JAKARTA, bisniswisata.co.id: Pandemi COVID-19 telah menghantam sektor pariwisata, tak terkecuali sektor wisata ramah muslim. Laporan Ekonomi Islam Global terkini yang diterima bisniswisata.co.id menunjukkan belanja perjalanan muslim tahun ini diperkirakan turun tajam menjadi US$58 miliar dari US$194 miliar pada 2019 yang naik 2,7% dari tahun sebelumnya.
Pemulihan akan membutuhkan waktu. Studi ini memperkirakan keadaan akan kembali membaik ke level setidaknya sama dengan tahun lalu, pada 2023.
Sejumlah faktor turut menyumbang suramnya kinerja tahun ini, antara lain dibatalkannya sejumlah acara global seperti Olimpiade Tokyo.
Olimpiade Musim Panas atau Olimpiade Tokyo 2020 sedianya akan dilangsungkan pada 24 Juli hingga 9 Agustus 2020 lalu.Sekitar 50 negara muslim diperkirakan akan berpartisipasi dalam ajang bergengsi tersebut.
Selain itu, akan ada ratusan atlet muslim dari negara lainnya yang juga turut menyemarakkan pesta olahraga terbesar itu.
Jepang sendiri telah menunjukkan antusiasme tinggi untuk menyambut ribuan atlet dan wisatawan Muslim dari berbagai negara yang menurut prediksi MasterCard-Crescent Rating ada satu juta wisatawan yang akan datang ke Jepang saat Olimpiade.
Selain pembatalan event global, pandemi COVID-19 juga telah memaksa Kerajaan Arab Saudi untuk sementara menutup diri bagi kedatangan jemaah haji dan umrah di 2020.
Sekadar gambaran, pada 2019, ada 18 juta jemaah haji berkunjungke Saudi. Mereka membelanjakan sekitar 28 miliar dollar Amerika Serikat.
Meski demikian, pandemi juga memberi kesempatan para investor di sektor perjalanan untuk terus memutakhirkan teknologi, termasuk pemanfaatan kecerdasan buatan (AI). Tujuannya, selain untuk menguatkan pengalaman nasabah juga memperbaiki data.
Baru-baru ini agen perjalanan online berbasis di London HalalTravels yang berdiri di 2019 dan HalalBooking.com mengembangkan teknologi pemetaan data lewat kemitraan dengan Expedia.
Travel agent online terbukti mampu bertahan di tengah pandemi. Traveloka dari Indonesia, misalnya, menghimpun US$250 juta pada Juli 2020, sementara perusahaan perjalanan Pigijo juga dari Indonesia meraup 861.000 dolar AS saat IPO.
Meski suram, sektor pariwisata diharapkan juga akan mempu beradaptasi pada keadaan ‘new normal’ setidaknya dalam satu atau dua tahun ke depan. Apalagi pada awal 2020 telah dikeluarkan Standard Pelayanan Wisata Halal oleh Standards and Metrology Institute for Islamic Countries’ (SMIIC). Standard ini menyediakan panduan untuk mengelola fasilitas dan pelayanan wisata halal.
Indonesia, menurut studi ini dinilai memiliki potensi untuk meraup cuan dari pariwisata ramah muslim yang diyakini akan lebih baik tahun depan meski pandemi COVID-19 masih menghantui. Pemerintah juga terus memperkokoh ekosistem eknomi Islami.
Saat ini Indonesia menduduki peringkat keempat dalam hal penguatan ekosistem. Malaysia masih memimpin dalam daftar peringkat Indikator Ekonomi Islami Global (GIEI), diikuti Arab Saudi lalu Uni Emirat Arab (UEA) dan Indonesia.
Potensi ekonomi halal dinilai luar biasa. Warga muslim dunia yang jumlahnya mencapai 1,9 miliar membelanjakan US$2,02 triliun di 2019 untuk sektor-sektor makanan, produk farmasi, kosmetika, fashion, perjalanan dan media/rekreasi.
Konsumsi makanan halal masih mendominasi transaksi yang nilainya mencapai US$1,17 triliun. Pengeluaran di sektor fashion menduduki peringkat berikutnya dengan catatan transaksi sebesar US$277 miliar diikuti media dan rekreasi (US$222 miliar), perjalanan ramah muslim ( US$194 miliar) dan kosmetik serta produk farmasi masing-masing US$66 milar dan US$94 miliar. Jumlah pengeluaran ini tumbuh 3.2 persen (year on year) sejak 2018.
Namun pandemi diramalkan akan menyebabkan 8 persen penurunan dalam pengeluaran warga Muslim global di 2020. Seluruh sektor-sektor tersebut, kecuali perjalanan, diperkirakan akan kembali ke tingkat pengeluaran pra-pandemi di akhir 2021.
Sedangkan proyeksi pengeluaran warga Muslim diperkirakan akan mencapai US$ 2.3 triliun di 2024 pada Tingkat Pertumbuhan Kumulatif Tahunan (CAGR) 3.1%.