Doto Yogantoro ( kanan) bersama tim PT Shali Riau Lestari yang tengah studi banding di Desa Pentingsari, Jogjakarta.
JOGJAKARTA, bisniswisata.co.id: Pengelolaan desa wisata membutuhkan komitmen untuk memberikan keadilan, bersikap transparan dan seimbang pada masyarakat desa, kata Doto Yogantoro, Ketua Kelompok Sadar Wisata ( Pokdarwis) Desa Pentingsari, hari ini.
“Mengurus desa wisata harus adil, bersikap transparan dan merata (seimbang) karena melibatkan hampir seluruh warga desa. Oleh karena itu Pengurus dan warga setempat harus bisa saling bersinergi agar dapat menggerakkan perekonomian desa dengan baik,” ujarnya.
Hal itu diungkapkannya ketika menerima kunjungan pimpinan PT Shali Riau Lestari, Marta Uli Emilia bersama Sahala Sitompul dan tim pada awal Januari lalu untuk melakukan studi banding untuk mengembangkan desa wisata di Provinsi, Riau
Menurut Doto Yogantoro, Desa Wisata Pentingsari ibaratnya adalah sebuah merek produk. Soalnya dusun yang berada di wilayah Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman ini tidak memiliki keunggulan destinasi.
“Kami menawarkan gaya hidup sehari-hari di desa, berinteraksi langsung dengan warga desa dengan beragam aktivitas. Desa yang jaraknya bisa ditempuh satu jam dari Jogjakarta dan berada di lereng kaki Gunung Merapi ini setiap bulan membatasi diri dengan 3500 tamu,”
Doto menambahkan bahwa Desa Pentingsari menawarkan gaya hidup di pedesaan yang melibatkan hampir seluruh warga desa. Oleh karena itu dalam mengelola sebagai desa wisata , azas manfaat yang menjadi prioritas artinya melibatkan sebanyak mungkin warga lokal.
“ Jika tamu datang maka, semua aktivitasnya akan dilayani oleh masyarakat setempat. Jadi warga desa selain profesinya bertani bisa menambah penghasilan dari kunjungan wisatawan,” kata Doto Yogantara
Insinyur Perikanan IPB yang memilih berkarya di kampung halamannya sendiri ini mengatakan merintis desa wisata ( dewi) Pentingsari 10 tahun lalu bukan hal mudah. Satu tahun pertama belum ada tamu dan dua tahun pertama adalah masa merintis.
“ Setelah tamu datang maka transparansi sangat penting karena masalah lain yang muncul adalah ada masyarakat desa yang merasa rumahnya sebagai homestay tidak kunjung mendapat tamu. Begitu pula keluhan muncul karena merasa tidak mendapatkan penghasilan yang sama dengan warga lainnya,”
Itulah sebabnya para pengurus Pokdarwis yang mengelola desa wisata harus adil, transparan dan seimbang membagi pekerjaan kesemua warga yang terlibat sehingga perekonomian desa benar-benar bergerak.
Desa wisata Pentingsari digerakkan oleh masyarakat, dirancang oleh masyarakat, dilaksanakan oleh masyarakat dan hasilnya juga dinikmati oleh masyarakat, tegasnya.
“ Bulan Desember 2017 lalu omzet desa kami mencapai Rp 350 juta padahal kami membatasi tamu dan harus reservasi dulu. Kuncinya adalah di keragaman aktivitas karena dengan banyaknya aktivitas pemasukan bukan hanya dari akomodasi dan kuliner,” jelasnya.
Mendengar penjelasan Doto Yogantoro, Sahala Sihombing mengatakan optimistis jika ada sinergi yang kuat dari pemerintah, swasta dan masyarakat Riau maka pengembangan desa wisata akan tumbuh.
“Dinas Pariwisata Provinsi Riau misalnya dapat mengirimkan tokoh-tokoh desa yang punya minat dan komitmen mengembangkan desa wisata untuk studi banding ke Desa Pentingsari atau desa lainnya di Jogja, ” kata Sahala.
Sementara Marta Uli Emilia sebagai CEO PT Shali Riau Lestari mengatakan pihaknya sebagai swasta telah membina kelompok tani ( poktan) budidaya lada di Desa Kota Baru, Kecamatan Tapung Hilir, sebagai bagian dari tangungjawab sosial perusahaan. Desa itu berpotensi untuk dikembangkan sebagai desa wisata.
“Kalau semua pihak di Riau bersinergi mengembangkan desa binaan itu maka untuk week-end kita bisa menjaring wisatawan lokal maupun mancanegara terutama dari negri jiran untuk berakhir pekan di desa,” jelasnya.
Wanita pengusaha yang juga memiliki perhatian penuh pada masalah seni dan budaya Melayu Riau ini juga tengah giat merajut hubungan dengan tokoh Melayu di daerah Riau kepulauan, sebagian besar di Bengkalis, Indragiri Hulu, Gunung Sahilan, Kampar dan wilayah Pekanbaru yang merupakan kekuatan kerajaan Riau pada masa lampau.
“Tamu-tamu saya pribadi selalu saya bekali suvenir kaos yang didesain khusus menonjolkan budaya Riau. Saya berharap Gubernur Prov Riau mendatang juga memiliki visi wisata yang kuat sehingga kita tidak bergantung pada minyak dan mengekspor asap ke negara tetangga akibat kebakaran hutan,”