SOSOK

Sapta Nirwandar: Wisata Halal Bisa Menjadi Engine Ekonomi

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Potensi wisata halal di Indonesia sangat luar biasa. Sayangnya, belum ditangani secara serius. Karenanya peranan pemerintah dan pengusaha dalam mengembangkan produk dan jasa halal sangat penting, terutama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat. Bahkan, wisata halal dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Juga fasilitas halal tidak hanya untuk para wisman, tetapi juga wisatawan Nusantara (wisnus). Hal ini juga berdampak besar, mengingat banyak produk disertifikasi halal, mal, dan hotel menyediakan tempat salat yang nyaman dan Alquran.

“Dengan terus dikembangkannya pariwisata halal di Indonesia yang didukung produk dan jasa halal, maka peluang potensi yang ada dapat diraih. Sehingga wisata halal dapat menjadi engine ekonomi bagi Indonesia,” papar Chairman Indonesia Halal Lifestyle Center, Sapta Nirwandar kepada Bisniswisata.co.id, di Jakarta, Kamis (21/02/2019).

Mantan Wakil Menteri Pariwisata menceritakan wisata Halal di Indonesia berkembang sejak 2012. Awalnya masih dirasakan ada keraguan para pelaku dan masyarakat terhadap wisata halal. Malah ada yang menganggap sangat berlebihan, karena urusan halal bagi sebagian besar dianggap lumrah. “Jadi persepsinya tak perlu dibesarkan. Bahkan dianggap menakutkan terutama bila terkait penggunaan nama halal, soal KTP, dan hiburan yang harus bernafaskan Islam,” lontar Sapta.

Sebagian lagi, sambung dia, menganggap halal itu kurang prospek. Hal itu bisa dilihat dari pertumbuhan hotel halal relatif masih sangat sedikit, apalagi berbintang lima. Demikian juga soal makanan, masyarakat menganggap halal adalah persoalan yang sudah lazim. Persoalan sertifikasi bukan sekadar logo, yang perlu mendapatkan perhatian hal yang diperhitungkan untuk tamu-tamu wisman.

“Sebenarnya wisata halal bukan semata-mata soal anjuran bagi umat Islam, namun merupakan extended service bagi kaum muslim dan bermanfaat bagi kaum nonmuslim dari sisi konsumen maupun produsen,” ungkap pemerhati pariwisata.

Menurutnya, tantangan yang dihadapi tentu soal akses, penyediaan informasi daring dan offline, kualitas pelayanan yang sangat terkait dengan kebutuhan wisman dan wisnus muslim, seperti tempat ibadah, wudu, dan label halal yang tersertifikasi untuk restoran, hotel, spa, bakery shop, dan sebagainya, terutama untuk memudahkan wisman muslim ke Indonesia.

Dari perspektif ekonomi, lanjut Sapta, wisata halal tidak bertumpu pada jumlah wisatawan muslim yang relatif masih kecil. Bila dibandingkan negara tetangga seperti Thailand mencapai 5,2 juta orang turis, Singapura (4,1 juta orang), Malaysia (6,4 juta orang), dan Indonesia baru memperoleh 2,7 juta orang turis. “Mestinya, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar Indonesia dapat menerima jumlah kunjungan yang lebih besar,” tandasnya serius.

Diakui, kini sudah mulai tampak geliat yang tumbuh pesat wisata halal adalah sektor makanan yang sangat erat terkait dengan dunia wisata. Selain makanan seperti daging dan ayam, makanan olahan juga sudah banyak yang menggunakan label produk halal.

Dari laporan Indonesia Halal Economy Report & Roadmap Strategy 2018-2019, angka belanja domestik pada produk dan jasa ekonomi halal mencapai USD218,8 miliar pada 2017. Angka ini diproyeksikan akan terus bertumbuh dengan 5,3% CAGR mencapai USD 330,5 miliar pada 2025.

Laporan ini juga menyoroti Indonesia sebagai pengekspor produk ekonomi halal terbesar di antara negara-negara yang memiliki mayoritas penduduk muslim dengan nilai USD7,6 miliar pada 2017. Ini memperkuat posisi dasar Indonesia sebagai “Mesin Ekonomi Halal Dunia”.

“Kami menilai peluang untuk meraih pertumbuhan secara signifikan masih sangat terbuka lebar, mengingat pada saat ini Indonesia hanya mewakili 3,3% ekonomi halal dunia dari sisi kegiatan ekspor yang mencapai USD249 miliar pada 2017,” ungkapnya.

Sapta optimis Indonesia dapat mendorong ekonominya lebih jauh lagi sebesar USD3,8 miliar dalam produk domestik bruto (PDB) per tahun dan berpotensi menarik USD1 miliar investasi asing secara langsung. Ini dapat membuka 127.000 lapangan kerja yang baru per tahun.

Wisata Muslim Dunia

Menyinggung wisata muslim dunia, Sapta mencontohkan penduduk muslim yang bermukim di Prancis sekitar 6 juta, Inggris, Rusia, dan China, bahkan negara yang relatif kecil penduduk muslimnya seperti Jepang, Korea, Taiwan, Thailand. Namun di negara itu, telah
menyediakan fasilitas hotel, restoran halal, plus tempat ibadah.

“Bahkan di negara ini pelayanannya mudah didapat dengan fasilitas daring. Bukan hanya itu, tetapi saat ini fasilitas muslim friendly beach juga sangat populer di kalangan turis yang datang dari Middle East and North Africa (MENA), terutama turis papan atas, di samping wisata yang seperti cultural & historical, religion site dan shopping arcade,” ungkapnya.

Berdasarkan data laporan Global Islamic economy Summit, halal travelling spending -nya tercatat turn over USD184 miliar pada 2017, terutama dari negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC) yang jumlahnya relatif sedikit, tetapi mempunyai rata-rata spending sampai USD5.000 per visit.

Dilanjutkan, beberapa wilayah Indonesia mempunyai potensi besar untuk menawarkan tur wisatanya, tidak hanya Bali, tetapi ada Lombok, Padang, Bangka Belitung, Banyuwangi, Batam, Bintan, dan sebagainya. Sebab itu, negara seperti Arab Saudi yang dimuat dalam Visit Saudi Arabia 2030-2040 menempatkan pariwisata sebagai major drivers economic growth.

Mereka tidak bisa menempatkan ekonominya pada produksi minyak, Arab Saudi juga tidak ingin tergantung dari wisatawan yang pasarnya sudah captive seperti haji dan umrah saja, tapi juga berinvestasi dalam infrastruktur, high-speed railway yang melintasi Mekkah ke Madinah dan digitalisasi business services.

Global Islamic Economy Ekonomi berbasis nilai Islam dewasa ini telah menjadi tren global dan bisnis, bila kita melihat market share pada 2017 berdasarkan laporan Global Islamic Economy Summit telah mencapai USD2,101 triliun dan diperkirakan akan mencapai USD3,007 triliun pada 2023.

Islamic economy meliputi sektor halal food (USD1,303 triliun), halal travel (USD177 triliun), modest fashion (USD 270 triliun), halal media & recreation (USD209 triliun), halal pharmaceutical (USD87 triliun), dan halal cosmetic (USD61 triliun).

“Perkembangan ekonomi Islam setiap tahunnya akan tumbuh lebih dari 5% ini tentu akan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap bisnis pariwisata karena tidak semua fasilitas dikontrol dan dikendalikan dengan daring,” ucap Sapta. (ENDY)

Endy Poerwanto