Hanoi kembali macet usai pemerintah Vietnam mengumumkan pelonggaran lockdown (foto: Medium)
HANOI, bisniswisata.co.id: Kota Hanoi, ibu kota Vietnam, kembali macet. Pengendara motor bermasker tumpah ruah di sejumlah ruas jalan. Kehidupan seolah sudah kembali normal.
Setelah memberlakukan lockdown selama 3 minggu, negara dengan pangsa pasar sepeda motor berbesar di dunia itu mulai melonggarkan aturan jarak sosial. Meski sudah lewat 40 hari sejak pelonggaran yang mulai diterapkan sejak 23 April lalu, tidak ada laporan baru penduduk yang terinfeksi. Bisnis dan sekolah pun sudah kembali dibuka.
Vietnam merupakan salah satu negara di Asia dengan 0 kasus kematian akibat CIVID-19. Kesuksesannya seperti terlewatkan. Orang lebih banyak merujuk Korea Selatan, Taiwan, dan Hong Kong saat mengambil contoh sukses mengendalikan penyebaran virus yang menyerang saluran pernafasan ini.
Ternyata, Vietnam menyimpan cerita sukses yang lebih menakjubkan. Negara berpenduduk 97 juta orang ini hanya mencatat 328 kasus COVID-19 dengan 0 kasus kematian. Padahal negara yang berpenghasilan menengah ke bawah ini berbatasan dengan Cina dan jutaaan orang Cina berkunjung ke sana setiap tahun.
Belum lagi sistem kesehatan di sana yang jauh tertinggal dibanding dengan negara lain di kawasan Asia. Menurut Bank Dunia, hanya ada 8 dokter untuk setiap 10.000 penduduk. Rasio ini hanya 1/3 dari rasio di Korea Selatan.
Bagi sebagian orang fakta ini sepertinya too good to be true. Tetapi menurut seorang dokter penyakit menular, Guy Thwaites, yang bekerja di salah satu rumah sakit rujukan untuk merawat pasien virus corona COVID-19, angka itu cocok dengan realitas di lapangan.
“Saya pergi ke bangsal-bangsal setiap hari, saya tahu kasusnya. Tidak ada kematian di sana,” kata Thwaites, yang juga mengepalai Unit Penelitian Klinis Universitas Oxford di Kota Ho Chi Minh, seperti dilansir CNN.
Jadi, apa sebetulnya kunci sukses Vietnam menangani pandemi COVID-19? Menurut para ahli kesehatan, jawabannya ada pada sejumlah faktor, mulai dari kecekatan pemerintah merespons sehingga penyebarannya dapat dicegah, hingga pelacakan kontak yang ketat dan kebijakan karantina, serta komunikasi publik yang efektif.
Vietnam termasuk negara yang paling dini mempersiapkan diri menghadapi pandemi COVID-19, bahkan berminggu-minggu sebelum kasus pertamanya terdeteksi. Saat banyak orang, termasuk Pemerintah Cina dan WHO masih keukeuh menyatakan bahwa virus ini tidak dapat menular dari manusia ke manusia, pemerintah Vietnam tetap bertindak.
“Kami tidak menunggu guidelines dari WHO. Data yang kami kumpulkan dari luar dan dalam (negeri) kami jadikan dasar untuk mengambil tindakan lebih awal,” kata Pham Quang Thai, wakil kepala Departemen Pengendalian Infeksi di National Institute of Hygiene and Epidemiology di Hanoi.
Vietnam, negara yang sering digambarkan sebagai negara bahagia dan optimis ini, mulai mempersiapkan diri lebih awal dibandingkan dengan banyak negara lain. Pada awal Januari, otoritas bandara di Hanoi International Airport sudah memberlakukan cek suhu bagi penumpang yang baru tiba dari Wuhan. Mereka yang kedapatan demam akan diisolasi dan secara ketat dimonitor.
Pada pertengahan Januari, Wakil Perdana Menteri Vu Duc Dam memerintahkan agar lembaga-lembaga pemerintah mengambil “langkah drastis”demi mencegah penyebaran dengan memperkuat karantina medis di gerbang perbatasan, bandara dan pelabuhan.
Kecepatan Vietnam, negara dengan pangsa pasar sepeda motor terbesar di dunia ini, merespons pandemi COVID-19 menjadi kunci sukses keberhasilannya. Pencegahan yang dimulai sejak awal Januari itu, jauh lebih dulu dibanding negara-negara lain, banyak membantu negara tersebut mengendalikan penyebaran virus itu.