JAKARTA, bisniswisata.co.id: Destinasi wisata Pulau Komodo, di Labuhan Bako Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) akhirnya tidak jadi ditutup. Namun demikian, jumlah wisatawan yang datang menyaksikan hewan langka ini, dibatasi. Pembatasan wisatawan datang memiliki nilai strategis serta sangat penting untuk menjaga kelestarian alam, tetap menjaga Pulau Komodo sebagai cagar biosfer dan warisan dunia tanpa mematikan potensi ekonomi daerah.
Demikian hasil Rapat Kordinasi (Rakor) Pengelolaan Taman Nasional Komodo bersama dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Gubernur NTT Viktor Laiskodat, yang dipimpin Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan di Kantor Menko Maritim Jakarta, Senin (30/09/2019).
“Selain kelestarian alam, pemerintah juga melakukan penataan bersama pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pihak terkait, dibuat aturan adanya pembatasan jumlah wisatawan ke Pulau Komodo dengan diadakannya tiket kapasitas kunjungan atau wisatawan,” papar Menko Maritim Luhut B. Pandjaitan dalam keterangan rilisnya, Rabu (02/10/2019).
Pengaturan tiket itu, lanjut dia, dilakukan dengan sistem kartu keanggotaan tahunan yang bersifat premium. Untuk membership premium, diarahkan ke Pulau Komodo di mana komodo besar ada di sana. Wisatawan yang tidak memiliki kartu premium akan diarahkan ke lokasi komodo yang lain. “Nanti mereka [wisatawan nonpremium] akan diarahkan ke komodo yang kecil, seperti di Pulau Rinca. Jadi mereka hanya bisa di sana, tidak bisa ke mana-mana lagi,”.
Nantinya, sambungnya, pengelola juga akan membangun sarana dan prasarana wisata alam berstandar internasional seperti Pusat Riset Komodo di Pulau Komodo, serta penataan kapal wisata ke Pulau Komodo dan Labuan Bajo.
Rakor juga membahas berbagai kekurangan dalam hal sarana dan prasarana yang menjadi perhatian untuk pengembangan seperti kapasitas ranger, sarana patroli, guide tour terlatih, sarana toilet, dermaga dan lain-lain.
Menurut Menteri LHK, Siti Nurbaya, kawasan wisata Pulau Komodo lebih baik ditata bersama dalam kewenangan bersama konkuren; dan dipastikan tidak akan ada relokasi penduduk.
Dilanjutkan, dalam Rakor tersebut juga dibahas berbagai kekurangan dalam hal sarana dan prasarana yang menjadi perhatian untuk pengembangan seperti kapasitas ranger, sarana patroli, guide tour terlatih, amenities toilet, dermaga dan lain-lain. Hal-hal itu membutuhkan peningkatan dan penyempurnaan untuk standar wisata internasional.
Bahkan kewenangan bersama tersebut akan mencakup pada pembenahan spot-spot wisata, dukungan manajemen, promosi, guide, ranger, patroli dan floating ranger station serta pusat riset komodo. “Paralel dengan itu, investasi juga dapat dilakukan pada kawasan ini sesuai aturan dalam kerja sama pengelola dengan BUMD dan swasta atau melalui perizinan swasta dan pengembangan wisata khusus konservasi dan wild adventures,” terang Siti Nurbaya.
Diakui, KLHK memutus Tim Terpadu untuk mengidentifikasi permasalahan di wilayah Taman Nasional Komodo, termasuk Pulau Komodo di dalamnya. Taman nasional ini pun sejatinya sudah menyandang Wolrd Heritage Site tahun 1991 dan sebelumnya tahun 1977 ditetapkan sebagai cagar biosfir dunia.
Beberapa masalah yang dilaporkan Tim Terpadu yakni persoalan distribusi pengembangan paket wisata special interests, mass tourism dan atraksi wisata yang bisa dieksplorasi seperti nite-safari, satwa kakak tua jambul kuning dan lainnya seperti diving, snorkeling serta trekking.
“Dibahas juga untuk pengaturan regulasi ticketting dan pajak serta retribusi dan integrasi pembiayaan atau biaya-biaya yang dipungut dari wisatawan agar menjadi terpadu dan jelas, baik di Labuan Bajo maupun di Kawasan Taman Nasional Komodo,” papar Siti Nurbaya.
“Pulau Komodo lebih baik ditata bersama dalam kewenangan bersama konkuren dan tidak akan ada relokasi penduduk. Terkait kerangka waktu, akan segera ditetapkan keputusan untuk kokurensi dan beberapa hal sudah ada yang bisa dilaksanakan hingga akhir tahun ini dan tahun depan,” tambahnya.
Dalam catatan KLHK melalui Tim Terpadu, jumlah populasi komodo di kawasan Taman Nasional Komodo sebanyak 2.897 ekor. Paling banyak di Pulau Komodo sekitar 1.727 ekor, lalu di Pulau Rinca 1.049 ekor dan terakhir ada di Pulau Gili Motang dan Nusa Kode sekitar 50-60 ekor.
Wilayah pengembangan di Pulau Komodo untuk kegiatan tercatat seluas 400 hektar dari keseluruhan wilayah satu Pulau Komodo yaitu 31.000 hektar. Terdapat pula di kawasan ini adanya desa pemukiman sejak tahun 1926 seluas 17 hektar yang dihuni oleh 507 KK. Terhadap kawasan pemukiman akan dilakukan penataan, tapi bukan relokasi atau re-settlement.
Mengenai pengelolaan Pulau Komodo, Deputi Bidang Infrastruktur Ridwan Djamaluddin mengatakan Pusat Riset Komodo akan dibangun di Pulau Komodo. Kapal pesiar menuju Pulau Komodo dan Labuan Bajo juga akan ditata. “Kami juga harus membangun sarana dan prasarana wisata alam berstandar internasional dan membangun sarana prasarana pendukung yang memadai di luar kawasan Pulau Komodo ini,” ujar Ridwan.
Sebelumnya, ada dua pendapat tentang langkah untuk melindungi habitat komodo. Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat ingin Pulau Komodo ditutup sementara untuk meningkatkan konservasi sehingga pasokan makanan dan habitat komodo pulih. Di sisi lain, Kementerian Pariwisata ingin Pulau Komodo jangan ditutup, tetapi jumlah pengunjung dibatasi saja.
Wacana penutupan Pulau Komodo pertama kali dilontarkan Gubernur NTT, Viktor Laiskodat, pada sebuah forum diskusi di Kupang pada 21 November 2018. Ia menegaskannya kembali pada awal tahun 2019. Alasan utama sang gubernur adalah meningkatkan populasi komodo, juga rusa yang menjadi mangsa mereka. Hingga Desember 2018, menurut Pemprov NTT, jumlah populasi komodo mencapai sekitar 2.800 ekor yang berdiam di Pulau Komodo dan Rinca.
Selain untuk meningkatkan populasi komodo di Kabupaten Manggarai Barat, ujung barat Pulau Flores, penutupan TNK juga untuk meningkatkan ukuran tubuh Komodo yang dinilai semakin kecil. Viktor menduga tubuh komodo yang mengecil adalah dampak dari populasi rusa yang berkurang karena perburuan ilegal.
Rencana tersebut kemudian memancing debat publik dan pro-kontra. Terutama karena turisme di Pulau Komodo telah menjadi mata pencaharian utama sebagian besar warga setempat. Bahkan mendapat perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk datang langsung ke Pulau Komodo. (redaksi@bisniswisata.co.id)