KOMUNITAS

Nyanyian Puisi dari Halaman Antida Sound Garden

Lihat nyala api, Dan kepulan asap, Pejamkan mata, Hentakkan kaki, Taab, taab, tab, Jadilah rumah !, Yang kecil di bumi, Dibesarkan di langit, Harum dupa dan lingkaran arak, Biarkan Tu Ti Kong mabuk, Soja Kui, Soja Kui, soja Kui, Salam takzim anak-cucu, Tangan kasih menembus,  langit dan waktu, Yang dulu tangis kini tawa, Fajar menyingsing, Jilatan api dan ombak, Di kaki-kaki karang, Bila usai, Bukalah mata, Takjub akan kasih hormat, tetesan darah, Soja Kui, Soja Kui, Soja Kui, Yang kecil di bumi, Dibesarkan di langit. * Cu Kong Tik

DENPASAR, bisniswisata.co.id: LIRIK puisi Cu Kong Tik yang ditembangkan Tan Lioe Ie, mengundang penikmat music dan sastra makin mendekat memenuhi halaman rumah musik Antida Sound Garden petang itu. Menggelar perpaduan musik dan puisi ditengah kepanikan masyarakat hal virus Corona COVID-19 dan virus babi, bukan tanpa makna.

Sinergi yang mendukung kesepahaman, kesetaraan, kebersamaan, saling menghargai posisi masing- masing yang hanya bisa tumbuh dalam kesadaran mengendalikan egoisme.

 “Sinergi mengandaikan “persenyawaan” antara kedua genre seni untuk lebih berdaya “gedor” untuk mencapai tujuan di atas. Dalam sinergi puisi maupun musik bukan sub-ordinat satu atas yang lain. Tapi ibarat proses kimia menjadi satu kesatuan yang utuh dan saling menguatkan,” ungkap Tan Lioe Ie, pentolan Bali Puisi Musik.

Group band yang menamakan diri Bali Puisi Musik ini memang piawai melakukan sinergi puisi dengan musik. Berharap puisi yang hanya dinikmati kalangan terbatas dan tertentu (sastrawan, pecinta sastra, pengamat sastra) dapat menjangkau segmen masyarakat yang lebih luas. Lebih merakyat dan kekinian dan mampu mengasah “kepekaan” batin semua kalangan.

Dari segi tema puisi yang dibawakan Bali Puisi Musik, beragam : Ada renungan tentang perjalanan hidup manusia, ada tentang “kerinduan” pada “kekasih” yang dapat ditafsirkan bersifat horisontal dan vertical. Sebagaimana sifat puisi yang ambigu, ada kritik sosial, ada kepedulian terhadap lingkungan, ada persaudaraan dalam perbedaan dalam satu kemanusiaan, ada tentang pentingnya kasih sayang. Hal ini bisa disimak pada puisi Malam di Pantai Candidasa, Siapakah Kau, Exorcism, Malam Cahaya Lampion, Alam Kanak-Kanak, Co Kong Tik. Semua puisi yang disebutkan ini adalah karya Tan Lioe Ie, penyair yang sekaligus vokalis Bali Puisi Musik. Aaransemen musiknya karya Yande Subawa (giataris) dan dibawakan bersama Made “Dek Ong” Swandayana (keyboardist), Putu Indrawan (Bassist) Nyoman “Kabe” Gariyasa (drummer).

Tampil memukau di halaman Antida Sound Garden dengan membawakan lima buah lagu — sebelumnya diisi enam lagu oleh Tan Lioe Ie dan beberapa puisi dengan menggunakan teknik akustik.

“Bali Puisi Musik membawakan dua komposisi baru yaitu ‘Blues Untuk Boni’ karya WS. Rendra, dan juga ‘Tuhan Butuh Malaikat Baru’ Karya saya sendiri. Puisi ini saya tuliskan mengingat manusia di bumi ini mulai kehilangan ruh kebajikannya. Ego berdasarkan premodialisme semakin mencuat, potensi konflik meninggi. Dan itu tidak elok, sehingga dibutuhkan lebih banyak lagi manusia yang lebih berhati malaikat,” papar Tan Lioe Ie.

Tampilan Bali Puisi Musik di panggung Antida Sound Garden, juga menghadirkan Ayu Winastri — seorang penulis cerpen dan Mira MM. Astra, seorang penyair yang telah merilis sebuah buku antologi puisi tunggalnya, berjudul Pinara Pitu.

Gelar musik puisi ini memang tak seriuh gelar music yang biasa mengisi panggung Antida Sound Garden. Senyap yang khusyuk  penikmat musik menata hati yang panik berhadapan dengan situasi negeri dibalut apik MC pecinta sastra  Moch Satrio Welang. MC yang sempat menggagas buku Antologi Puisi bersama yang berjudul “Keranda Emas”.

Dwi Yani

Representatif Bali- Nusra Jln G Talang I, No 31B, Buana Indah Padangsambian, Denpasar, Bali Tlp. +628100426003/WA +628123948305 *Omnia tempus habent.*