JAKARTA, bisniswisata.co.id: PASCA menerbitkan aturan baru tentang VAT Refund, pemerintah disarankan mengkaji ulang desain pengenaan pajak bagi sektor wisata demi meningkatkan daya saing Indonesia. Mengingat, aturan VAT Refund yang baru merupakan langkah awal yang baik untuk menggenjot kunjungan wisman.
“Isu utama dalam pelaksanaan VAT Refund selama ini adalah persoalan administrasi. Persyaratan pengajuan yang sulit, dimana hanya perlu berasal dari satu struk, menjadi disinsentif turis untuk mengajukan VAT Refund. Revisi aturan mengurangi persoalan administrasi tersebut,” papar Policy Analyst dari Indonesia Services Dialogue (ISD) Muhammad Syarif Hidayatullah.
Menurutnya, agar kebijakan ini optimal, pemerintah perlu melakukan sosialisasi aturan VAT refund karena belum cukup banyaknya toko ritel yang terdaftar sehingga VAT refund ini belum cukup banyak dipakai. Adanya revisi aturan VAT Refund tentu diharapkan dapat mendorong konsumsi wisatawan mancanegara, dan pada akhirnya memberikan dampak positif pada sektor ritel nasional.
Kendati demikian, dampak kebijakan VAT Refund ini terhadap daya saing sektor pariwisata secara keseluruhan masih diperdebatkan. Pajak dalam sektor pariwisata terbagi dalam sejumlah sektor yaitu sektor air travel, sektor entry/exit, sektor hotel dan akomodasi, sektor makanan dan minuman, sektor transportasi, sektor lingkungan, dan sektor atraksi turis, lontarnya seperti dilansir laman Bisnis, Jumat (30/08/2019).
“VAT Refund hanya salah satu bagian dari berbagai pajak pada sektor pariwisata. Untuk mendorong daya saing sektor pariwisata secara keseluruhan, maka diperlukan desain kebijakan pajak bidang pariwisata yang tepat, sehingga pada akhirnya dapat menarik minat turis untuk berkunjung ke Indonesia. Kalau dalam jangka pendek mungkin belum akan terasa ke devisa wisman,” ucapnya.
Saat ini yang diperlukan sosialisasi dan promosi mengenai aturan ini. Pemerintah perlu memperluas kerja sama dengan berbagai gerai ritel. Ketentuan VAT Refund baru diterbitkan dalam bentuk PMK No.120/PMK.03/2019. Otoritas fiskal tak mengubah minimal PPN yang bisa diminta kembali oleh para pelancong yakni sebesar Rp500.000 atau minimal belanja sebesar Rp5 juta.
Namun, pemerintah tetap memberikan keleluasaan bagi para pelancong dengan membebaskan para pelancong untuk menyampaikan faktur pajak khusus (FPK) yang berbeda sampai nilai minimal tersebut terpenuhi.
Sementara, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansjah menyambut baik atas dikeluarkannya aturan baru soal VAT Refund ini. Pengelola mal memperkirakan aturan baru VAT Refund meningkatkan belanja wisman di toko ritel sebesar 20%—30%.
Budiharjo tak menampik saat ini banyak belum semua brand yang tergabung dalam VAT Refund ini atau hanya sekitar 30 hingga 40 brand saja. Hal itu dikarenakan proses administrasi yang sulit sehingga tak banyak brand yang bergabung. Pihaknya akan melakukan sosialisasi dan kondolidasi agar pemilik brand dan gerai turut serta tergabung dalam VAT refund sehingga dampaknya bisa optimal.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Nunung Rusmiati yang meyakini akan ada kenaikan kunjungan wisman dari adanya pelonggaran VAT Refund. “Tentu pelonggaran VAT ini akan membuat wisman banyak yang datang ke Indonesia dan juga berbelanja sehingga berdampak pada spending,” ucapnya.
Ketentuan VAT Refund baru diterbitkan dalam bentuk PMK No.120/PMK.03/2019. Otoritas fiskal tak mengubah minimal PPN yang bisa diminta kembali oleh para pelancong yakni sebesar Rp500.000 atau minimal belanja sebesar Rp5 juta. Namun, pemerintah tetap memberikan keleluasaan bagi para pelancong dengan membebaskan para pelancong untuk menyampaikan faktur pajak khusus (FPK) yang berbeda sampai nilai minimal tersebut terpenuhi.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, untuk dapat diperhitungkan dalam total akumulasi tersebut, nilai PPN dalam struk belanja dari satu toko paling kurang adalah Rp50.000. Hal ini berbeda dengan ketentuan yang berlaku sebelumnya, pengembalian PPN hanya dapat dilakukan apabila nilai PPN pada setiap struk belanja di satu tanggal bernilai paling kurang Rp500.000. (ndy)