JAKARTA, bisniswisata.co.id: Sumba adalah destinasi yang masih perawan & jauh dari keramaian turis. Dalam dua tahun terakhir akomodasi hotel-hotel dengan kualitas yang lebih baik bertambah terus. Di saat akses dan amenities meningkat, datanglah pandemi global.
Kedatangan Virus COVID-19 di seluruh dunia juga berdampak pada pariwisata Sumba dengan ditutupnya obyek wisata maupun ditundanya Festival Pariwisata yang berlangsung periode Maret-Mei 2020.
Namun industri pariwisata setempat tidak menyerah begitu saja. Melalui forum Kamisan dengan tema Sumba Menyapa Dunia, Norbeto, pendiri www.exploresumba.com, mengungkapkan kesiapannya menerapkan New Normal saat pariwisara bangkit kembali.
Acara yang digelar secara daring ini cukup mendapatkan perhatian dari para perwakilan VisitIndonesia Tourism Office ( VITO) di mancanegara serta pelaku wisata lainnya. Kegiatan yang berlangsung dua jam pada Kamis lalu ( 28 Mei 2020) memberikan gambaran keindahan alam dan hospitality.
Setelah COVID-19, banyak orang akan mencari tempat-tempat yang tidak ramai dikunjungi seperti halnya Sumba. Apalagi ada Sumba Hospitality School yang mempersiapkan Sumba tourism. Tidak hanya sebagai tempat diklat tapi juga menawarkan akomodasi yang bisa dimanfaatkan pengunjung.
Pemerintah daerah juga senang dengan keberadaan Nihiwatu resort yang menjadi hotel terbaik dunia selama dua tahun berturut-turut. Keberadaan resor ini telah membuat pembangunan infrastruktur meningkat di sana seperti perbaikan jalan sehingga aksesibilitas darat yang lebih baik. Akomodasi di Sumba terbilang lengkap. Mulai dari Rp 200 ribu/malam hingga harga US$ 1000/ malam di Nihiwatu.
Explore Sumba sebagai salah satu tour operator di Sumba adalah usaha tour operator bebas plastik. Untuk supply air minum tamu menggunakan gelas atau botol air alumunium yang bisa dibawa oleh tamu-tamu sebagai suvenir. Jadi tamu-tamu cukup mengisi ulang.
” Mulaii sekarang kami juga sudah menyiapkan handsanitizer atau sabun antiseptik dengan air mengalir, handuk dingin yang sudah di disinfeksi. Sebagai tour operator kami sudah merancang protokol baru dalam pengoperasian tour,” kata Norbeto Rodrigue Sanchez dari Explore Sumba.
Pihaknya tengah mempelajari referensi-referensi dari berbagai tour operator yang telah membuat protokol mengantisipasi kenormalan baru ( New Normal) di industri perjalanan. Selain itu juga mengikuti terus aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah.
“Protokol kesehatan sesuai rambu-rambu dari Workd Health Organization ( WHO) sudah kami sosialisasikan ke staf, mitra hotel, restoran dan lainnya” tambahnya.
Durasi perjalanan ke Sumba minimal 2 malam. Durasi tersingkat ini bisa dilakukan dengan tinggal di salah satu sisi pulau saja. Di bagian barat suasananya lebih tradisional dan budayanya otentik. Di bagian timur banyak air terjun & tenun ikat. Waktu terbaiknya selama bulan April-November pada saat kemarau.
“Pola perjalanan singkat 3 hari 2 malam bisa dilakukan dengan in-out dari satu bandara. Pola perjalanan panjang bisa dilakukan dengan in-out di 2 bandara berbeda. Pola paling ideal adalah masuk dari Sumba Timur & keluar atau mengakhiri perjalanan di Sumba barat ” paparnya.
Di Sumba Barat sudah banyak hotel di tepi pantai. Perjalanan udara dari Bali baik ke bandara di Sumba barat & Sumba Timur wakrunya selama satu jam. Selain itu untuk perjalanan lompat pulau di NTT bisa dilakukan dari Ende di Pulau Flores, dari Kupang di Pulau Timor dengan durasi penerbangan yg tidak lama.
“Sampai saat ini, wisatawan dari Belanda & Perancis merupakan pasar utama pariwisata Sumba. Selain itu wisatawan dari Spanyol & Italia,” kata Norbeto.
Sumba merupakan salah satu pilihan terbaik, jadi ini juga menjadi salah satu poin yang akan membuat pulau ini lebih mudah untuk dipromosikan & dijual. Banyak orang yang tidak tahu Sumba memiliki apapun yang dicari oleh wisatawan,mulai dari pantai landai berpasir putih, ombak-ombak untuk surfing, trekking, air terjun dan budaya.
Pulau ini betul-betul surga bagi mereka yang mencari ketenangan. Ada banyak desa-desa adat yang bisa dikunjungi di Sumba. Mengunjungi desa adat bukan sekadar untuk memotret selfie untuk media sosial , tapi juga tentang mengenal dan berinteraksi dengan warga asli Pulau Sumba.