BAHARI NEWS Uncategorized

Standarisasi Kompetensi Wisata Selam Perlu Dibenahi

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Destinasi wisata selam atau diving di Indonesia, luar biasa banyaknya, bahkan pemandangan alam bawah laut sangat indah, kaya keragaman hayati dan banyak wisatawan asing tertarik diving di republik ini. Sayangnya, standirasi kompetensi wisata selam masih rendah, masih membutuhkan banyak langkah pengembangan sehingga pelaku usahanya bisa bersaing secara global.

“Memang, Indonesia banyak spot atau titik selam, juga dive guide yang punya dive log (pengalaman menyelam) sampai ribuan kali. Tapi kalau ditanya sertifikatnya apa, ternyata mereka masih open water (tingkat dasar). Ini yang harus kita benahi,” papar Ketua Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia (PUWSI) demisioner John E. Sidjabat, di Jakarta, Kamis (6/9/2018).

Karena itu, sambung penyelam profesional ini, industri selam perlu melakukan standarisasi kompetensi mulai standar kualitas pelayanan, standar keamanan dan keselamatan kerja, legalitas usaha, serta kemitraan industri selam dengan berbagai pihak.

“Standarisasi ini sangat penting dan memiliki nilai strategis, karena kemampuan personil dive guide yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan didukung sikap serta penerapannya yang bagus, akan berdampak pada ketertarikan wisatawan untuk datang menyelam lebih banyak lagi,” ungkapnya.

Pentingnya standarisasi ini juga karena maraknya kasus kecelakaan saat menyelam bahkan snorkling kerap terjadi di Indonesia. Salah satu faktor penyebabnya bisa karena para dive guide maupun pelaku usahanya belum memiliki standar. “Karena itu kita terus melakukan pembenahan dengan standirasi kompetensi untuk menekan kejadian yang tak kita inginkan,” paparnya.

Ketua Dewan Pengawas PUWSI, Abi Carnadie mengatakan wisata selam di Indonesia saat ini menunjukkan peningkatan signifikan. Bahkan, survei media internasional menunjukkan, Indonesia adalah destinasi selam terbaik dunia. Bahkan Indonesia memiliki titik penyelaman paling banyak. Saat ini ada 736 titik atau slot penyelaman dari Sabang hingga Marauke. Dan hanya 4 empat provinsi yang tak punya laut.

Dari jumlah itu, sambung Abi, terbanyak di wilayah timur. Belum lagi kini pemerintah mengembangkan 10 destinasi Bali baru, ternyata hasil pantau PUWSI banyak spot-spot diving yang terus digali. “Harapanya semakin banyak wisatawan selam dari luar negeri datang ke Indonesia,” lontar Abi juga anggota Tim Percepatan dan Pengembangan Wisata Bawah Laut.

Saat ini di Indonesia ada sebanyak 124 operator selam, bahkan jumlah ini bisa lebih namun belum menjadi anggota PUWSI, sedangkan agency resmi ada 6 agency yang sudah memiliki sertifikasi internasional.

Agus Widayanto, anggota Tim Percepatan dan Pengembangan Wisata Bawah Laut (TPPWB) Kemenpar mengatakan target kunjungan wisata Indonesia tahun 2019 sebanyak 20 juta. Sebanyak 4 juta di antaranya diharapkan bisa disumbang dari wisata bahari, termasuk wisata selam. Karena itu, promosi wisata selam terus digencarkan di luar negeri, termasuk mengikuti pameran global.

“Negara saingan wisata diving di Indonesia saat ini adalah Malaysia, Filiphina dan Thailand, namun Indonesia lebih banyak memiliki spot atau titik selam. Dan soal harga wisata selama kita sangat kompetitif. Namun yang menjadi kendala adalah akses transportasi. Ya mungkin jika ada investor yang mengembangkan seaplane tentu wisata selam banyak dikunjungi wisman,” paparnya.

Agus menyarankan industri selam perlu juga bermitra dengan berbagai lembaga, seperti dengan asosiasi dokter kelautan untuk penanganan kecelakaan selam, ataupun bermitra dengan pemerintah mulai dari Kemenpar, Kemenaker, KKP, dan berbagai instansi terkait lainnya.

Rusman Hariyanto, Kepala Subdit Wisata Bahari dan BMKT, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga menekankan pentingnya kepedulian lingkungan dalam membangun industri selam. KKP sangat support pengembangan industri wisata selam. Dengan catatan, jangan target jumlah wisatawan yang dikejar.

“Laut itu kan punya carrying capacity, jadi kalau wisatawan selam terlalu banyak, terumbu karang bisa rusak, laut bisa rusak. Industri wisata selam harusnya mengejar length of stay yang panjang. Jadi tidak perlu mendatangkan banyak orang, tapi mendatangkan banyak uang,” jelas Rusdi.

Banyaknya permasalahan di wisata selam Indonesia, PUWSI menggelar Munas kedua pada Rabu, 5 September 2018, di Menteng, Jakarta. Di samping menjadi ajang diskusi perihal strategi pengembangan industri selam nasional, Munas ke-2 PUWSI juga memilih Ricky Soerapoetra sebagai Ketua PUWSI periode 2018-2021.

“Saya harap ke depannya PUWSI bisa terus mengembangkan industri selam Indonesia menjadi lebih profesional, berkelanjutan, dan bisa lebih menyejahterakan anggotanya,” ujar Ricky.

Munas ke-2 PUWSI terselenggara atas dukungan Wanita Selam Indonesia (WASI), Dive&Co, Masyarakat Selam Indonesia (MASI), majalah Scuba Diver Australasia Indonesia serta puluhan pelaku usaha wisata selam dari seluruh Indonesia.

Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia (PUWSI) adalah organisasi yang mewadahi para pelaku usaha di bidang wisata bawah laut (underwater tourism) di Indonesia. PUWSI terbentuk pada tahun 2015, dan sejak saat itu PUWSI telah terlibat dalam sejumlah kegiatan yang terkait dengan pengembangan industri wisata selam nasional seperti, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPR Komisi X tentang regulasi wisata selam, Perumusan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di bidang Kepemanduan Wisata Selam dan Snorkeling, FGD Industri Diving Indonesia bersama Kemenpar RI, dan lainnya.

Saat ini PUWSI beranggotakan puluhan pelaku wisata selam mulai dari dive center, dive operator, dive shop, dive travel agent, dive resort sampai dengan pengelola liveaboard atau kapal wisata selam dari seluruh wilayah Indonesia. (end)

Endy Poerwanto