NASIONAL

Tabrak Undang-undang, Tax Refund bagi Wisman Dibatalkan

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Kebijakan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau tax refund bagi wisatawan mancanegara (wisman) yang berbelanja di Indonesia yang diusulkan Kementrian Pariwisata (Kemenpar), terpaksa dibatalkan. Pembatalan oleh Kementrian Keuangan (Kemenkeu) itu, karena kebijakan pengembalian PPN itu menabrak Undang-undang (UU) yang berlaku.

Sebelumnya Kementerian Pariwisata mengusulkan revisi sistem pengembalian pajak untuk wisatawan asing (tax refund), Tujuannya agar dapat menarik lebih banyak lagi wisman masuk ke Indonesia. Ketentuan yang berlaku saat ini nilai belanja Rp 5 juta mendapat satu faktur, diusulkan sang menterinya agar diturunkan nilai belanja cuma Rp 1 juta sudah mendapatkan satu faktur.

Selain itu, usulan lainya agar waktu klaim diperpanjang. Selama ini, waktu klaim yang berlaku 1 bulan setelah belanja. Diusulkan masa klaim diperpanjang hingga 3 bulan.

“Pemerintah tak akan mengubah batas minimal jumlah belanja agar turis asing bisa mendapat pengembalian PPN, yakni tetap sebesar Rp5 juta. Tidak berubahnya batas minimal belanja di dalam kebijakan pengembalian PPN, sudah tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Jika pemerintah ingin menurunkan batas minimal belanja, hal itu jelas menabrak Undang-undang berlaku,” papar Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan di Jakarta, Rabu (20/02/2019).

Dijelaskan, dalam pasal 16E Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), disebutkan nilai PPN minimal yang bisa dikembalikan adalah Rp500 ribu. Jika batas minimal belanja turun menjadi Rp1 juta, PPN yang bisa dikembalikan hanya sebesar Rp100 ribu saja. Artinya, itu di bawah ketentuan yang sudah tercantum di dalam UU.

“Kami menemukan cara agar kebijakan refund PPN ini bisa berjalan melalui PMK. Jadi akan kami perkenankan bagi turis untuk refund PPN dari more than one invoice dengan minimal PPN Rp500 ribu dan bisa diklaim meski mereka punya tanggal belanja yang berbeda. Kalau kemarin, PPN minimal Rp500 ribu ini kan dari satu invoice saja,” paparnya.

Ia menuturkan, perubahan ini juga menjadi alternatif agar turis tetap bisa mendapat pengembalian PPN jika belanjanya di bawah Rp5 juta di dalam satu transaksi. Robert menuturkan ini adalah jalan keluar yang paling optimal yang bisa didapatkan oleh instansinya.

“Jadi sebenarnya secara teknis, turis masih bisa belanja barang di bawah Rp5 juta dan bisa dapat pengembalian PPN. Tapi tentu saja, belanjanya harus berkali-kali dan jika diakumulasikan bisa mencapai Rp5 juta,” katanya.

Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai kebijakan ini harus disertai oleh kemudahan administrasi bagi toko ritel agar bisa menjadi agen jasa pengembalian PPN. Jika ini dipermudah, ritel bahkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang bisa menerbitkan FPK bagi turis asing semakin banyak.

Dengan itu, ia yakin turis asing bisa tergugah untuk berbelanja di toko-toko ritel dalam negeri dan tak hanya sekadar belanja di toko duty free saja. “Jadi memang dipermudah saja bagi dunia usaha untuk apply dan ikut serta di dalam jasa PPN refund,” tutur dia. (ENDY)

Endy Poerwanto