NASIONAL

OJK Terbitkan Paket Kebijakan Kredit bagi Pariwisata

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan sejumlah paket kebijakan untuk mendorong pertumbuhan 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Salah satu cara yang dilakukan OJK yaitu memberikan kelonggaran pada penyaluran kredit di kawasan Pariwisata Indonesia.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan OJK tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank untuk Mendorong Pertumbuhan Sektor Pariwisata dan Peningkatan Devisa. Ini merupakan penyesuaian terhadap Peraturan Bank Indonesia 7/3/PBI/2015 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.

“OJK melonggarkan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) kepada BUMN menjadi 30 persen dari modal bank bagi kredit yang disalurkan untuk pembangunan KSPN,” kata Ketua Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana dalam keterangan tertulis yang diterima Bisniswisata.co.id, Jumat (17/08/2018).

OJK juga meringankan persyaratan pembukaan jaringan kantor-kantor bank di KSPN ini. Pertama, pembukaan jaringan kantor di KSPN dikecualikan dari persyaratan ketersediaan alokasi modal inti. Kedua, pembukaan jaringan kantor juga dikecualikan dari persyaratan perimbangan penyeberangan jaringan di daerah lain.

Pelonggaran aturan ini terjadi karena OJK melihat sektor pariwisata telah menyumbang 5,8 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2017. Selain itu, sektor ini mampu menyerap 12,2 juta lapangan pekerjaan dan menyumbang devisa negara sebesar US$ 12,4 juta atau setara Rp 181 miliar miliar pada 2016.

Untuk memperbesar kue di Pariwisata, pemerintah kemudian menetapkan 10 KSPN. Di antaranya yaitu Tanjung Kelayang (Bangka Belitung), Candi Borobudur (Jawa Tengah), Morotai (Maluku Utara), Pulau Komoso-Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Danau Toba (Sumatera Utara), Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur), Mandalika Lombok (Nusa Tenggara Barat), dan Tanjung Lesung (Banten).

Hanya saja, nilai investasi pengembangan 10 KSPN tidak main-main. OJK mencatat total dana yang dibutuhkan mencapai US$ 20 miliar setara Rp 292 triliun, atau 17 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang hanya sekitar Rp 1.700 triliun. Untuk itulah, pelonggaran kredit ini dilakukan demi mendorong keterlibatan yang lebih besar bagi swasta.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso melanjutkan ada empat poin yang diatur dalam kebijakan OJK:

Pertama, pemberian insentif bagi lembaga jasa keuangan untuk menyalurkan pembiayaan ke industri yang berorientasi ekspor, penghasil barang substitusi impor dan pariwisata melalui penyesuaian ketentuan prudensial, seperti: aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR), batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dan Penyediaan Modal Inti dan Kualitas Aktiva.

Kedua, merevitalisasi peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) melalui refocusing peran LPEI agar lebih fokus pada pembiayaan industri berorientasi ekspor, meningkatkan peran LPEI dalam penyedia instrumen hedging untuk transaksi ekspor dan penyedia reasuransi untuk asuransi terkait ekspor.

Ketiga, memfasilitasi penyediaan sumber pembiayaan dari pasar modal untuk pengembangan 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional selain Bali.

Keempat, memfasilitasi KUR Klaster untuk pengembangan UMKM di sektor pariwisata bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Perekonomian.

“Paket kebijakan ini, diarahkan untuk memacu kredit dan pembiayaan ke sektor produktif. Agar terjadi multiplier effect terhadap pertumbuhan sektor riil dan penciptaan lapangan kerja serta mendorong pariwisata bisa berkembang lebih bagus lagi di masa mendatang,” sambungnya.

Berikut 8 poin paket kebijakan yang dikeluarkan OJK:

Kebijakan dalam mendorong ekspor dan industri penghasil devisa, yaitu:
1. OJK memberikan insentif bagi lembaga jasa keuangan untuk menyalurkan pembiayaan ke industri yang berorientasi ekspor, industri penghasil barang substitusi impor dan industri pariwisata, di antaranya AMTR, BMPK, Penyediaan Modal Inti dan Kualitas Aktiva.
2. Merevitalisasi lembaga pengembangan ekspor. Hal ini dengan fokus ke industri ekspor yang meningkatkan peran dalam menyediakan instrumen hedging ekspor asuransi dan reasuransi ekspor.
3. Memfasilitasi pasar modal untuk mendorong pengembangan 10 kawasan pariwisata selain Bali.
4. Penyediaan KUR kluster untuk pengembangan UMKM di sektor pariwisata bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Perekonomian.

Kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yaitu:
1. Melakukan penyesuaian ketentuan prudensial di industri perbankan seperti penyesuaian ketentuan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk pembiayaan sektor perumahan, termasuk di dalamnya menghapus larangan pemberian kredit pengolahan tanah bagi pengembang rumah tinggal dan meringankan persyaratan kewajiban penilaian agunan sebagai pengurang Penyisihan Penghapusan Aset (PPA).
2. Mendorong lebih berkembangnya startup financial technology, termasuk equity crowdfunding, karena peran mereka yang besar dalam membuka akses permodalan bagi UMKM yang besar kontribusinya pada PDB nasional, dengan tetap mengedepankan aspek perlindungan konsumen.
3. Memfasilitasi pemanfaatan pasar modal melalui pengembangan instrumen seperti sekuritisasi aset, obligasi daerah, green bonds, blended finance dan instrumen bersifat syariah serta hedging instrument. OJK juga akan meningkatkan cakupan investor domestik, di antaranya melalui Perusahaan Efek Daerah.
4. Mewajibkan lembaga pembiayaan untuk mencapai porsi menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif. (redaksi@bisniswisata.co.id)

Endy Poerwanto