Sate Gebug, Kuliner Legandaris Kota Malang

MALANG, bisniswisata.co.id: Kota Malang, ternyata memiliku kuliner legendaris. Sate Gebud, namanya. Sate yang ada di Jalan Jenderal Basuki Rahmat, Klojen, Kota Malang ini sudah ada sejak zaman Belanda. Hingga zaman milenial sampai kini masih tetap lestari, tetap nikmat, tetap lezat, tetap darisisi porsi maupun rasanya.

Pemilik Warung Generasi Keempat, Achmad Kabir (24) menerangkan, usaha kuliner sate gebug telah dimulai sejak 1920 oleh buyut dan kakeknya. Lokasinya tak pernah pindah, bahkan bentuk bangunan pun tidak berubah.

Keluarganya hanya sekedar menambah beberapa ruang dan mengecatnya sesuai warna asli. Luas bangunan asli sekitar 2 x 2 meter berada di dalam area warung. Warung hanya mengalami perbaikan besar-besaran selama dua kali, yakni 1965 dan 1995.

Karena telah berdiri sejak lama, warung sate gebug ini pun sudah dikenal banyak pengunjung. Tidak hanya bangunannya, pemilik juga mempertahankan rasa dan beberapa macam kuliner aslinya. Selain sate gebug, adapula rawon, soto dan sop daging.

Di antara menu-menu kulinernya, sate gebug memang paling dikenal oleh konsumen. Bukan saja karena rasa tapi juga penampilan dan cara pemasakannya yang sedikit unik.

Secara sekilas, sate gebug memang terlihat seperti menu dengan sebutan sate bundel di Solo. Namun bedanya, sate gebug menggunakan daging sapi dari bagian tenderloin dan sirloin. Kemudian dalam tata cara pemasakannya, pemilik memukul daging agar teksturnya pipih.
“Terus pakai bumbu, rendam sampai meresap, lalu tusuk dan bakar,” jelasnya.

Soal rasa, Kabir selalu berusaha tidak pernah mengubahnya. Apalagi Kabir diajari untuk merasakan berbagai macam bumbu agar bisa meracik sate sesuai dengan resep aslinya. “Orang tua bukan kasih resep tapi lebih diajak ke pasar dari kecil buat icip bawang mentah, jahe dan sebagainya untuk bedakan mana yang jelek atau tidak,” paparnya seperti dilansir Republika.co.id, Senin (21/01/2019).

Untuk bahan utama seperti daging, Kabir mengaku mendapakan dari empat supplier di Kota Malang. Dua di antaranya telah lama bekerjasama sejak 1920. “Dalam sehari kami menyiapkan 20 sampai 40 kilogram. Kalau lagi ramai, 40 kilogram daging bisa habis,” katanya.

Kenikmatan sate gebug memang sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Selain lembut dan empuk, meski ukurannya berbeda dengan sate lainnya, namun rasa dagingnya juga begitu enak saat di lidah. Hal inilah yang dirasakan pengunjung, Sofyan Arif Candra (25).

“Enak dan murah. Saya dari Surabaya datang ke sini sengaja untuk cobain sate gebug. Saya dapat video WhatsApp dari temen dan kelihatannya enak, jadinya saya datang ke sini,” jelas pria yang menetap di Surabaya ini.

Untuk dapat menikmati sate gebug, pengunjung hanya perlu datang setiap hari kecuali Jumat dan momen peringatan Islam. Warung dibuka dari pukul 08.00 sampai 16.00 WIB. Harga menunya dibanderol sekitar Rp 15 ribu sampai 30 ribu per porsi. (EP)

Endy Poerwanto