NASIONAL

Popularitas Wisata Bali Berdampak Tak Menyenangkan bagi Wisatawan

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Nalendra Pradono selaku Executive Director MarkPlus Center For Tourism and Hospitality menilai tingginya popularitas wisata di Pulau Dewata ternyata membawa permasalahan sendiri. Ada beberapa aspek yang memberikan dampak yang kurang menyenangkan bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara terkait kehidupan masyarakat Bali.

Pertama, masalah harga. Di Bali setidaknya terdapat 130 ribu hotel dengan jumlah kamar mencapai 40 juta. Dan turis yang datang ke Bali baik domestik dan mancanegara hanya berkisar pada angka 13 jutaan turis setiap tahunnya. Tentunya, hal ini menyebabkan selisih yang besar antara supply dan demand di kawasan Bali. “Selisih yang besar ini pada akhirnya berujung pada perang harga,” ungkap Nalendra.

Seperti dilansir laman marketeers.com, Ahad (11/03/2018), terlebih setelah erupsi Gunung Agung pada akhir 2017, terdapat penurunan jumlah wisatawan ke Bali. “Beberapa hotel di kawasan Sunset Road di Bali, ada yang sampai menjual kamarnya Rp 200 ribu semalam. Bahkan ada beberapa hotel yang mengalihfungsikan kamar sebagai ruang kerja untuk disewakan ke beberapa orang,” lontarnya.

Kedua, selain masalah harga adalah komodifikasi budaya lokal. Untuk mengakomodasi selera wisatawan, tidak sedikit beberapa kesenian asli Bali diperbaharui dengan nuansa yang lebih modern. Bagi Nalendra hal ini sebenarnya bukan permasalahan besar asalkan kesakralan dari budaya dan seni tersebut tidak hilang.

Ketiga, Sudah tidak dipungkiri bahwa riuk pikuk pariwisata di Bali membawa permasalahan polusi. Tidak hanya sampah, polusi yang terjadi di Bali sudah sampai taraf kemacetan dan kebisingan. Bahkan polusi ini sudah merebak hingga kawasan terumbu karang. Belum lagi permasalahan konsumsi air secara berlebih.

“Konsumsi air satu turis di Bali setara dengan konsumsi air 100 orang di pedesaan. Padahal, Citra Bali saat ini adalah destinasi wisata yang sangat murah dan lingkungannya kurang terjaga,” sambungnya.

Keempat, permasalahan yang muncul adalah masalah politik dan ekonomi. Kebanyakan orang yang berkunjung ke Bali akan menetap di wilayah Kuta, Seminyak, Nusa Dua, Sanur, dan Ubud. Destinasi ini terletak di wilayah Bali Selatan.

“Tentunya, pembangunan infrastruktur dan ekonomi akan lebih banyak di kawasan selatan. Hal ini yang membuat ada kesenjangan di kawasan Bali Utara, yang memang destinasi pariwisatanya tidak seramai kawasan Bali Selatan,” paparnya serius. (NDHYK)

Endy Poerwanto