JAKARTA, bisniswisata.co.id: Tren Art Deco kerap jadi inspirasi bagi para desainer busana juga arsitek. Tren yang mewakili modernisme ini, di satu sisi bisa diproduksi dalam bentuk karya bersifat eksklusif, juga dalam skala besar. Sederhananya, tren ini menimbulkan kesan akan sesuatu yang trendi, elegan sekaligus penanda suatu kemajuan. Ciri-cirinya tampak dari tampilan yang simpel, bentuk yang tegas, serta tampilan yang efisien.
Kemewahan akan Art Deco juga dijadikan inspirasi rancangan busana tiga desainer Indonesia. Mereka, Barli Asmara, Mel Ahyar dan Norma Hauri dengan menyuguhkan koleksi terbarunya. Digandeng label sebuah es krim, ketiga desainer itu merepresentasikan citra label ke dalam karya busana Art Deco yang spektakuler dan disajikan di Studio Emtek City, Daan Mogot, Jakarta Rabu lalu.
Dalam keterangan resmi yang diterima Bisniswisata,co.id, Jumat (04/05/2018), eksplorasi desain bergerak di era art deco yang mengedepankan penggunaan unsur warna ungu sebagai warna tren fashion terkini.
Mel Ahyar, mempersembahkan 10 busana lewat lini busana Mel Ahyar First (MAF). Meski mengusung konsep glamor dan mewah, ia menyebut busananya sebagai ready-to-wear deluxe alias busana siap pakai tapi tidak meninggalkan konsep couture. Model terbaru tetap merasa tertantang untuk keluar dari zona nyaman. “Saya keluar dengan warna ungu, desain saya sendiri enggak begitu ungu, enggak sering pakai ungu,” paparnya.
Selain soal warna, tantangan pun ia rasakan kala harus menghadirkan sesuatu yang glamor. Selama ini, kliennya menginginkan desain yang tak begitu glamor. Kemudian ia menerjemahkan glamor era art deco lewat kerumitan craftmanship atau detail buatan tangan dan cutting atau potongan. Menurutnya, glamor tak selalu mewujud dalam sesuatu yang bling-bling. “Di sini saya coba eksplorasi dengan raw cotton, ini kayak kain belacu. Tantangan banget untuk bikin dia glamor,” lanjutnya.
Eksplorasi Mel terwujud dalam berbagai bentuk busana wanita seperti long dress juga outer atau luaran berupa blazer, coat, dan sleeveless coat. Sentuhan khas art deco ia hadirkan dalam ragam motif geometris serta garis-garis yang tampak rapi membentuk lengkung serta persegi.
Pertemuan garis-garis ini mengingatkan orang akan cetak biru suatu bangunan. Tak hanya motif geometris, detail busana juga tak meninggalkan ciri khas Mel yakni print. Detail ini hadir di beberapa bagian busana seperti kerah, bagian punggung atau lengan berupa print pilar bangunan era 1920-an yang klasik.
Tak hanya pilihan detail, tema art deco tak lantas membuat Mel meninggalkan ciri khas keduanya yakni penggunaan bold colour. Busana didominasi warna cokelat serta warna lain seperti putih, krem dan ungu. Melengkapi look para model, aksesori maupun head piece dari desainer Rinaldy Yunardy pun dilibatkan. Aksesori kebanyakan berupa mutiara yang dirangkai menjadi kalung panjang dan head piece dengan sentuhan bulu.
Hal berbeda diusung Norma Hauri. Desainer modest wear ini merepresentasikan kemewahan lewat busana-busana serba bling-bling. Ia pun menuturkan kolaborasi ini seolah gayung bersambut sebab telah lama ia ingin mewujudkan keindahan era art deco ke dalamrancangannya. “Untuk koleksi ini saya beri judul The Noble, terinspirasi dari private school buat high society lady,” kata Norma.
