MUMBAI, bisniswisata.co.id: Industri pariwisata India termasuk destinasi Taj Mahal terkena dampak sepinya kunjungan wisatawan. Kondisi ini akibat gelombang unjuk rasa anti pemerintah, yang menolak pengesahan RUU Kewarganegaraan.
Apalagi, setidaknya tujuh negara menerbitkan peringatan perjalanan atau travel warning kepada warganya yang akan berkunjung ke India. Sedikitnya 25 orang tewas dalam bentrok antara polisi dan pengunjuk rasa, yang terus melanjutkan aksi demonstrasi menolak undang-undang itu.
Pejabat memperkirakan ada sekitar 200 ribu turis domestik dan internasional yang membatalkan rencana kunjungan ke Taj Mahal, yang merupakan salah satu destinasi turis paling terkenal dunia, dalam dua pekan terakhir.
“Ada penurunan 60 persen kunjungan pada Desember ini dibanding tahun lalu,” kata Dinesh Kumar, seorang inspektur polisi yang mengawasi resor wisata Taj Mahal seperti dilansir Channel News Asia, Ahad (29/12/2019) kemarin.
Menurut dia, sejumlah turis menelpon kantor polisi menanyakan kondisi keamanan di lapangan. “Turis India dan asing menelpon kantor kami menanyakan keamanan. Kami beri jaminan keamanan. Tapi banyak yang masih memutuskan untuk tidak datang,” kata dia.
Monumen kolosal peninggalan abad 17 itu terletak di Uttar Pradesh, yang menjadi lokasi unjuk rasa besar menolak UU Kewarganegaraan dan banyak korban jiwa jatuh. Salah satu kelompok turis asal Eropa yang sedang melakukan perjalanan di India berencana memperpendek masa liburan yang awalnya 20 hari. “Kami ini pensiunan sehingga liburan ini harus terasa relaks dan lambat,” kata Dave Millikin, yang merupakan pensiunan bankir tinggal di pinggir Kota London, Inggris.
Taj Mahal, yang terletak di Kota Agra, menarik minat 6.5 juta turis setiap tahun. Ini mendatangkan pemasukan sekitar 14 juta dolar atau sekitar Rp194 miliar sebagai uang masuk atau entry fee. Manajer sejumlah hotel mewah di sekitar Taj Mahal mengatakan terjadi pembatalan dadakan oleh sejumlah tamu. Terlebih, otoritas memblokir akses internet di Agra.
“Pemblokiran Internet berdampak pada perjalanan dan pariwisata di Agra sekitar 50 – 60 persen,” kata Sandeep Arora, presiden Agra Tourism Development Foundation.
Times of India melansir sejumlah negara menerbitan peringatan perjalanan seperti AS, Inggris, Rusia, Israel, Singapura, Kanada dan Taiwan. Mereka meminta warganya tidak mengunjungi India atau berhati-hati saat di sana. (*)