NASIONAL

PHRI: Bisnis Hotel Tak Pengaruh Predikat Hotel Terbaik Dunia

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai terpilihnya beberapa hotel di Indonesia sebagai hotel terbaik di dunia seperti versi Travel + Leisure, ternyata tidak mempengaruhi bisnis perhotelan di Indonesia. Mengingat hotel yang diberikan predikat yakni hotel bintang 5.

“Rata-rata yang dapat peringkat itu, kan hotel bintang 5 dan kecil kemungkinan mempengaruhi bisnis perhotelan di Indonesia seperti membuat tamu lebih banyak datang,” papar Ketua Umum PHRI Pusat Hariadi Sukamdani kepada Bisniswisata.co.id, Jumat (13/07/2018).

Selain itu, sambung dia, tidak ada pengaruhnya terhadap occupancy rate atau tingkat hunian kamar hotel. Namun demikian, pengaruhnya secara regional adalah branding regional semakin kuat. “Jadi kemungkinan, hanya berpengaruh pada hotel yang mendapat penghargaan saja karena hal ini terkait dengan pencitraan yang secara otomatis akan mengangkat citra hotel tersebut,” jelasnya.

Disinggung apakah juga akan berpengaruh pada segmen hotel? “Saya rasa tidak tetapi tidak menutup kemungkinan akan sedikit berpengaruh pada hotel areal Bali karena hotel-hotel yang terpilih banyak dari sana,” jawab Hariadi.

Ditambahkan, Predikat Hotel Terbaik Dunia juga tidak akan mempengaruhi kunjungan wisatawan untuk datang di Indonesia. Justru wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia lantaran destinasi yang indah, berbeda dengan negara lain, ada daya tariknya. “Jadi bukan lantaran hotel itu meraih predikat terbaik dunia,” sambungnya.

Jumlah kamar hotel di Indonesia sat ini ternyata tidak kalah bersaing dengan negara Asia lain, termasuk India dan Australia. Saat ini jumlah kamar hotel di Indonesia cukup banyak Kalau di Malaysia jumlah kamarnya 320 ribu, Thailand 300 ribu dan Indonesia 600 ribu belum termasuk AirBnb

Meskipun jumlah kamar hotel baik bintang dan non bintang lebih besar dari negara asing lain, tren pendapatan (revenue) dari kamar yang tersedia menurun. Terbukti pada tahun 2013 kisaran pendapatan US$ 100 dan turun menjadi US$ 90 pada Oktober 2017. “Harus ada perbaikan inventory. Kalau tidak akan sulit bersaing. Padahal kita sangat siap untuk hotel di tahun 2018,” pungkasnya.

Tidak hanya pendapatan, okupansi hotel di Indonesia pun rata-rata naik turun. Hariyadi bilang tingkat okupansi tahun 2015 sempat drop, dan tahun 2017 pun membaik. Pada Oktober 2017 tingkat okupansi hotel di Indonesia rata-rata 7,5%. (END)

Endy Poerwanto