Norma seolah mewujudkan style para wanita yang berhasil diolah oleh sekolah-sekolah terbaik kala itu. Ia pun menghadirkan 10 look modest wear. Unsur modern ia tunjukkan dalam siluet berupa long dress plus belt, dress yang mirip long shirt plus bagian bawah agak melebar serta dress dengan potongan unik yakni membentuk diagonal dari lengan kanan dan memanjang hingga menyentuh kaki. “Untuk shape-nya terinspirasi dari (era) 1920-an, terutama dari Jeanne Lanvin,” imbuhnya.
Lanvin, desainer perempuan asal Perancis, kala itu tenar di era art deco berkat rancangannya yang indah dan romantis. Dilansir Bussines of Fashion, Lanvin eksis lewat desain evening wear yang loose, pilihan bahan yang lembut, dengan detail berupa embroidery dan manik. Inspirasi pun ia dapat dari Mesir, Roma dan Yunani kuno.
Tak heran kala melihat look busana, orang akan teringat pada dewi-dewi Yunani atau wanita Mesir. Hal ini disebabkan penggunaan kain secara menyilang di dada serta head piece berupa manik-manik. Salah satu look menggunakan motif ala Lanvin, yakni pertemuan garis-garis secara diagonal membentuk belah ketupat.
Kesan mewah terwujud dalam pilihan warna yang didominasi ungu dan emas. Selain itu, pilihan bahan yang digunakan Norma pun mencerminkan suasana glamor seperti perpaduan tafeta, jaquard serta satin. Bahan-bahan yang menampakkan kilau, tak sekadar warna blok.
Keunikan koleksi Norma terletak pada penggunaan penutup kepala. Ia tak menggunakan kerudung layaknya tampilan modest wear di Indonesia pada umumnya. Penutup kepala begitu simpel seolah model hanya menggunakan keciput atau inner sebelum mengenakan kerudung tapi warna tetap sesuai dengan busananya.
Sementara koleksi Barli Asmara, ia menampilkan sesuatu yang benar-benar terlihat mewah dan glamor. Pada awak media ia mengaku tak asing dengan tema art deco. Saat ada gelaran dihelat Oktober 2012, ia mengusung tema The Fringe. Saat itu ia menghadirkan busana yang menonjolkan detail seperti embroidery, fringe serta payet. “Di sini saya keluarkan fringe-nya (material busana mirip jerami kaku) dipadu dengan bahan rajut,” kata Barli seperti dilansir CNNIndonesia.
Total 10 look seluruhnya menggunakan fringe. Seiring para model berlenggak-lenggok, fringe pun turut mengayun dan memberikan kesan lembut, anggun tapi kuat. Bahan ini pun mampu memantulkan cahaya lampu sehingga busana-busana ini benar-benar haus akan perhatian para penikmat fashion.
Inspirasi art deco juga ia tuangkan dalam tata letak fringe. Fringe membentuk atap bangunan, bentuk garis maupun lengkung. Seluruh look didominasi warna emas dengan sedikit sentuhan ungu pada bagian pinggang. Untuk cutting, Barli memilih cutting loose yang seolah menyesuaikan dengan lekuk tubuh model.
Konsep tampilan ala Great Gasby diperkuat dengan tata rambut yang sleek dan simpel. Barli pun juga menggandeng label aksesori Le Ciel Design untuk mempercantik dan menambah kesan mewah look.
Secara keseluruhan, masing-masing desainer punya ‘bahasa’ tersendiri untuk menyampaikan konsep art deco nan glamor lewat busana mereka. Mel Ahyar tak ingin kehilangan kekhasannya meski dituntut untuk mengikuti tema dan permintaan kolaborator. Bahkan ia justru menggunakan bahan yang tak tampak mewah. Namun, ia cukup berhasil membuat ‘si kain belacu’ naik kelas berkat sentuhan detail dan motif.
Sedangkan Norma, meski dibilang pemain barunya IPMI, ia cukup berhasil membuat modest wear rancangannya tampil mewah dan futuristik. Padahal tema yang diambil adalah tema jadul. Ia pun tak menggunakan kerudung yang biasa ditemui pada modest wear Indonesia melainkan penutup kepala yang simpel. (redaksibisniswisata@gmail.com)