamkan nasionalisme dan patriotisme sejak dini. Cara-cara cerdas, inovatif, dan kreatif diperlukan sebagai pendekatan kepada generasi muda. “Saya mengajak bersama untuk iku tanggung jawab mencegah serta menyadarkan upaya pihak-pihak yang hendak mengganggu ideologi Pancasila, khususnya di kalangan generasi muda,” lontarnya

Juga berharap agar kurikulum Pancasila di sekolah mulai PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga perguruan tinggi bisa segera direkontruksi. Rekontruksi ini agar kurikulum Pancasila yang dihapus agar dihidupkan lagi bahkan yang selama ini diajarkan bisa diluruskan kembali. Pasalnya, selama ini Pancasila merujuk pada paradigma orde baru yang penuh dengan manipulatif dan distorsi.

“Jadi urgensinya sangat penting, bagaimana mungkin bangsa Indonesia bisa memahami Pancasila dengan baik kalau asal-usulnya saja tidak diketahui. Juga kurikulum sekarang ini, merupakan produk keberlanjutan dari materi Pancasila yang dulu diajarkan orde baru. Di mana tidak pernah tertuang bagaimana para founding fathers merumuskan, membahas dan menyepakati Pancasila sebagai dasar Negara,” ungkapnya.

Menurutnya, banyak sekali value yang dapat diambil hikmahnya dari perjuangan para pendahulu kita. Baik yang di anggota BPUPK, baik panitia 8 maupun panitia persiapan kemerdekaan indonesia. “Narasi ini harus ada pada dokumen akademik setiap jenjang pendidikan yang ada mulai Paud hingga perguruan tinggi,” tegasnya.

Gagasan rekonstruksi kurikulum pendidikan Pancasila ini, lanjutnya, datang dari kesadaran dari para stake holder dunia Perguruan Tinggi. Kepres tentang penetapan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila merupakan payung hukum untuk pijakan dasar yuridis bagi pengakuan tentang hari lahirnya Pancasila. Dimana seluruh dokumen otentik pancasila itu telah diakui yang dulu tidak pernah diakui negara.

“MPR memberikan wacana, arahan yang bersifat materi karena kesepakatan tentang konsensus bangsa Indonesia tentang kapan pancasila itu lahir dimulai dari MPR dengan dokumen buku empat pilar yang menjadi bahan materi sosialisasi 4 pilar MPR RI dan juga telah dilegalisir melalui keputusan Presiden nomor 24 tahun tahun 2016 tentang Penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila,” sambungnya.

Sementara Dra. SB. Wiyanti Sukamdani, CHA anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan menginginkan 4 Pilar MPR diwujudkan melalui kurikulum sejak PAUD sampai perguruan tinggi (PT). Keempat pilar itu, Pancasila sebagai dasar/ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi, NKRI sebagai bentuk negara, Bhinneka Tunggal Ika sebagai semangat pemersatu bangsa.

“Empat pilar kebangsaan hal sangat mendasar dan esensial kehidupan berbangsa dan bernegara. Keempat pilar tidak digeneralisir memiliki kesamaan kedudukan, tapi eksplisit sesuai kedudukannya masing-masing. Jadi tujuannya menanamkan kembali faham Kebangsaan mulai dari tingkatan pelajar. Alangkah baiknya jika 4 PILAR MPR diwujudkan melalui kurikulum sejak PAUD hingga perguruan tinggi,” paparnya.

Dijelaskan, Pemuda adalah sebuah generasi penerus yang sangat potensial sebagai bagian dari proses regenarasi sebuah bangsa atau Negara. Pemuda yang kuat dan tangguh merupakan pilar yang kokoh diatas landasan ideologi Negara, sehingga keberlangsungan pembangunan dan kehidupan bernegara dapat diwujudkan memenuhi amanat dan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945.

Sejarah sudah mencatat, ditangan pemuda perubahan negeri terjadi. Yang harus di waspadai adalah bahaya Globlalisasi yang sedang melanda negara berkembang, termasuk Indonesia dimana hubungan dan komunikasi antar bangsa sudah tidak ada batas, ungkap mantan Ketua Umum Perhimpunan Hotel Dan Restoran Indonesia (PHRI).

Indonesia, lanjut dia, sebagai negara berpenduduk besar di kawasan Asia Tenggara berpotensi sebagai tujuan pasar Global, membutuhkan pengelola Negara yang dilandasi Ideologi Kebangsaan yang kuat disertai dengan kemampuan individu pengelolaan yang professional yang menjagadan memanfaatkan kekayaan bumi Pertiwi untuk kemakmuran rakyat. (endy)

Endy Poerwanto