NASIONAL

Menteri Pariwisata Sayangkan Paket Tour Belum Milenial Friendly

JAKARTA, bisniswisata.co.id: Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menilai era milenial belum diantisipasi oleh dunia pariwisata Indonesia. Buktinya paket tour, calender of event tourism hingga spot untuk foto belum milenial friendly. Padahal sekitar 50 persen wisatawan mancanegata (wisman) ke Indonesia adalah milenial. Bahkan wisatawan nusantara (wisnus) yang milenial juga melonjak tajam.

“Memang sangat disayangkan, paket tour hingga calendar of event kita belum milenial friendly. Ke depan hal ini harus diubah. Kit harus mengikuti selera mereka (milenial). Saya ingin tahun depan (2019), 100 agenda calender of event harus bisa memenuhi wisatawan milenial,” papar Menpar Arief Yahya dalam acara Indonesia Tourism Outlook (ITO) 2019 di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (27/11/2018).

Selain itu, lanjut dia, destinasi wisata di Indonesia juga belum banyak yang menerapkan keinginan wisatawan milenial. Kemenpar mencatat baru ada sekitar 54 yang berorientasi wisata milenial diantaranya Orchid Forest di Bandung, Pasar Digital Watu Gede di Magelang, Hutan Pinus Mangunan di Yogyakarta, Palau Padar di Labuhan Bajo, Garuda Wisnu Kencana di Bali, pantai Kelingking di Bali yang memiliki spot-spot foto ikonik dan instagramable.

“Rencana tahun depan saya akan tambah menjadi 100 destinasi wisata yang berorientasi wisata milenial. Ya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Saat ini kaum milenial menguasai pariwisata di dunia. Nah kita harus mengikutinya, jika tidak ya tertinggal,” tandasnya serius.

Menpar Arief sempat menceritakan saat hadir di acara pariwisata di NTT dengan latar belakang ratusan penari yang memakai baju tenun daerah NTT yang khas dan mereka berada di padang savana yang indah. “Saya berusaha mencari spot yang bagus untuk diabadikan, ternyata susah. Nah padahal spot itu selalu menjadi titik perhatian wisatawan melinial untuk diabadikan kemudian diungguh di medsos,” ucapnya

Diakui, inilah kelemahan kita tidak mencari spot yang menarik, padahal spot ini memiliki peran yang strategis. “Ke depan destinasi wisata di Indonesia harus memiliki spot utuh, yang lain daripada lainnya, memiliki keunikan. Jadi bukan hanya indah di kamera, tetapi juga indah di pandangan mata,” sambungnya.

Disisi lain, Menpar menilai pariwisata menjadi salah satu industri yang memiliki pertumbuhan paling cepat. Kegiatan travelling sudah menjadi gaya hidup. Bahkan, kaum milenial menguasai pariwista di dunia. Strategi Kementerian Pariwisata ke depan menjaring wisatawan milenial. Hal tersebut dikarenakan saat ini isu yang berkembang adalah tentang milenial.

Dijelaskan, Pasar pariwisata Asia didominasi wisatawan milenial berusia 15-34 tahun, yang mencapai 57 persen. Di China, generasi milenial akan mencapai 333 juta orang, Filipina 42 juta, Vietnam 26 juta, Thailand 19 juta, sedangkan Indonesia 82 juta orang.

Menyambut datangnya tahun 2019, lanjut dia, sektor pariwisata dirasa harus bersinergi dengan unsur teknologi. Selain teknologi ada satu hal lain yang berperan penting dalam sektor pariwisata yakni regulasi. “Regulasi dan teknologi dalam pariwisata sangatlah penting, karena mempengaruhi bisnisnya,” tegasnya serius.

Karenanya, lanjut dia, jika ingin bersaing lakukanlah deregulasi karena tantangannya saat ini adalah kecepatan. Revolusi industri, juga memberikan dampak yang besar bagi industri pariwisata. “Jika dalam teknologi istilahnya adalah common platform, tapi dalam ekonomi istilahnya sharing economy. Hal ini juga berlaku dalam industri pariwisata,” paparnya

Saat ini pariwisata tergantung dengan teknologi digital dan segementasi pasar kaum milenial–mengingat 50 persen wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia adalah milenial, katanya.

Disinggung Tahun 2019 adalah tahun politik? “Tahun 2019, pariwisata tidak terpengaruhi oleh politik,” jawabnya. Artinya, lanjut dia, turis aman-aman saja datang ke Indonesia. Berkaca pada Pilkada DKI Jakarta, itu tidak ada pengaruhnya pada pariwisata. “Waktu itu Pilkada Jakarta cukup panas, ternyata tidak mempengaruhi jumlah kunjungan,” komentarnya

Dilanjutkan, hal-hal yang dirasa membuat turis kurang aman dan nyaman berkunjung ke Indonesia adalah jika adanya bencana alam dan terorisme. Itu pun bisa membuat mereka membatalkan kunjungan. (END)

Endy Poerwanto