Persiapan sebuah ruang seminar di hotel. Akibat COVID-19 banyak kegiatan MICE tertunda ( foto: www.eventorganizer.co.id)
JAKARTA, bisniswisata.co.id: Bisnis meeting, incentive travel, conference, exhibition (MICE) termasuk dalam sektor yang sangat terdampak pandemi virus korona. Banyak penyelenggaraan acara di berbagai negara terpaksa ditunda bahkan dibatalkan karena COVID-19.
Kemenparekraf mengutip Indonesia Event Industry Council (Ivendo) mencatat, potensi kerugian sektor MICE akibat pandemi Covid-19 berkisar Rp2,69 triliun – Rp 6,94 triliun. Pasalnya, sekitar 96,43 persen acara di 17 provinsi harus ditunda, dan 84,20 persen lainnya dibatalkan. Dampak selain rupiah ialah keberadaan lebih dari 90.000 pekerja industri kreatif yang ikut terimbas.
Dengan adanya pandemi ini, pelaku usaha di industri MICE harus memikirkan cara untuk bisa tetap bertahan. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama sempat mengusulkan agar MICE dilakukan secara online.
“MICE online tetap ada keuntungan tetapi online ini tidak bisa terus menerus karena pemain MICE kita banyak yang offline. Kami optimistis online tetap harus ada namun jangan menggantikan offline,” tutur Direktur MICE Kemenparekraf Iyung Maruroh di dalam Seri Virtual Katadata Forum bertajuk Masa Depan Industri MICE Pascapandemi COVID-19, hari ini
Semua jenis aktivitas MICE terdampak pandemi virus korona secara seimbang. Pelaku industri bergerak cepat demi menahan imbas lebih buruk terutama dalam hal arrangment management event, serta menggencarkan anjuran penundaan dibandingkan dengan pembatalan. Berdasarkan data International Congress and Convention Association (ICCA) World Member Update per 27 Februari 2020 tercatat sedikitnya 12 acara ditunda di Indonesia, serta dua dibatalkan.
Dibutuhkan strategi pemulihan sektor MICE pasca merugi akibat pandemi COVID-19. Selain menyusun protokol pelaksanaan kegiatan MICE selepas pandemi dan menyusun strategi nasional pengembangan MICE, perlu dilakukan site inspection guna melihat kesiapan destinasi MICE.
Yang tak kalah utama ialah upaya untuk menggeliatkan kembali pasar domestik agar kembali mulai melaksanakan kegiatan MICE di destinasi yang sudah siap. Hal ini bertujuan agar perputaran ekonomi berangsur pulih.
“Termasuk di dalamnya kita dorong meeting-meeting pemerintah dan korporasi agar lebih banyak di dalam negeri. Kami juga roadshow untuk meyakinkan asosiasi, industri dan penyelenggara kegiatan MICE mengenai kesiapan Indonesia menjadi destinasi MICE yang aman dan nyaman,” ujar Iyung.
Keberadaan MICE memiliki beberapa nilai tambah terhadap perekonomian. Tidak hanya berkontribusi kepada pengembangan infrastruktur publik, MICE juga membentuk citra positif bagi industri pariwisata Tanah Air.
Mengacu data Global Business Travel Association (GBTA) 2014, posisi MICE sangat kompetitif karena minimal 50 persen dari transaksi wisata dunia sebesar US$ 1,18 triliun adalah perjalanan bisnis. Spending positif juga dimiliki wisatawan berbasis MICE. Berdasarkan International Congress & Convention Association (ICCA) pada 2018, wisatawan MICE memiliki kemampuan spending 2.000 USD per orang per hari. Angka tersebut merupakan 7 kali lipat dari kemampuan spending wisatawan biasa. Selain itu, wisatawan MICE ini memiliki rata-rata menginap lima malam.
“Dan pariwisata termasuk sektor MICE itu memang paling nomor satu terkena imbas pandemi Covid-19, kalau yang lain tidak sebesar pariwisata,” ujar Wita Jacob selaku Chairman, Indonesia General Manager Hotel Association, Jakarta Chapter.
Berdasarkan data ICCA, pada 2018, posisi Indonesia di kancah global berdasarkan jumlah meeting berada di peringkat 36 dengan jumlah meeting 122, setahun kemudian peringkat turun ke posisi 41 dengan jumlah meeting 95. Ranking pada tahun lalu sama dengan peringkat ke-10 di dalam cakupan Asia Pasific.
Saat ini, setidaknya ada tujuh daerah tujuan utama wisatawan mancanegara dengan tujuan perjalanan bisnis, yaitu Bali, Bandung, Jakarta, Makassar, Medan, Surabaya, dan Yogyakarta. Jumlah kunjungan by air market terbanyak menuju DKI Jakarta (57,8 persen), sisanya tersebar di enam daerah lain.
Adapun, Direktur Riset Katadata Insight Center Mulya Amri menjelaskan bahwa pada 2017, industri event di Indonesia berdampak kepada US$ 7,8 miliar total GDP dan menciptakan sekitar 278.000 lapangan pekerjaan. Sayangnya, pandemi Covid-19 berdampak terhadap 90 persen pembatalan atau penundaan acara sampai akhir 2020.
“Jika dari survei panel ahli UNTWO, perjalanan domestik akan lebih banyak pulih dari awal Juli sedangkan perjalanan internasional mulai kuartal akhir tahun ini hingga awal 2021,” kata Mulya.
Besarnya dampak bisnis MICE terhadap akselerasi perkembangan infrastruktur, misalnya tampak dari renovasi Bandara I Gusti Ngurah Rai. Pada 2018, Bandara Ngurah Rai menjadi infrastruktur pendukung utama Konferensi IMF yang yang memberikan dampak langsung terhadap perekonomian mencapai Rp5,5 triliun. Pertemuan ini juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia sebesar 0,01 persen.
“Pemerintah mengharapkan seluruh pemangku kepentingan bahu-membahu menghadapi masa sulit ini, sehingga saat pandemi berakhir, sektor parekraf salah satunya bisnis MICE mampu bangkit lebih baik,” ucap Iyung Masruroh menutup penjelasannya dalam Katadata Forum.